Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tudingan Antasari Kepada SBY Salah Sasaran?

16 Februari 2017   02:42 Diperbarui: 16 Februari 2017   12:46 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bukan rahasia lagi antara KPK dan Polri terjadi rivalitas, sudah beberapa kali terjadi friksi antara kedua institusi negara ini.  Setelah pimpinan KPK, Bibit dan Chandra harus mundur karena  status tersangka yang dikenakan oleh Polri, kemudian Abudullah Samad dan Bambang Widjajanto harus mundur pula karena status yang sama setelah KPK mentersangkakan Budi Gunawan yang dicalonkan menjadi Kapolri.

Namun kasus yang menerpa papinan KPK lainnya  tidak sama dengan mantan ketua KPK Antasari Azhar, kasus Antasari berlanjut dengan putusan hukuman 18 tahun penjara.  Kiprah Antasari  didalam memimpin KPK antara lain mengambil alih kasus BLBI yang melibatkan  Samsul Nursalim, Boss BDNI yang hijrah di Singapura yang sebelumnya telah mengeluarkan SP3.

Belum hilang dalam ingatan , Urip Tri Gunawan adalah jaksa yang  bertugas sebagai Jaksa Ketua Penyidikan kasus BLBI untuk BDNI  yang dicokok KPK dalam sebuah OTT yang juga menyeret Artalyta Suryani. Urip yang mantan Kajari Klungkung, Bali, itu sempat disebut-sebut sebagai salah satu jaksa terbaik tanah air. Ia pun sengaja direkrut ke Jakarta dan menjadi bagian dari 35 jaksa terbaik daerah yang ditugaskan menyelidiki kasus BLBI. Urip juga dipercaya memeriksa dugaan korupsi kasus BLBI kepada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

Urip akhirnya dituntut 15 tahun penjara dikurangi masa tahanan dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan. Urip dinyatakan JPU terbukti menerima US$ 660 ribu dari Artalyta dan Rp1 miliar dari mantan Kepala BPPN Glenn Yusuf melalui pengacaranya, Reno Iskandarsyah.

Bukan tidak mungkin, kiprah Anatasri ini membuat institusi kejaksaan goyang, apalagi sedang dalam menangani kasus yang besar dan menjadi perhatian publik.  Tak sampai disitu, Anatasari melanjutkan kiprahnya mengusut Bank Indonesia yang bagaimanapun harus dijaga performannya dalam hal kepentingan ekonomi yang masih dalam pemulihan akibat krisis moneter yang berlanjut pada krisis politik dengan menangkap Aulia Pohan, besan SBY.

Akhirnya, Aulia Pohan divonis di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman 4,5 tahun. Namun, Mahkamah Agung kemudian meringankan hukuman mantan Deputi Gubernur BI itu menjadi 3 tahun.  Aulia dianggap bersalah karena menyetujui pengambilan uang Rp 100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) lewat Rapat Dewan Gubernur BI. Selain Aulia, tiga pejabat BI lainnya juga disangkakan kasus yang sama.

Jika melihat kasus yang melilit Aulia Pohan tersebut lebih pada pertanggungan jawabnya sebagai pejabat yang memiliki kewenagan dalam persetujuan pengeluaran uang secara kolektif. Namun image yang terbangun , besan SBY ini adalah seorang koruptor.  KPK  yang diketuai oleh Antasari menjadi lembaga superbody menabrak siapa saja tanpa pandang bulu termasuk besan SBY.

 Adalah nyanyian Anggodo Widjojo menjadikan  pimpinan KPK yang lainya, Bibit  Waluyo dan Chandra Hamzah sebagai  tersangka oleh Kepolisian yang dikenal dengan istilah  cicak dan buaya walaupu akhirnya kasusnya dideponir oleh Jaksa Agung. Sebuah rentetan kejadian hukum yang menerpa pimpinan KPK setelah Antasari terjerat atau mungkin dijerat oleh kasus hukum dengan saksi mahkota Rani Yuliani yang disebut antasari sebagai pihak yang menjebaknya.

KPK bukan saja menjelma menjadi rival penegak hukum lainnya, namun dirasa oleh para politikus senayan karena kewenanganya  dinilai sebagai batu sandungan sehingga buka hanya sekali terjadi upaya perngkerdilan dan pemangkasan kewenangan KPK. Seperti belum lama berselang, upaya memangkas kewenagan KPK sempat menggelinding di DPR dengan rencana Revisi UU KPK yang akhirnya urung karena  timbul penentangan oleh publik.

Sangat mungkin, penangkapan Aulia Pohan yang kebetulan besan SBY menjadi momen untuk mengobrak abrik KPK dan bisa terjadi kalau semua intitusi hukum "sepakat"  dengan  kepolisian yang merupakan lembaga yang paling depan dalam proses hukum dan momen menghentikan sepak terjang Antasari  itu didapat dalam kasus pembunuhan Nazrudin Zulkarnain. 

Melihat pada firiksi yang terjadi antara KPK dan Polri lebih disebabkan karena kewenangan KPK yang dinilai tanpa batas dan tanpa pengawasan sehingga bukan tidak mungkin  KPK yang diketuai oleh Antasari dinilai dapat "mengganggu" isntitusi hukum lainnya itu. 

Sebaliknya, Antasari yang mungkin tidak menyadari dampak dari sepak terjangnya memimpin lembaga tanpa batas kewenangan serta tanpa pengawasan yang masuk dalam ranah kerja kejaksaan yang  sedang menangani kasus BLBI dengan mencokok jaksa Urip bagai menabuh genderang perang.

Mungkin saja, pemerintah lebih cenderung demi kepentingan ekonomi menjadikan kasus BLBI sebagai special case, sebab jika masalah  BLBI diselesaikan semata2 melihat pada prspektif hukum, secara ekonomi dan iklim investasi dinilai tidak menguntungkan. Sebab,  BLBI dikucurkan oleh pemerintah semula dimaksudkan untuk menstabilkan perbankan nasional, namun mengingat nilai rupiah yang terdepresiasi begitu dalam, perbankan nasionalpun ambruk.

Belakangan KPK seperti enggan menangani kasus BLBI, apakah memang masalah BLBI dinilai sebagai post mayeur atau untuk menjaga iklim investasi dimana dampak dari masalah ekonomi tidak berlanjut pada masalah hukum ? Bisa saja merupakan sebuah alasan.

Sehingga, kasus yang melatar belakngi terpidananya Antasri Azhar akan tetap menjadi sebuah misteri oleh karena kepentingan tadi, namun bagaimanapun kalau ada asap mestinya ada apinya. Antasari yang merasa tidak bersalah itu mungkin saja  memang benar bukan otak pembunuhan sehingga tak menghentikan langkahnya untuk mengusut dengan melapor ke Bareskrim.

Namun dengan menuding SBY sebagai inisiator kriminalisasi dirinya dapat menjadi sebuah kesalahan  baru. Dengan melihat adanya friksi antara KPK dan Polri,  KPK dibawah Antasari sebagai lembaga superbody yang mungkin saja dinilai dapat merusak tatanan kerja institusi hukum lainya sebagai alasan yang paling logis melengserkan Antasari dengan cara mengkriminalisasi dirinya.

Tudingan Antasari kepada SBY bisa jadi salah sasaran sebab bagaimanapun KPK bekerja berdasarkan undang-undang, dan undang2 itu menjadikan KPK sebagai lembaga superbody dan tanpa pengawasan yang menimbulkan friksi dengan instutusi hukum lainnya.

Namun demikian seoarang pimpinan KPK perlu mesinergikan dengan intitusi hukum lainnya, bukan menjadikan intitusi hukum sebagai sasaran tembak seperti pengambil alihan kasus BLBI yang sedang ditangani kejaksaan dengan mencokok Jaksa urip. 

Penangkapan besan SBY mungkin  menjadi sebuah moment melengserkan Antasari dengan setting kriminalisasi  sebagai otak pembunuhan Nasrudin dan pandangan beralih dikaitkan dengan SBY,  bisa jadi demikian.  Hal ini, dimungkinkan  karena kemarahan SBY kepada Antasari yang menangkap besanya seperti diungkap oleh Fahri Hamxah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun