Aksi saling lapor akan masih  terus berlanjut, pihak yang menamakan diri  Organisasi Pengusaha Indonesia Muda berencana melaporkan terdakwa kasus penistaan agama,  Ahok dan kuasa hukumnya ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Ahok dan kuasa hukumnya dinilai telah menghina Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin dalam sidang lanjutan kasus penistaan agama yang digelar di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1) pekan lalu.
Selain aksi saling lapor tersebut, mendadak muncul NU tandingan pendukung Ahok yang melaksanakan shalat istigosah  di kawasan Menteng. Namun belakangan Djian Faridz, politisi PPP  sebagai penyelenggara mengaku memiliki hubungan baik dengan NU walaupun PWNU keberatan atas "pencatutan" nama  NU dalam kegiatan dukungan kepada Ahok.
Pilkada DKI 2017 memang menarik perhatian, intrik politik, saling sikut, saling jegal yang diikuti saling lapor dan aksi massa ( Islam ) yang tidak menghendaki tampilnya Ahok.Â
Ahok menangis dan meradang dalam persidangan, curahan hati seseorang yang haknya  ingin diamputasi  ini melampiaskan kekesalannya kepada ketua MUI yang menjadi saksi dalam sidang yang mendakwanya melakukan penistaan agama.
Sayangnya, sikapnya tersebut membuat marah warga NU dan kesempatan tersebut digunakan lagi untuk menggalang aksi masa Islam 112, tentu saja menjadi alasan Habib Rizieq ikut meramaikan aksi.
Terkait dengan rencana aksi tersebut, Markas Besar Polri terus mengawal perkembangan informasi tentang rencana aksi unjuk rasa atau pengerahan massa di sejumlah kota, Sabtu (11/2) mendatang, yang belakangan dipopulerkan dengan istilah 'Aksi 112'.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan pihaknya memperoleh informasi tersebut berdasar hasil penelusuran di media sosial. Namun Boy menegaskan polisi hingga saat ini belum menerima surat pemberitahuan terkait rencana aksi tersebut.
Seperti diwartakan oleh CNN, Juru Bicara Front Pembela Islam Slamet Ma'arif mengatakan, aksi jelang Pilkada yang rencananya digelar pada 11 Februari mendatang berada di bawah komando Forum Umat Islam (FUI). Dia meminta pihak kepolisian bertemu Sekjen FUI Muhammad Al-Khathath sebelum aksi diadakan.
Dalam unjuk rasa bernama aksi 112 itu, kata Slamet, FPI hanya memenuhi undangan FUI. Pihaknya tidak mempersoalkan imbauan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan yang berharap tak ada gelaran aksi pada masa tenang pilkada, 11-14 Februari.
Menurut Slamet, Aksi 112 itu akan diikuti oleh 99 ormas yang  juga mengusung pesan agar umat Islam tidak memilih pemimpin kepala daerah yang beragama non muslim. Sebab menurutnya, hal itu telah dijelaskan dalam Alquran.
Aksi politik yang berbalut agama ini memang tidak menguntungkan Ahok seperti yang dikeluhkannya dalam persidangan.  Ahok menangis, meradang, marah atas apa yang dihadapinya, segala prestasi yang melangit yang dikedepankan selama ini sirna karena dia non muslim. Namun, itulah politik yang menggunakan segala macam cara namun sayangnya juga dibalas dengan segala macam cara  sehingga yang mengemuka adalah akal2an.
Harus diakui, SBY yang kini sebagai ketua Parta Demokrat, juga memanfaatkan kedudukannya sebagai mantan presiden pastinya menangguk keuntungan dari situasi tersebut yang mengusung putranya sendiri dalam kancah perebutan kekuasaan di DKI.
SBY pun diseret dalam konflik politik yang kian memanas, ketika kediamannya digerudug demonstran, cuitanya pun bernada sama ketika mengambil simpati dalam persaingan dengan Megawati pada pilpres 2004 sebagai orang yang didzolimi.
"Didzolimi" menjadi jualan politik yang ampuh dalam meraih simpati, begitu juga apa yang dipertontonkan oleh Ahok yang juga merasa didzolimi, merasa haknya sebagai warga negara Indonesia diamputasi karena dia non muslim.
Sebetulnya tidak ada yang jujur dalam politik karena tujuannya adalah tahta, tahta menguasai kue yang membuat mabuk siapa saja. Â Contoh yang kecil saja, polisi menyita sebuah mobil yang berisi nasi bungkus dari massa yang menggerudug rumah kediaman SBY sehingga menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah aksi itu panggilan jiwa ? Sangat mungkin mereka adalah para penerima order demo yang marak menjadi lahan bisnis politik.
Tak pelak lagi, persaingan politik di DKI menguaras banyak energi dan adu kekuatan keuangan untuk menggerakkan massa yang menjadikan biaya politik sangat mahal dan dari mana mengembalikan modal kalau tidak dari rakyat juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H