Dalam sebuah tayangan televisi, Cerita Bibi, isteri Ismail korban pembunuhan yang diduga diotaki oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi, suaminya semula tertarik dengan barang antik yang ditarik dari dalam tanah, bukan terlibat dalam penggandaan uang. Barang tarikan dari dalam tanah tersebut memang bukan rahasia umum, entah hal itu benar atau tidak, rumor yang beredar ditengah masyarakat, seperti pedang samurai yang bisa dilipat, nilainya mencapai milyaran rupiah.Â
Namun, jumlah yang disetorkan sebagai uang mahar dan untuk pembelian minyak sebagai syarat ritual yang mencapai Rp 40 milyar adalah jumlah yang sangat fantastis.
Ada yang sedang mencari barang antik itu, kira kira seperti itu cara untuk membujuk orang yang bersedia memodali keperluan ritual berupa candu atau minyak jin yang harganya cukup mahal. Bukan hanya barang antik saja, emas permata juga dapat ditarik dalam tanah dengan syarat ritual yang sama ditambah uang mahar yang ditetapkan oleh sang "dukun" yang berpenampilan kyai yang umumnya mengaku berasal dari pondok pesantren terkemuka.
Dalam tayangan tersebut juga, tokoh MUI Jawa Timur, Mochamad Yunus menyebut Dimas Kanjeng tak memiliki penguasaan ajaran Islam atau cenderung menganut ajaran sesat. Sedangkan dari pihak kepolisian tentunya berpegang pada KUHAP atau undang-undang yang berlaku membidik Dimas Kanjeng dengan dugaan otak pembunuhan dan penipuan.
Yang menimbulkan pertanyaan, tokoh cendikia muslim seperti halnya Marwah Daud Ibrahim yang meyakini kemampuan Dimas Kanjeng  padahal Marwah memiliki latar belakang akademis yang sangat baik ?.Â
Kita tengok kebelakang, akar budaya masyarakat yang semula penganut ajaran hindu, masuknya ajaran Islam pada era kerajaan Mataram yang diperintah oleh Sultan Agung  tak serta menghilangkan budaya tersebut, hingga saat ini masih dipegang teguh yang ditunjukkan dengan dilakukan ritual2 di keraton Jogyakarta. Saya yang menurut silsilah berasal dari lingkungan tersebut, cerita tentang pengawal bangsa Jin yang mengikuti darah bukan hal yang aneh, bangsa Jin prajurit keraton akan mengawal semua yang memiliki darah keraton.
 Cerita tentang hal ini, sebut saja bercampur dengan legenda, cerita turun temurun dan memang dipercaya sehingga masih ada dalam lingkungan saya yang menyediakan sesaji pada hari-hari tertentu. Sehingga, apa yang disamapikan oleh tokoh MUI jawa Timur  sebagai ajaran sesat,  lebih tepat keyakinan yang dipengaruhi  faktor budaya yang disalah gunakan.
Ketika masa kecil, semula saya mengira mereka yang suka mengajak saya bermain adalah penduduk sekitar, namun mereka neniliki gerakan yang tidak dapat saya ikuti dan berpenampilan berbeda, saya melihatnya lucu. Ketika saya menyadari mereka bukan bangsa manusia, timbul rasa takut luar biasa yang pada akhirnya menghilang dari pandangan. Namun, setelah saya dewasa, bayangan mereka yang berpenampilan prajurit, ulama atau pakaian tradisional jawa muncul kembali.
Suatu saat, seorang teman tiba2 mengalami trans, memperkenalkan diri sebagai panglima prajurit keraton yang menyatakan diri sebagai pengawal keselamatan, tugas itu oleh karena asal usul saya. Entah itu real atau hanya halusinasi, sebuah bayangan kehidupan masa lalu seperti dalam kehidupan abad pertengahan. Beberapa diantara mereka memperkenalkan diri selain panglima prajurit keraton, ada yang sebagai ulama, sebagai penasehat dengan gaya bicara seperti seorang filsuf.
Dalam ajaran Islam, bangsa mereka diyakini keberadaannya dan diciptakan untuk menyembah Allah, sayapun bertanya kepada seorang Kyai tentang apa yang saya alami, nasehatnya, jangan berhubungan dengan bangsa Jin apapun alasanya karena sudah diciptakan lain alam. Nasehat sang Kyai ini ada benarnya, bangsa Jin sifatnya penggoda iman dan penyesat. Beberapa waktu berselang, bangsa Jin yang memperkenalkan diri sebagai mubaligh memberi kuliah, dikatakannya seperti halnya manusia tidak semua bersedia menyembah allah, manusia yang lemah imannya mudah tergoda oleh bangsa Jin yang tidak menyembah Allah.Â
Karena tidak riel, antara percaya dan tidak kebenarannya penjelasan bangsa jin tersebut, saya mengundang mediator untuk katakanlah meminjam pita suara agar dapat didengar orang lain, ternyata penjelasannya sama. Yang artinya memang  benar keberadaan mahluk itu.
Logikanya yang disampaikan ternyata cukup sederhana, manusia yang lemah imannya akan mudah tergoda mencari jalan pintas atau jalan instan untuk mendapatkan keinginanya. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh bangsa Jin, sebut saja jin kafir dengan meminta imbalan berupa wangi2an atau yang lainnya sebagai pangan bangsa Jin itu. Artinya, disini terjadi transaksi antara kebutuhan manusia dan kebutuhan bangsa Jin itu. Sangat mungkin, parktik yang dilakukan oleh Dimas kanjeng tak berbeda jauh seperti yang tersebut diatas.
Dalam konteks seperti yang diceritakan oleh isteri Ismail diatas, bangsa Jin bisa bertindak sebagai intelejen yang memberi petunjuk adanya barang berharga peninggalan masa lalu yang sengaja disembunyikan oleh manusia untuk pengamanan seperti terjadi masa perang. Maka, bangsa jin tidak menciptakan benda yang digunakan oleh manusia apalagi menciptakan uang. Namun, bumbu2 tentang cerita barang ghaib sudah merasuki oleh karena akar budaya yang berkembang itu sehingga menjadi korban penipuan.
Antara keyakinan dan tugas kepolisian yang berdasar pada undang-undang dan aturan yang berlaku merupakan dua kutub yang berbeda. Tanpa laporan, kecuali dugaan otak pembunuhan, tanpa pelapor yang dirugikan secara material tentunya sulit diproses secara hukum. Sebab, klenik, santet atau semacamnya tidak masuk dalam aturan hukum. Apalagi hukum yang mendasari pada alat bukti, tindakan Dimas Kanjeng tersebut dipercaya karena memiliki kesaktian yang sulit dibuktikan secara nalar akal sehat sehingga praktik yang dilakukannya tidak terjangkau hukum selama ini yang mungkin saja dibantu oleh Ismail sebagai "pengepul" uang mahar yang berhasil mengumpulkan uang dalam jumlah yang fantastis itu.
Dalam konteks lainnya seperti apa yang disampaikan oleh isteri Ismail, bahwa alasan Ismail dibunuh karena bermaksud membongkar kedok Dimas Kanjeng, sebaliknya Dimas Kanjeng mengaku tidak memiliki kemampuan menggandakan uang berbeda dengan pernyataan Marwah yang percaya Dimas Kanjeng mampu memindahkan uang berpeti peti.Â
Menyitir pengakuan Dimas Kanjeng, pernyataan tokoh MUI yang menengarai Dimas Kanjeng tidak memiliki pendalaman ajaran Islam yang cukup baik sangat mungkin ada benarnya. Sebab, kesaktian Dimas Kanjeng didaulat oleh mereka yang memiliki pola pikir yang ingin menempuh jalan instan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H