Dalam sidang lanjutan kasus kematian Mirna Salihin, rekaman CCTV yang dianalisis Rismon Hasiholan Sianipar, ahli digital forensik yang dihadirkan tim kuasa hukum Jessica Kumala Wongso bersumber dari tayangan beberapa stasiun televisi akhirnya tidak jadi dikonfrontir dengan  hasil analisis  AKBP Muhammad Nuh Al Azhar, saksi Ahli pihak JPU untuk membuktikan bahwa rekaman CCTV itu telah dimodifikasi dengan teknik tampering.Â
Kuasa hukum Jessica, agaknya melakukan trik menunggu pihak JPU mengeluarkan senjata rahasianya untuk menjerat Jessica, di penghujung persidangan mengambil alih panggung dengan menghadirkan saksi-saksi ahli untuk mengcounter kesaksian pihak JPU yang menimbulkan beberapa kali kegaduhan. Kesaksian saksi ahli digital forensik yang dihadirkan pihak penasehat hukum Jesicca tak lain mengemukakan dugaan penyajian bukti CCTV yang sudah diedit oleh JPU.
Jika analisis saksi ahli pihak Jessica dapat diterima, seperti inilah sebagai buah gambaran kerja aparatur penegak hukum kita betapa hukum kita dalam implementasinya rentan adanya rekayasa. Sepanjang hasil kerja penyidik kepolisian dapat diterima oleh JPU, walaupun dengan bukti palsupun sebuah peradilan dapat saja berlangsung.
Dalam persidangan yang terjadi adalah adu strategi yang sering jauh dari pengungkapan kebenaran seperti halnya yang menimpa Karta dan Sengkon yang fenomenal itu. Begitu juga yang mungkin dirasakan oleh Antasari Azhar yang hingga menjelang kebebasannya setelah menjalani hukuman kurungan tak pernah berhenti menyuarakan ketidak beresan proses hukum yang dialaminya.
Sejak awal, banyak pihak yang meragukan kerja kepolisian menyangkut meninggalnya Mirna yang diduga diracun oleh Jessica, media juga cukup memberi peran dalam membangun opini publik dan pada akhirnya persidangan Jessica yang didakwa sebagai pelaku pembunuhan menjadi sebuah tontonan yang dibumbui oleh penggalangan pendapat dengan argumentasi saintifik. Â Banyak program sampah, begitu ucapan saksi ahli yang dihadirkan oleh JPU menanggapi dugaan tampering yang disampaikan oleh saksi ahli yang dihadirkan oleh penasehat hukum didalam sidang.
Adu argumentasi para saksi ahli yang dihadirkan kedua kubu tersebut menjadi tayangan televisi yang menjadikan persidangan tersebut bak opera panggung yang dibumbui oleh aktifnya ayah Mirna yang dengan antusias mengawal persidangan.
Prestise para ahli menjadi sebuah pertaruhan harga diri, disela pertarungan prestise tersebut terkuak dalam persidangan bahwa  pengungkapan sebuah kematian yang tidak wajar tidak terlepas dari keikhlasan keluarga korban untuk merelakan jenazah korban diperlakukan sebagaimana tuntutan pengungkapan sebab kematian. Apa yang dilakukan oleh Otto  Hasibuan sebagai penasehat hukum Jessica tentu saja untuk membela kepentingan Jessica demikian juga kehadiran saksi ahli yang dihadirkan tak lepas dari kepentingan yang menghadirkanya.Â
Kehadiran saksi ahli mestinya bertujuan untuk membuat terang duduk persoalan, namun pada prakteknya kahadiran saksi ahli adalah atas permintaan yang berperkara sehingga sering saksi ahli  berpendapat berdasarkan data yang diberikan oleh pihak yang memintanya.
Apa yang disampaikan oleh saksi ahli mestinya berdasarkan data yang sama namun faktanya mempunyai kesimpulan berbeda yang memicu timbulnya adu argumentasi yang selanjutnya menjadi bahan acara media visual yang dapat saja membangun opini publik dan tak pelak lagi menjadi pertaruhan prestise para saksi ahli.
Kasus yang menjadi perhatian publik, mungkin juga perhatian publik internasional ini bukan lagi menyangkut kredibilitas peradilan itu sendiri tetapi sudah menjurus pada kredibilitas bangsa. Padahal, sudah sering peradilan menempatkan sebuah keyakinan akan kebenaran berdasarkan pendapat ahli namun tidak menarik perhatian publik yang begitu besar seperti pada kasus peradilan Jessica ini.Â
Dalam hal ini hakim memiliki kewenangan mana yang dapat meyakinkan sebagai dasar pertimbangan untuk memutuskan, apakah kesaksian yang dihadirkan oleh JPU atau penasehat hukum ? Namun sebuah fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa untuk mengungkap sebab kematian yang tidak wajar dibutuhkan otopsi jenazah secara komprehensif yang bisa terlaksana oleh persetujuan keluarga korban.
Maka, keiklasan keluarga korban juga memiliki  andil dalam mengungkap sebab kematian keluarganya atau dalam kata lain keikhlasan keluarga korban menyerahkan persoalan tersebut kepada aparatur yang memiliki kompetensi. Artinya, tidak selamanya hukum dapat direkayasa mengikuti keiinginan seseorang yang berperkara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H