Hukum dinilai sudah mengintervensi kekuasaan, begitulah kesan yang terjadi yang membuat presiden meluapkan kemarahan. Namun hukum itu juga berisisi manusia manusia yang mungkin saja memiliki agenda untuk memperbaiki ekonominya secara pribadi dengan menggunakan jabatannya sebagaimana dilakukan oleh penguasa yang sudah banyak pula menjadi pesakitan KPK.
Antara penyelenggara kekuasaan sesungguhnya terjadi perkelahian diantara mereka sendiri yang tak lain karena masalah "rebutan" uang, ada tempat basah yang bisa membikin kaya, ada tempat kering yang hanya mengandalkan gaji semata yang dirasa tidak cukup. Ketimpangan kesejahteraan inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya perkelahian yang bisa selesai dengan uang.
Setiap saya diminta persetujuan menjual asset, jawab saya, kata polisi perseroan sudah dijual, tanya saja kepolisi. Penyidikpun mendatangi saya meminta jangan mengarahkan pihak-pihak yang tergaransi haknya untuk datang kepolisi.
Sebuah permainan hukum yang biasa dilakukan karena aparat memiliki hak berpendapat yang tidak bisa dibantah karena kewenangan yang dimiliki. Bukan tidak mungkin para kepala daerah merasa resah hingga harus mengadu kepada presiden oleh karena kewenangan yang disalah gunakan sebagaimana yang dilakukan oleh pejabat MA yang sedang diadili itu.
Apalagi dengan adanya biaya politik yang tinggi, pengembalian modal mestinya akan mengesampingkan kepentingan rakyat, rakyat hanya digunakan sebagai jargon politik, atas nama rakyat, membela yang miskin adalah biasa kita jumpai untuk alasan seseorang berjuang. Namun setelah mendapatkan apa yang dia capai, loyalitas akan diberikan kepada yang memberikan kedudukan. Namun, agaknya tidak demikian dengan Sri Mulyani yang masih bersikap profesional walaupun harus membangunkan mimpi sebuah kesuksesan yang dikesankan kepada rakyat.
Jokowi telah meminta agar nyanyian Haris ditindaklanjuti, memang benar ditindak lanjuti dengan melaporkannya ke Bareskrim, Harislah yang harus menghadapi ancaman hukuman kalau pihak yang mestinya mengungkap menutupinya. TNI mestinya bisa mengusut, paling tidak dari anggotanya yang telah terbukti terlibat bisnis ini, namun agaknya tidak dilakukan justru sebaliknya melaporkan Haris.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H