Ini adalah logika saya, tax amnesty artinya pengampunan pajak atau dalam istilah penerapan pada pajak kendaraan bermotor kita yang kenal dengan sebutan pemutihan yaitu dihapuskannya pajak terhutang. Jika yang dimaksud adalah pemutihan maka tax amnesty merupakan penghapusan pajak terhutang yang artinya pemerintah "merelakan" kewajiban warganegara itu dihapuskan. Yang menjadi pertanyaan, penghapusan hutang pajak dengan segala konsekwensi hukumnya, menurut prediksi yang disampaikan oleh pemerintah  akan mengalirkan dana dari luar negeri milik para penguasaha indonesia yang dinikmati bangsa lain, rasanya tidak nyambung.
Kalau tax amnesty akan mengalirkan dana dari luar negeri maka logika yang bisa diterima adalah pengampunan terhadap pengemplang hutang luar negeri yang digaransi pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah telah menalangi terlebih dahulu hutang luar negeri para penguasaha Indonesia yang digaransi oleh pemerintah sebelum terjadi terjadinya krisis moneter di Indonesia tahun 1998.Â
Kalau tax amnesty targetnya adalah pengampunan pengemplang kredit luar negeri maka tax amnesty yang dimaksudkan adalah judul lain dari pengampunan para koruptor.
Bagaimana terjadinya pengemplangan kredit luar negeri itu ?
Pemerintah orde baru dalam konsep pembangunan ekonomi bertumpu pada sektor industri dengan jargon biaya tenaga kerja yang murah. Konsep ini diikuti dengan adanya penerapan tax holiday dan penundaan bea masuk import barang modal sebagai upaya menarik investasi kedalam negeri. Ditambah dengan kebijaksanaan penjaminan kredit luar negeri oleh bank pelat merah menjadi satu paket menciptakan industri sebagai penopang ekonomi.
Karakter penguasaha kita, yang tidak mungkin dicari jalan hingga menjadi sebuah kemungkinan dengan membeli jabatan sekalipun atau biasa dikenal KKN apalagi diberi peluang seperti itu. Karakter seperti inilah yang disebut ulet, ulet dalam mencari kemudahan karena sesungguhnya sulit berhitung cost karena banyaknya "jago tembak" Â yang harus diamankan dengan uang. Sebuah keadaan yang menggambarkan sebab dan akibat, kalau kekuasaan itu sendiri tidak tertib akan diikuti ketidak tertiban dalam semua lini termasuk dalam persaingan usaha.
Para penguasaha yang bertemu pemegang keputusan  Bank pelat merah yang memiliki karekter "nrimo", siap terima bagian, tak ubahnya sebagai "calo" kredit menerima fee yang disebut  bertindak sebagai garantor kredit luar negeri itu ( sama dengan penjaminan kredit bank pelat merah untuk pengadaan kereta cepat dari China ). Ada garansi dari bank pelat merah, kredit luar negeri yang umumnya dari negara barat atau negara sahabat atau juga sering disebut sebagai negara donor  oleh Soeharto dipastikan dapat cair.Â
Umumnya kredit semacam itu diberikan dalam jangka waktu menengah dengan grace period 3 tahun hanya membayar bunga saja ditambah dengan paket kebijakan penundaan bea masuk barang modal import, cukup dengan bortougth atau dalam artian jaminan pribadi ( kalau saat ini jaminan tambahan berupa harta tak bergerak pribadi ), bermodalkan biaya provisi sudah dapat mencairkan pinjaman.
Pemberian kredit semacam ini terjadi antara akhir tahun 80 an sampai awal tahun 90 an. Salah satu yang mencuat dalam penyalah gunaan kredit semacam ini dilakukan oleh Edi Tanzil yang buron hingga saat ini. Modusnya, harga barang modal di mark up sehingga terjadi selisih harga yang diterima sebagai uang tunai bekerja sama dengan vendor dan menjadi jaminan bank adalah barang yang dibeli  melalui pembiayaan kredit itu.
Ketika terjadi krisis moneter, salah satu kebijakan yang diminta oleh IMF adalah merestrukturisasi perbankan pelat merah yang menjadi garantor kredit luar negeri dengan melakukan write off kredit luar negeri semacam itu dan dibebankan kedalam APBN termasuk juga BLBI. Sedangkan jaminan kreditnya diambil alih oleh pemerintah yang dikelola oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk dilelang. Asset jaminan yang berasal dari permainan mark up harga  tersebut  lebih tepat disebut sampah, sedangkan uang tunai yang diperoleh dari mark up harga tersebut tetap beredar diluar negeri.
Kredit luar negeri itu sudah ditalangi pemerintah melalui APBN, sedangkan uang  yang diperoleh dari modus mark up harga tersebut masih dikuasai oleh para penguasaha yang memperoleh kredit. Ditambah dengan dana BLBI, jumlahnya akan luar biasa besarnya. Uang inilah yang paling masuk akal untuk dibidik apa yang disebut ( nanti bisa terlihat pada implementasinya ) tax amnesty yaitu para pengemplang hutang itu menyerahkan sebagian uangnya yang diperlakukan sebagai "pajak" untuk menghapus semua konsekwensi hukumnya.
Jika apa yang saya ungkap diatas adalah kebenaran, tax amnesty tak lain pengampunan koruptor yang menyerahkan sebagian uang jarahannya yang diperlakukan sebagai pajak. Logikanya, pajak apa yang akan diputihkan  untuk menarik dana yang luar biasa besar dari luar negeri milik penguasaha Indonesia itu ?
Dalam politik, berbohong adalah strategi, namun jika hukum sudah dipolitisir atau diputar balik akan menimbulkan ketidak pastian hukum. Kejujuran kepada rakyat mestinya akan lebih baik dari pada membungkus sebuah strategi politik semacam itu. Harus diakui, tidak banyak publik yang memahami seluk beluk hubungan perbankan internasional sehingga ketika pemerintah mewacanakan pengampunan koruptor yang menghebohkan, judulpun diganti menjadi pengampunan pajak agar tidak mendapat tentangan publik. Apakah ini yang disebut politik nina bobok ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H