Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jessica, Korban Penyimpangan Hukum atau Pelaku?

2 Februari 2016   18:57 Diperbarui: 2 Februari 2016   20:40 1002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak bisa disangkal, media biasa digunakan oleh pengacara untuk menyampaikan pendapat dalam kasus yang ditanganinya, terlebih dalam kasus pembunuhan Mirna dimana pihak keluargapun ikut menyuarakan pendapatnya sehingga terjadi hari-hari terakhir ini media menjadi sebuah gambaran perang strategi antara publik dan kepolisian dalam mengungkap kebenaran.

Disatu sisi, media cenderung meragukan keputusan kepolisian yang menjadikan ketersangkaan Jesica dengan berbagai argumentasinya, disisi lain kepolisian dengan alasan strategi berusaha menutupi hasil penyelidikan yang menetapkan Jesica berstatus tersangka.

Warta Nasional, sebuah media online menyatakan, hasil rekaman CCTV milik Olivier Café dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) terhadap tersangka Jessica Kumala Wongso atas kasus tewasnya Wayan Mirna Salihin membuktikan bahwa Jessica Kumala tidak bersalah.Penyidik Polda Metro Jaya masih menggunakan teori klasik usang, yaitu teori segitiga kejahatan : ada korbannya, ada lokasi dan ada pelaku sebagai syarat untuk menetapkan Jessica sebagai tersangka. Mantan Hakim Asep Iwan Iriawan mengatakan kalau CCTV tidak menunjukan rekaman Jessica bunuh Mirna, bukan alat bukti namanya.

Bahkan pengacara Yudi Wibowo berulang kali menantang kepolisian untuk membuka hasil rekaman CCTV milik Olivier Café ke publik. Namun polisi tidak mau membukanya karena hasil rekamanan CCTV tidak ada bukti Jessica meracuni Mirna. Sementara, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes M. Iqbal, menegaskan pihaknya masih merahasikan rekaman CCTV dan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Jessica. “Saat ini penyidik masih fokus pada penguatan alat bukti. “Perihal BAP yang tidak diberikan kepada pengacara Jessica. Alasannya, untuk mencari bukti bukti.

Publik dapat mengikuti perkembangan kasus Mirna dari pemberitaan seperti yang sudah menjadi sebuah pressure terhadap kinerja kepolisian untuk menguak sebuah kebenaran. Tersirat dari pemberitaan tersebut bahwa penetapan Jesica sebagai tersangka belum memiliki alat bukti yang kuat atau mungkin kepolisian masih mendalami dugaan adanya pelaku lain.

Namun, apa yang disebut oleh kepolisian tidak memberikan copy BAP maupun membuka rekaman CCTV sebagai alasan strategi adalah methode penyelidikan yang umum yang merupakan sebuah cara melakukan tekanan psikologis untuk mendapat pengakuan dari tersangka yang akan menjadi bukti paling valid. 

Hal seperti ini pernah dialami oleh Karta dan Sengkon, kepolisian tidak menemukan bukti dan menjadikan pengakuan sebagai bukti yang valid sebagai dasar majelis hakim memenjarakan keduanya. Peristiwa ini mencuat tahun-tahun silam setelah pembunuh yang sebenarnya mengakui sebagai pelakunya sementara keduanya sudah mendekam beberapa tahun dalam penjara. Beberapa kasus serupa juga terjadi dilain tempat yang artinya methode penyelidikan yang dilakukan dalam kasus Mirna mengandalkan pada pengakuan.  Cara-cara inilah yang menyebabkan terjadinya kesalahan dalam keputusan yang dilakukan oleh Majelis hakim.

Sejak terjadinya kasus ini memang sudah menjadi perhatian publik yang diikuti adanya perang opini dimana sejak awal Jesica telah mendapat perhatian sebagai pihak yang diduga sebagai pelakunya sehingga menjadi pusat perhatian. Menahan Jesica adalah sebuah cara untuk membungkam karena opini berkembang tak mempercayai kinerja kepolisian yang menjadikan Jesica sebagai pihak yang paling dicurigai dalam perang opini.

Tanpa ada BAP, jelas pihak pengacara Jesica tidak dapat melakukan pembelaan karena pembelaan harus berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian yang dituangkan dalam BAP. Sebagaimana penjelasan Kabid Humas Polda Metro Jaya diatas, tidak diberikannya copy BAP sementara Jesica sudah dijadikan sebagai tersangka dengan alasan strategi justru menimbulkan banyak pertanyaan sebab hal ini sudah diatur dalam KUHAP.

Adalah  pernyataan dari Kabid Humas Polda Metro Jaya sendiri sebagai sebuah pengakuan yang sangat krusial kepada publik, seseorang dapat dijadikan sebagai tersangka karena didasarkan dugaan kuat dan strategi. Hukum memang dibuat dan diterapkan agar warga negara mematuhi kekuasaan dalam artian secara universal. Mestinya, pihak kepolisian juga harus mematuhi hukum dalam melaksanakan tugasnya. Seperti halnya tentang pemberian copy kepada pihak tersangka atau penasehat hukumnya sudah diatur dalam KUHAP untuk kepentingan pembelaan, tidak ada dalam KUHAP tidak memberikan copy BAP dengan alasan strategi.

Sebuah penanganan perkara yang menyimpang dari aturan yang ada dapat menimbulkan polemik yang berkepanjangan yang akan merusak citra penegakan hukum itu sendiri. Beberapa kasus menyangkut penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur hukum dan bahkan dilakukan juga oleh orang yang dipercaya sebagai penjaga konstitusi negara, ketua MK  terkuak oleh KPK yang cenderung ada upaya dikerdilkan.

Seolah nikmat dengan penyimpangan hukum, upaya mengkerdilkan KPK hingga upaya menggolkan pengampunan koruptor menjadikan semakin panjang daftar carut marutnya penegakan hukum.  Bahwa kepastian hukum maupun implementasinya merupakan dasar pembangunan sebuah bangsa.  Kasus pembunuhan Mirna dapatlah dijadikan sebuah representasi kinerja aparatur hukum secara umum, apakah penerapan hukum di negri kita terus menerus diwarnai oleh tindakan-tindakan yang mengarah pada kepentingan yang menimbulkan ketidak adilan.

Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh keluarga Jesica untuk mencari kebenaran kalau memang Jesica bukan pelakunya, sebaliknya kasus Karta dan Sengkon dapat dijadikan sebuah pengingat bahwa kepolisian bisa saja salah dalam menetapkan tersangka.  Yang tergambar dari kasus pembunuhan Mirna, pihak kepolisian menetapkan tersangka terlebih dahulu baru kemudian memperkuat bukti-bukti, bagaimana kalau bukti itu tidak didapatkan sementara Jesica sudah ditahan ?  Korban kedzoliman penerapan hukum atau memang pelakunya?  Keduanya mungkin saja terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun