Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kita Mau Dibawa Kemana Bapak Presiden? ( 3 )

27 Maret 2015   07:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:56 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan bangsa yang panjang dalam masa penjajahan, harus diakui mempengaruhi karakter bangsa. Bangsa penjajah mampu mengusai wilayah bangsa kita adalah sebuah fakta bangsa itu lebih maju dalam segala hal. Belajarlah kepada gurunya yang tentunya lebih pandai adalah sebuah filosofi yang dianut untuk mencari pengetahuan.

Bangsa yang maju yang menjajah bangsa kita menjadikan penguasaan ilmu pengetahuan sebagai modal untuk menguasai bangsa kita.  Dalam sitituasi tersebut, bangsa kita belajar dari para ulama yang menumbuhkan masyarakat yang relegius.  Ciri masyarakat seperti ini menjadikan ketaatan menjalankan perintah agama sebagai parameter  pandangan sosial  terhadap seseorang. Tumbuh pemimpin-pemimpin yang bersisifat konservatif  yaitu dipandang dari sudut penguasaan agamanya.  Para pemimpin semacam inilah yang memiliki pengikut untuk melawan bangsa penjajah.

Bangsa penjajah yang berpandangan sekular  harus mendatangkan ahlinya untuk mempelajari karakter bangsa Indonesia yang berkembang semacam itu. Adalah  Snouck Horgronye, seorang ahli budaya oriental didatangkan untuk mempelajari karakter bangsa Indonesia yang tujuannya tak lain untuk mempertahankan kekuasaan penjajahan.

Snouck Horgronye menjadi peletak dasar politik pemerintahan kolonial merekrut kaum pribumi dari kalangan ulama dan kaum ningrat duduk dalam pemerintahan kolonial.  Politik memanjakan kaum ulama dan kaum  ningrat   memang berhasil menjaga stabilitas kekuasaan.  Penjajahanpun memberikan pendidikan kepada anak2 para pegawai pribumi dari kalangan ulama dan ningrat untuk mengisi  struktur pemerintahan kolonial.

Agaknya penguasa kolonial tidak memperkirakan, pendidikan yang diberikan kepada kaum pribumi ini memunculkan tokoh kemerdekaan yang sekular yang pada akhirnya berperan dalam Republik Indonesia merdeka. Dalam awal kemerdekaan timbul perbedaan antara pandangaan kaum ulama yang konservatif  dan kaum terdidik barat yang liberal   yang pada akhirnya memunculkan piagam Jakarta.

Hingga saat ini, urusan agama masih menjadi urusan negara, wacana penghapusan kolom agama  pada kartu tanda penduduk ( KTP) menjadi wacana kontroversil.  Karakter yang sudah melekat itu tidak dapat dihapuskan sehingga agama juga dipakai sebagai komoditas politik.  Dinamika politik dalam Pilpres yang lalu juga kental dengan isu agama  karena ketaatan beragama sudah menjadi parameter baik buruknya seseoang dalam kehidupan sosial.

Sementara bangsa kita masih bergulat dengan karakter dan ketaatan beragama dalam dinamika politik yang sekular, bangsa yang dulu menjajah bangsa kita telah menguasai tehnologi yang lebih maju lagi.  Sadar atau tidak, sesungguhnya bangsa kita tidak dapat lepas dari penjajahan.

Sebagai bangsa yang merdeka, itu adalah fakta politiknya. Namun tidak demikian dengan fakta ekonominya.  Menurunnya nilai rupiah adalah indikatornya, kebutuhan tehnologi yang mahal menjadikan kekayaan bangsa terkuras.  Secara sederhana, untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan tehnologi, bangsa kita akan lebih banyak lagi mengeluarkan uang karena nilai itu terus terdepreasi.

Dalam lawatannya ke Jepang, media memberitakan Presiden Jokowi mendapat komitment pinjaman dari jepang sebesar 140 milyar Yen.   Bagi media, bisa saja berita tersebut sebagai sebuah keberhasilan tapi menjadi sebuah resiko ekonomi dipandang penggunaan pinjaman tersebut untuk membeli produk teknologi yang tidak kita kuasai.

Tanpa disadari, bangsa kita mendapatkan produk teknologi lebih mahal lagi karena terbeban bunga dan depresiasi. Jaminan semacam ini  adalah APBN maka ketika pinjaman jatuh tempo, rupiah yang harus dikeluarkan akan lebih besar lagi jika terus menerus terjadi depresiasi.  Hutang semacam ini menjadi  triger  merosotnya rupiah karena pada dasarnya pemerintah terikat harus membeli mata uang Yen  sebab yang diterima adalah produk teknologi.

Hanya dalam satu komitment pinjaman dengan jepang, belum pinjaman yang semacam itu dengan China, pada saat jatuh tempo akan menjadi penekan rupiah. Hukum ekonomi berlaku, mata uang negara industri akan terus menguat mengingat demand terhadap valas  makin tinggi yang menyebabkan harga semakin mahal.

Tidak penting lagi untuk mengkajinya karena kajian apapun telah tertutup oleh analisa politik karena sikap rakyat yang menuntut janji.  Sebaliknya, kekuasaan memanfaatkan karakter masyarakat dengan memberikan  janji. Kondisi demikian dikarenakan terbatsnya alokasi biaya pendidikan,pendidikan yang murah adalah classroom yang menciptakan para pemikir, sedangkan para pencipta lebih  karena otodidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun