Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Unjuk Kekuatan Sukhoi Buat Apa?

10 November 2014   08:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:11 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Insiden-insiden itu seakan memberi pesan kepada Indonesia agar jangan pernah coba-coba keluar dari cengkeraman dan pengaruh AS. Kalau mau tanpa resiko, tetaplah dengan "sahabat lama", Amerika Serikat. Dibalik pembelian pembelian pesawat tempur dan huungan bisnis dengan russia tersebut, perdagangan Indonesia yang masih didominasi negara tujuan Jepang dan negara-negara barat terus mengalami defisit. Defisit neraca perdagangan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah.

Tak ayal lagi, penurunan nilai rupiah ini akan  terus mempebesar defisit APBN oleh karena kewajiban pembayaran hutang luar negeri kepada negara2 G7 yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Berbareng dengan unjuk kekuatan udara tersebut, pemerintah Jokowi mulai melirik Tiongkok sebagai mitra strategis.  Rusia dan China berpandangan ketidak seimbangan perdagangan dunia saat ini terjadi karena peran dominan Bank Dunia dan IMF. Kedua lembaga yang bermarkas di Washington dan sengaja dikendalikan secara politik oleh AS justru menciptakan negara miskin dan negara gagal yang jumlahnya terus bertambah.

Bagi Indonesia, tidak gampang melepaskan diri dari tarik menarik antara dua kekuatan. Multi krisis dimensional yang menerpa Indonesia sejak tahun 1998, semakin memperparah posisi Indonesia. Akan tetapi untuk masuk di dalam pertarungan kedua kekuatan kemudian ikut berperan, juga sama sulitnya. Untuk sementara, satu-satunya yang bisa dilakukan Indonesia adalah mencermati arah pertarungan kedua kekuatan kemudian mencari posisi yang sesuai dengan kemampuan Indonesia. Tapi lagi-lagi kembali, ini juga tidak mudah dilakukan sebab politik didalam negeri Indonesia saat inipun terbelah, satu sisi berkiblat kepada Prabowo Subianto, disisi lain berkiblat kepada pemenang pilpres.

Dapat dikatakan, dunia saat ini sudah menuju Perang Dingin baru yang disebut sebagai Perang Dingin Ekonomi. Perang Dingin Ekonomi antara lain ditandai oleh pembentukan blok ekonomi baru oleh lima negara: Brasil, Rusia, India, China dan South Africa (Afrika Selatan) untuk menandingi Blok G7.

Banyak negara menghindari ancaman perang dingin ekonomi ini dimana negara Blok G7 masih menguasai keuangan dunia melalui WB dan IMF. Tak lepas dari ingatan, Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent (LoI) IMF pada tanggal 15 Januari 1998 di Jl. Cendana Jakarta,  disaksikan oleh Managing Director IMF Michel Camdessus  sambil berkacak pinggang dan senyum kemenangan. Setelah penandatanganan LoI itu. media-media nasional dan internasional menyiarkan berita dengan judul: “Soeharto tunduk pada IMF, salah satu pilar Kapitalisme Global“, disertai foto kepongahan Bos IMF yang berdiri disamping Soeharto  yang selama ini sebagai figur “petunjuk” orang sekelilingnya oleh karena dinilai mampu mendapat "bantuan" besar2an dari negara sahabat blok barat.

Secara formal, pemerintah Indonesia sudah melepaskan diri dari susuan IMF dengan dalih perbaikan ekonomi pada era pemerintahan SBY silam. Namun bukan berarti masalah itu sudah selesai, warisan pemerintahan SBY mewarisi hutang luar negeri yang tak main-main besarnya, lebih dari 3300 triliun rupiah. Salah satu penyebab timbulnya defisit APBN oleh karena jadual pembayaran hutang yang jatuh tempo, tak ada cara lain, hutang tersebut harus dibayar.

Belum genap seumur jagung pemerintahan Presiden Jokowi, pada acara yang dihadiri 170 pengusaha Indonesia dan 150 pengusaha China , telah ditandatangani 12 Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama di berbagai sektor seperti logistik, transportasi, pertambangan, energi, industri gula tebu dan kawasan industri. Kesepakatan kerjasama ini menimbulkan beragam spekulasi, sebab  kerjasama seperti ini lebih dalam pemasaran produk barang modal.  Artinya, Indonesia tetap sebagai negara tujuan pelemparan produk hasil industri negara tersebut dengan pembayaran seperti halnya leasing kendaraan namun digaransi oleh pemerintah.

Harus kita lihat dalam kacamata hubungan politik yang berkesinambungan, pengadaan pesawat tempur produk rusia hanya salah satu jawaban ketidak sediaan Indonesia bergantung kepada Amerika Serikat sebagaimana dipertujukan pemerintah sebelumnya namun dengan konsekwensi ( hal paling pahit ) tidak ada rescheduling  pembayaran pinjaman hutang. Walaupun demikian, jawaban menghadapi persoalan defisit APBN dengan menghapus subsidy BBM  boleh dikatakan sebagai crash program sebab tanpa perbaikan neraca perdagangan, tekanan terhadap rupiah tidak terhindarkan.  Sebab, penghapusan subsidy BBM hanyalah mengalihkan beban kepada rakyat, bukan memangkas import BBM.

Jebakan batman, itulah istilah yang digunakan oleh para politisi menilai APBN 2015, kebijakan luar negeri yang harus menunjukkan sebagai bangsa mandiri, bebas dan aktif namun faktanya hutang luar negeri telah mengikat ekonomi Indonesia, salah langkah dalam menyikapi percaturan politik dunia, hutang itu dapat digunakan untuk melumpuhkan ekonomi Indonesia seperti peristiwa 1998.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun