Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Unjuk Kekuatan Sukhoi Buat Apa?

10 November 2014   08:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:11 770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Runtuhnya tembok berlin 25 tahun silam merupakan babak baru berakhirnya perang ideologi antara Uni soviet dan Amerika Serikat. Amerika Serikat sebagai penganut ideologi liberal dan kapitalis semakin mengukuhkan diri sebagai kekuatan superpower paska  runtuhnya kekuatan ekonomi soviet yang berhaluan komunis yang saat  itu menguasai Jerman Timur. Saat ini, hanya Russia yang merupakan salah satu negara dari  20 negara pecahan Uni Soviet masih memegang peran cukup penting, terutama dalam bisnis persenjataan dan tehnologi sebagai pesaing Amerika Serikat.

Dalam beberapa hal, Indonesia masih memiliki ketergantungan dengan Amerika Serikat, baik dalam perdagangan maupun persenjataan. Berbeda dengan Orde Lama,Indonesia menjelma menjadi kekuatan militer yang sangat diperhitungkan dengan persenjataan dari Uni Soviet yang komunis,sedangkan pada  masa Orde Baru, peralatan militer Indonesia tergantung dari produk Amerika Serikat  yang mengedepakan liberalisasi dan kapitalis. Antek-antek kolonialis, begitulah Presiden Sukarno menyebut negara-negara sekut Amerika Serikat.  Namun, peristiwa G 30 S PKI telah membalikkan sejarah Indonesia sebagai garda terdepan anti komunisme dengan tap MPR no 25 selama 32 tahun dibawah kekuasaan Suharto. Kini sejarah kelam itu mulai dipetanyakan seiring normalisasi hubungan diplomatik dengan China sejak pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid.

Dibalik penggunaan produk persenjataan tersebut, Indonesia sesungguhnya tak terlepas dari pengaruh perang ideologi tersebut.Rusia sendiri kini sudah tidak lagi menjadikan komunisme sebagai ideologinya. Semua agama yang di era Uni Sovyet dilarang, kini bebas dipeluk oleh warga Rusia. Pemimpin Rusia dan elit di negara itu mengakui keberadaan Tuhan. Pengambilan sumpah jabatan oleh pemimpin Rusia disaksikan oleh pemuka agama dan menggunakan kitab suci. Sedangkan Indonesia yang saat ini kembali menggunakan persenjataan dari negara bekas blok Uni Soviet, melihat perkembangan ideologi di Russia tersebut seharusnya dapat dipahami hubungan antara Indonesia dan Russia sebagai hubungan bisnis.

Berakhirnya Perang Dingin berdampak positif bagi umat manusia didunia, setidaknya dunia terhindar dari Perang Nuklir. Perang pemusnah manusia ini didefinisikan sebagai pertarungan antar bangsa. Sebab semua negara, termasuk yang Non-Blok pun diperkirakan akan berkelompok ke salah satu blok. Kini, yang dihadapi bukanlah senjata nuklir pemunah massal, namun kemiskinan akibat dari perang ekonomi yang dapat menyulut ketidak puasan sesama anak bangsa.  Bibit2 radikalisme mulai mengembangkan sel-selnya yang hanya dapat diberantas dengan kemapanan.

Namun demikian bukan berarti Indnesia tidak membutuhkan persenjataan yang modern, tidak lama setelah Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI pada 2001, Indonesia memutuskan membeli pesawat tempur buatan Rusia (Uni Sovyet). Yang dipilih jet tempur Sukhoi. Keputusan ini didukung oleh alasan yang sangat kuat. Keputusan ini merupakan bentuk lain dari kekecewaan Indonesia atas embargo militer AS pada Indonesia yang berkepanjangan. Pada saat embargo itu diberlakukan, Indonesia hanya mengandalkan jet tempur F-16 buatan General Dynamics, AS. Tetapi akibat embargo tersebut maka skwadron tempur F-16 yang mengalami kerusakan, tidak bisa diperbaiki. Suku cadang yang hanya bisa dibeli pada produsen AS itu, tidak dibolehkan untuk dijual ke Indonesia.

Pesawat buatan Russia inilah yang agaknya mulai unjuk kekuatan dengan memaksa mendarat pesawat2 penyusup yang merupakan pesawat sipil namun gaungnya lebih luar biasa. Sebaliknya, dalam penguasaan kelautan, walaupun kekuatan laut telah dimodernisasi yang mengundang protes Singapura atas  penamaan KRI Usman Harun, Susi Pudjiastuti, menteri kelautan dan perikanan sangat prihatin dengan pengerukan kekayaan laut yang masih dilakukan oleh nelayan asing.

Unjuk kekuatan ini dapat dimaknai merupakan bentuk lain dari kekecewaan Indonesia atas embargo militer AS pada Indonesia yang berkepanjangan. Kekuatan armada tempur F-16 Indonesia pun terus melemah dan mengecil. Negara tetangga mulai meremehkan Indonesia. Pernah terjadi sebuah pesawat F-16 yang mengalami kerusakan di Indonesia oleh otoritas AS diminta untuk diperbaiki di AS. F-16 itu pun diterbangkan ke AS. Tetapi sesampai disana, pesawat itu disarankan untuk diperbaiki di Korea Selatan. Maka pesawat itupun dibawa ke Korea Selatan. Di negara ginseng itu, pesawat bisa diperbaiki. Sayangnya, biaya perbaikannya melebihi harga sebuah pesawat baru jenis yang sama. Indonesia semakin dirugikan.

Tapi bukan  hanya  itu yang menjadi masalah utama, setelah diperbaiki dengan biaya super mahal, pesawat F-16 itu akhirnya tidak diizinkan oleh AS untuk diterbangkan kembali ke Indonesia. Pemerintah khususnya kalangan militer Indonesia merasa dipermainkan oleh AS. Tetapi dengan posisi tawar Indonesia yang sangat lemah menyebabkan Indonesia tidak bisa memprotes apalagi memaksa AS.

Entah secara kebetulan atau memang sengaja dibangun,pengadaan pesawat tempur itu dari Russia kemudian berkembang dalam bisnis produk pesawat komersial oleh perusahaan swasta Indonesia. Dalam sebuah penerbangan  promosi pengenalan pesawat komersial Sukhoi Super Jet 110,pesawat ini mengalami kecelakaan menabrak Gunung Salak. Spekulasipun merebak, kurang dari seminggu setelah kecelakaan tersebut, sejumlah media di Moskow melaporkan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh sabotase. Dan pihak yang dituding media Moskow sebagai penyabot adalah personil tentara AS yang bekerja di Pangkalan TNI AU, Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur.

Sukses dalam kerja sama pengadaan jet tempur dan jet komersil, Indonesia kemudian mengembangkan bisnis lainnya. Peluncuran Satelit Telkom 3, juga dilakukan oleh roket Rusia, Proten-M. Entah secara kebetulan atau semata-mata disebabkan oleh kesalahan manusiawi, ikatan bisnis Indonesia dan Rusia dalam pembelian pesawat jet dan komersil serta peluncuran Satelit Telkom 3, ketiga-tiganya diwarnai oleh kecelakaan ataupun insiden. Pada 2011, sejumlah teknisi pesawat jet tempur Sukhoi yang bertugas melakukan asembling semua peralatan yang diperlukan armada jet Shukoi, meninggal secara misterius di Pangkalan Udara TNI AU, Makassar, Sulawesi Selatan.

Penjelasan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah RI dan Rusia menyebutkan bahwa kematian para tehnisi Shukoi tersebut karena meneguk minuman keras jenis vodka, di atas batas normal. Sekalipun demikian, kecurigaan bahwa mereka meninggal akibat faktor lain - seperti dibunuh oleh lawan bisnis, tetap saja menjadi buah bibir masyarakat.

Insiden-insiden itu seakan memberi pesan kepada Indonesia agar jangan pernah coba-coba keluar dari cengkeraman dan pengaruh AS. Kalau mau tanpa resiko, tetaplah dengan "sahabat lama", Amerika Serikat. Dibalik pembelian pembelian pesawat tempur dan huungan bisnis dengan russia tersebut, perdagangan Indonesia yang masih didominasi negara tujuan Jepang dan negara-negara barat terus mengalami defisit. Defisit neraca perdagangan ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan melemahnya nilai tukar rupiah.

Tak ayal lagi, penurunan nilai rupiah ini akan  terus mempebesar defisit APBN oleh karena kewajiban pembayaran hutang luar negeri kepada negara2 G7 yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Berbareng dengan unjuk kekuatan udara tersebut, pemerintah Jokowi mulai melirik Tiongkok sebagai mitra strategis.  Rusia dan China berpandangan ketidak seimbangan perdagangan dunia saat ini terjadi karena peran dominan Bank Dunia dan IMF. Kedua lembaga yang bermarkas di Washington dan sengaja dikendalikan secara politik oleh AS justru menciptakan negara miskin dan negara gagal yang jumlahnya terus bertambah.

Bagi Indonesia, tidak gampang melepaskan diri dari tarik menarik antara dua kekuatan. Multi krisis dimensional yang menerpa Indonesia sejak tahun 1998, semakin memperparah posisi Indonesia. Akan tetapi untuk masuk di dalam pertarungan kedua kekuatan kemudian ikut berperan, juga sama sulitnya. Untuk sementara, satu-satunya yang bisa dilakukan Indonesia adalah mencermati arah pertarungan kedua kekuatan kemudian mencari posisi yang sesuai dengan kemampuan Indonesia. Tapi lagi-lagi kembali, ini juga tidak mudah dilakukan sebab politik didalam negeri Indonesia saat inipun terbelah, satu sisi berkiblat kepada Prabowo Subianto, disisi lain berkiblat kepada pemenang pilpres.

Dapat dikatakan, dunia saat ini sudah menuju Perang Dingin baru yang disebut sebagai Perang Dingin Ekonomi. Perang Dingin Ekonomi antara lain ditandai oleh pembentukan blok ekonomi baru oleh lima negara: Brasil, Rusia, India, China dan South Africa (Afrika Selatan) untuk menandingi Blok G7.

Banyak negara menghindari ancaman perang dingin ekonomi ini dimana negara Blok G7 masih menguasai keuangan dunia melalui WB dan IMF. Tak lepas dari ingatan, Presiden Soeharto menandatangani Letter of Intent (LoI) IMF pada tanggal 15 Januari 1998 di Jl. Cendana Jakarta,  disaksikan oleh Managing Director IMF Michel Camdessus  sambil berkacak pinggang dan senyum kemenangan. Setelah penandatanganan LoI itu. media-media nasional dan internasional menyiarkan berita dengan judul: “Soeharto tunduk pada IMF, salah satu pilar Kapitalisme Global“, disertai foto kepongahan Bos IMF yang berdiri disamping Soeharto  yang selama ini sebagai figur “petunjuk” orang sekelilingnya oleh karena dinilai mampu mendapat "bantuan" besar2an dari negara sahabat blok barat.

Secara formal, pemerintah Indonesia sudah melepaskan diri dari susuan IMF dengan dalih perbaikan ekonomi pada era pemerintahan SBY silam. Namun bukan berarti masalah itu sudah selesai, warisan pemerintahan SBY mewarisi hutang luar negeri yang tak main-main besarnya, lebih dari 3300 triliun rupiah. Salah satu penyebab timbulnya defisit APBN oleh karena jadual pembayaran hutang yang jatuh tempo, tak ada cara lain, hutang tersebut harus dibayar.

Belum genap seumur jagung pemerintahan Presiden Jokowi, pada acara yang dihadiri 170 pengusaha Indonesia dan 150 pengusaha China , telah ditandatangani 12 Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama di berbagai sektor seperti logistik, transportasi, pertambangan, energi, industri gula tebu dan kawasan industri. Kesepakatan kerjasama ini menimbulkan beragam spekulasi, sebab  kerjasama seperti ini lebih dalam pemasaran produk barang modal.  Artinya, Indonesia tetap sebagai negara tujuan pelemparan produk hasil industri negara tersebut dengan pembayaran seperti halnya leasing kendaraan namun digaransi oleh pemerintah.

Harus kita lihat dalam kacamata hubungan politik yang berkesinambungan, pengadaan pesawat tempur produk rusia hanya salah satu jawaban ketidak sediaan Indonesia bergantung kepada Amerika Serikat sebagaimana dipertujukan pemerintah sebelumnya namun dengan konsekwensi ( hal paling pahit ) tidak ada rescheduling  pembayaran pinjaman hutang. Walaupun demikian, jawaban menghadapi persoalan defisit APBN dengan menghapus subsidy BBM  boleh dikatakan sebagai crash program sebab tanpa perbaikan neraca perdagangan, tekanan terhadap rupiah tidak terhindarkan.  Sebab, penghapusan subsidy BBM hanyalah mengalihkan beban kepada rakyat, bukan memangkas import BBM.

Jebakan batman, itulah istilah yang digunakan oleh para politisi menilai APBN 2015, kebijakan luar negeri yang harus menunjukkan sebagai bangsa mandiri, bebas dan aktif namun faktanya hutang luar negeri telah mengikat ekonomi Indonesia, salah langkah dalam menyikapi percaturan politik dunia, hutang itu dapat digunakan untuk melumpuhkan ekonomi Indonesia seperti peristiwa 1998.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun