Runtuhnya tembok berlin 25 tahun silam merupakan babak baru berakhirnya perang ideologi antara Uni soviet dan Amerika Serikat. Amerika Serikat sebagai penganut ideologi liberal dan kapitalis semakin mengukuhkan diri sebagai kekuatan superpower paska  runtuhnya kekuatan ekonomi soviet yang berhaluan komunis yang saat  itu menguasai Jerman Timur. Saat ini, hanya Russia yang merupakan salah satu negara dari  20 negara pecahan Uni Soviet masih memegang peran cukup penting, terutama dalam bisnis persenjataan dan tehnologi sebagai pesaing Amerika Serikat.
Dalam beberapa hal, Indonesia masih memiliki ketergantungan dengan Amerika Serikat, baik dalam perdagangan maupun persenjataan. Berbeda dengan Orde Lama,Indonesia menjelma menjadi kekuatan militer yang sangat diperhitungkan dengan persenjataan dari Uni Soviet yang komunis,sedangkan pada  masa Orde Baru, peralatan militer Indonesia tergantung dari produk Amerika Serikat  yang mengedepakan liberalisasi dan kapitalis. Antek-antek kolonialis, begitulah Presiden Sukarno menyebut negara-negara sekut Amerika Serikat.  Namun, peristiwa G 30 S PKI telah membalikkan sejarah Indonesia sebagai garda terdepan anti komunisme dengan tap MPR no 25 selama 32 tahun dibawah kekuasaan Suharto. Kini sejarah kelam itu mulai dipetanyakan seiring normalisasi hubungan diplomatik dengan China sejak pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid.
Dibalik penggunaan produk persenjataan tersebut, Indonesia sesungguhnya tak terlepas dari pengaruh perang ideologi tersebut.Rusia sendiri kini sudah tidak lagi menjadikan komunisme sebagai ideologinya. Semua agama yang di era Uni Sovyet dilarang, kini bebas dipeluk oleh warga Rusia. Pemimpin Rusia dan elit di negara itu mengakui keberadaan Tuhan. Pengambilan sumpah jabatan oleh pemimpin Rusia disaksikan oleh pemuka agama dan menggunakan kitab suci. Sedangkan Indonesia yang saat ini kembali menggunakan persenjataan dari negara bekas blok Uni Soviet, melihat perkembangan ideologi di Russia tersebut seharusnya dapat dipahami hubungan antara Indonesia dan Russia sebagai hubungan bisnis.
Berakhirnya Perang Dingin berdampak positif bagi umat manusia didunia, setidaknya dunia terhindar dari Perang Nuklir. Perang pemusnah manusia ini didefinisikan sebagai pertarungan antar bangsa. Sebab semua negara, termasuk yang Non-Blok pun diperkirakan akan berkelompok ke salah satu blok. Kini, yang dihadapi bukanlah senjata nuklir pemunah massal, namun kemiskinan akibat dari perang ekonomi yang dapat menyulut ketidak puasan sesama anak bangsa. Â Bibit2 radikalisme mulai mengembangkan sel-selnya yang hanya dapat diberantas dengan kemapanan.
Namun demikian bukan berarti Indnesia tidak membutuhkan persenjataan yang modern, tidak lama setelah Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI pada 2001, Indonesia memutuskan membeli pesawat tempur buatan Rusia (Uni Sovyet). Yang dipilih jet tempur Sukhoi. Keputusan ini didukung oleh alasan yang sangat kuat. Keputusan ini merupakan bentuk lain dari kekecewaan Indonesia atas embargo militer AS pada Indonesia yang berkepanjangan. Pada saat embargo itu diberlakukan, Indonesia hanya mengandalkan jet tempur F-16 buatan General Dynamics, AS. Tetapi akibat embargo tersebut maka skwadron tempur F-16 yang mengalami kerusakan, tidak bisa diperbaiki. Suku cadang yang hanya bisa dibeli pada produsen AS itu, tidak dibolehkan untuk dijual ke Indonesia.
Pesawat buatan Russia inilah yang agaknya mulai unjuk kekuatan dengan memaksa mendarat pesawat2 penyusup yang merupakan pesawat sipil namun gaungnya lebih luar biasa. Sebaliknya, dalam penguasaan kelautan, walaupun kekuatan laut telah dimodernisasi yang mengundang protes Singapura atas  penamaan KRI Usman Harun, Susi Pudjiastuti, menteri kelautan dan perikanan sangat prihatin dengan pengerukan kekayaan laut yang masih dilakukan oleh nelayan asing.
Unjuk kekuatan ini dapat dimaknai merupakan bentuk lain dari kekecewaan Indonesia atas embargo militer AS pada Indonesia yang berkepanjangan. Kekuatan armada tempur F-16 Indonesia pun terus melemah dan mengecil. Negara tetangga mulai meremehkan Indonesia. Pernah terjadi sebuah pesawat F-16 yang mengalami kerusakan di Indonesia oleh otoritas AS diminta untuk diperbaiki di AS. F-16 itu pun diterbangkan ke AS. Tetapi sesampai disana, pesawat itu disarankan untuk diperbaiki di Korea Selatan. Maka pesawat itupun dibawa ke Korea Selatan. Di negara ginseng itu, pesawat bisa diperbaiki. Sayangnya, biaya perbaikannya melebihi harga sebuah pesawat baru jenis yang sama. Indonesia semakin dirugikan.
Tapi bukan  hanya  itu yang menjadi masalah utama, setelah diperbaiki dengan biaya super mahal, pesawat F-16 itu akhirnya tidak diizinkan oleh AS untuk diterbangkan kembali ke Indonesia. Pemerintah khususnya kalangan militer Indonesia merasa dipermainkan oleh AS. Tetapi dengan posisi tawar Indonesia yang sangat lemah menyebabkan Indonesia tidak bisa memprotes apalagi memaksa AS.
Entah secara kebetulan atau memang sengaja dibangun,pengadaan pesawat tempur itu dari Russia kemudian berkembang dalam bisnis produk pesawat komersial oleh perusahaan swasta Indonesia. Dalam sebuah penerbangan  promosi pengenalan pesawat komersial Sukhoi Super Jet 110,pesawat ini mengalami kecelakaan menabrak Gunung Salak. Spekulasipun merebak, kurang dari seminggu setelah kecelakaan tersebut, sejumlah media di Moskow melaporkan bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh sabotase. Dan pihak yang dituding media Moskow sebagai penyabot adalah personil tentara AS yang bekerja di Pangkalan TNI AU, Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur.
Sukses dalam kerja sama pengadaan jet tempur dan jet komersil, Indonesia kemudian mengembangkan bisnis lainnya. Peluncuran Satelit Telkom 3, juga dilakukan oleh roket Rusia, Proten-M. Entah secara kebetulan atau semata-mata disebabkan oleh kesalahan manusiawi, ikatan bisnis Indonesia dan Rusia dalam pembelian pesawat jet dan komersil serta peluncuran Satelit Telkom 3, ketiga-tiganya diwarnai oleh kecelakaan ataupun insiden. Pada 2011, sejumlah teknisi pesawat jet tempur Sukhoi yang bertugas melakukan asembling semua peralatan yang diperlukan armada jet Shukoi, meninggal secara misterius di Pangkalan Udara TNI AU, Makassar, Sulawesi Selatan.
Penjelasan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah RI dan Rusia menyebutkan bahwa kematian para tehnisi Shukoi tersebut karena meneguk minuman keras jenis vodka, di atas batas normal. Sekalipun demikian, kecurigaan bahwa mereka meninggal akibat faktor lain - seperti dibunuh oleh lawan bisnis, tetap saja menjadi buah bibir masyarakat.