. Â
Artinya, "Haram dinikah sebab susuan apa yang haram dinikah sebab nasab." (Muttafaq 'Alaih)
10. Ibu dari istri, atau ibu mertua. Baik dari jalur nasab maupun dari jalur susuan.
11. anak tiri perempuan, yaitu anak perempuan istri dari laki-laki lain, dimana istri tersebut sudah disetubuhi oleh bapak tiri anak tersebut. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan frasa ayat: "Wa rabibukumul lati fi hujrikum" (Dan anak-anak tiri perempuan kalian yang ada dalam perawatan kalian), kata fi hujrikum dengan makna yang ada dalam perawatan kalian, ini hanya membahasakan kebiasaan anak tiri hidup bersama ibu kandungnya sementara ibu kadungnya hidup bersama dan bapak tiri anak tersebut. Artinya meskipun anak tiri perempuan itu tidak hidup bersamanya dan tidak dirawatnya, maka tetap haram dinikah.
12. Istri anak, atau menantu perempuan dari anak kandung. Bukan dari anak angkat.
13. Saudara perempuan istri baik dari jalur nasab mauun jalur susuan. Khusus untuk saudara istri perempuan ini keharaman menikahinya bersifat sementara, yaitu haram menikahi keduanya dalam satu waktu. Bila sedang menjadi suami salah satunya maka haram menikahi lainnya, dan sebaliknya.
Imam As-Suyuthi menjelaskan, ada dua orang yang disamakan dengan saudara perempuan istri dalam hal tidak boleh dinikah dalam satu waktu, yaitu saudara perempuan dari ayah istri dan saudara perempuan dari ibu istri. Bila sedang menjadi suami dari istri maka haram menikahi kedua orang tersebut, dan sebaliknya. Hal ini berdasarkan hadits:
 : : .
 Artinya, "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: sungguh Nabi saw  bersabda: "Tidak boleh mengumpulkan antara seorang perempuan dan saudara perempuan ayahnya dan antara seorang perempuan dan saudara perempuan ibunya dalam satu pernikahan (sama-sama menjadi istri dalam satu waktu)." (Muttafaq 'Alaih)
Inilah 13 muharramtun nis atau wanita yang haram dinikah, kecuali yang pernah terjadi pada masa Jahiliyah tempo dulu sebelum turun ayat-ayat dan hadits yang melarangnya. (Jalluddn Al-Mahalli dan Jalluddn As-Suythi, Tafsrul Jallain pada Hsyiyyatus Shwi 'al Tafsril Jallain, [Beirut, Darul Fikr: 1424 H/2004 M], juz I, halaman 281-282); (As-Shawi, 1424 H/2004 M: I/278); dan (Sulaiman bin Umar Al-Jamal, Al-Futhtul Ilhiyyah bi Taudhhi Tafsril Jallain, [Beirut, Dr Ihy'it Turtsil 'Arabi: tth.], juz I, halaman 370-371). Wallhu a'lam.
Â
Jakarta,17 mei 2024
Kemil Albian