Kongres Sosialis Dunia
Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang pada saat itu menjadikan Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia :
"Suatu tindakan internasional besar semestinya diorganisir disaat  hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota disaat waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Prancis.", dalam kongres tersebut disampaikan.
Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang di peringati kaum buruh.
HARI BURUH di INDONESIA
Masa Kolonial Hindia Belanda
Pada masa kolonial Hindia Belanda merupakan awal dari sejarah Hari Buruh Indonesia. Dimana peringatan tersebut diawali oleh Serikat Buruh Kung Tang Hwee pada tanggal 1 Mei 1918. Diketahui melalui tulisan Adolf Baars, seorang pakar sosialis Belanda. Ia mempersoalkan harga sewa tanah yang terlalu murah bila ingin di jadikan perkebunan milik kaum buruh.
Tidak hanya itu, Adolf Baars juga mengatakan bahwa upah yang di dapatkan kaum buruh tidak sesuai, dengan kerja keras. Adolf, juga mengkritik sistem kepemilikan pabrik gula yang ada di Jawa. Bukan pertama kalinya di Hindia Belanda, melakukan perayaan ini, namun di Asia baru pertama kalinya menggadakan perayaan ini.
Namun penduduk lokal masih banyak yang belum berminat pada perayaan ini. Pada tahun 1921, HOS Tjokroaminoto dan muridnya, serta soekarno berpidato mewakili suara dari serikat buruh yang di bawah pengaruh Sarekat Islam.
Setelah 2 tahun, pada 1923, peringatan hari buruh terpanjang dimasa kolonial terjadi. Setelah 1 Mei, pekerja kereta api mengalami pemotongan gaji. Pekerja kereta api menjalankan aksi mogok kerja dan berhasil memutuskan hubungan, tetapi pihak kereta api memberi ancaman akan dipecat apa bila mereka tidak segera kembali untuk bekerja.
Setelah 3 tahun, pada 1926, peringatan adanya hari buruh dihapuskan. Pemerintahan Hindia Belanda bersiaga karena terdengar kabar akan terjadi perlawanan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) namun gagal. Hari Buruh tidak dirayakan kembali, dan itulah akhir sejarah adanya Hari Buruh dimasa kolonial.