Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Tentang Festival Makan Daging Anjing di Yulin (Tanggapan)

15 Juli 2015   15:45 Diperbarui: 15 Juli 2015   15:45 486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya ingin menanggapi sebuah tulisan terkait komentar saya pada Kompasiana [ http://www.kompasiana.com/njlien/china-s-dog-eating-festival-dari-sudut-pandang-mana-kamu-menilai_55a4e7d4b49373a409dadf67 ], hanya saja saya pikir akan terlalu panjang menjabarkan komentar saya tersebut pada 'lapak'nya; jadi saya rasa akan lebih efektif jika saya membuat artikel baru saja pada blog pribadi saya sendiri—Itung-itung menambah satu judul dan mungkin bisa menambah 'perbendaharaan' orang yang selalu penasaran tentang pemikiran saya (narsis di lapak sendiri boleh dong ^_^).

[caption caption="Batu penyembelihan hewan milik suku Inca, Ekuador. Image: Cayambe/commons.wikimedia.org"][Batu penyembelihan hewan milik suku Inca, Ekuador. Image: Cayambe/commons.wikimedia.org]

Beberapa sumber kutipan dari "media luar" pun saya kutip ulang, diambil dari artikelnya:

***Dikutip dari change.org- "Tak terhitung banyaknya nyawa anjing yang dikorbankan setiap tahunnya untuk memenuhi tradisi brutal yang telah berlangsung bertahun-tahun. Ini saatnya untuk mengakhiri kisah mengerikan ini. Di Festival kejam ini, orang-orang akan menikmati kelezatan hotpot daging anjing. Membunuh anjing dengan terlebih dahulu menggantung tubuhnya dan memadukannya dengan minuman beralkohol. Festival ini meningkatkan penculikan anjing liar dan hewan peliharaan, dan juga meningkatkan penangkapan dan penyiksaan yang tak manusiawi di peternakan daging anjing, tempat di mana sahabat terbaik manusia dibesarkan untuk tujuan tersebut. Ribuan anjing akan menderita, disembelih, dipukuli sampai mati, dikuliti hidup-hidup dan dimakan. Waktu terus berjalan dan pembunuhan anjing besar-besaran itu diperkirakan akan diadakan dari tahun ke tahun. Kita harus bersatu dan mengangkat suara, tidak hanya untuk menyelamatkan nyawa makhluk hidup tapi juga membawa harapan bagi kemanusiaan. Untuk menjadi bagian dari dunia yang penuh kasih di mana kita semua bisa bersama-sama menyuarakan dan membela semua makhluk hidup yang tidak bersalah, bukan hanya manusia. Jika kita berpaling dan mengabaikan ajakan/permohonan bantuan dari hewan ini, maka kita benar-benar telah berpaling dari nilai-nilai kemanusiaan."

***Dikutip dari Liputan6.com- "Seorang perempuan asal Tiajin, Tiongkok, rela menempuh perjalanan lebih dari seribu mil untuk menyelamatkan anjing yang akan disembelih untuk Dog Eating Festival di Yulin. Yang Xiaoyu, perempuan berusia 65 tahun ini tiba-tiba menjadi sorotan masyarakat di sebuah pasar di Yulin. Ia pun tak segan menghabiskan sekitar 7000 yuan atau setara dengan Rp 15 juta untuk membeli lebih dari seratus anjing dari penjual hewan di pasar."

Saya tidak mengutip argumen artikelnya secara keseluruhan, karena yang jadi pokok pemikirannya bisa diterima dan saya menghargai pendapat tersebut, terlebih mikir akan sia-sia tenaga pula. Saya juga setuju alasan latar belakangnya, karena beberapa dari banyak ras (atau negara-negara) di dunia mempunyai tradisinya masing-masing. Kalau di Indonesia, menghangatkan tubuh mungkin cukup dengan wedang jahe. Kalau di negara barat menggunakan bir sebagai penghangat, meski memang beresiko kecanduan alkohol.

Dari reply komentar saya, mungkin Hok Liong Souw berpikir bahwa saya menentang? Sebenarnya, Antara Ya dan Tidak. Saya sendiri kadang berkomentar ringan dan tak terlalu menanggapi dalam-dalam akan suatu topik. <<-- Maafkan saya, tapi kalimat sebelumnya ini (sesungguhnya) adalah pembenaran saat telmi. Alias belum terpikir pada saat itu. Tapi biarlah kita sejenak berselancar di berita dunia maya dan beberapa fakta dulu. Beberapa waktu lalu juga muncul berita penyembelihan kerbau untuk ritual Hindu di Nepal [ tautan ] . Kabar berita ini pertama saya ketahui bukan dari media online tersebut melainkan dari situs lain (Kompas.com—yang baru saja saya ingat saat menulis artikel ini). Tapi memang benar bahwa tautan media online Hidayatullah tersebut lebih menarik bagi saya saat saya menemukannya pada peringkat atas di mesin pencarian Google, saat saya mencari sumber untuk me-reply balasan komentar yang ditujukan untuk saya pada halaman Kompasiana tersebut. Mengapa? Karena saya pikir media khas dengan "nama muslim" tersebut juga mempunyai Hari berkurban yaitu Idul Adha, disamping ingin melihat argumennya juga.

Saya tidak bermaksud untuk membenturkan lintas-agama dan lintas-etnis berbau SARA yang berpotensi konflik—apalagi saya juga 1/2 malas membicarakan dan berdebat soal Agama—terlebih sepertinya saya pikir saya sendiri bakal masuk neraka ketimbang sebaliknya. Namun masing-masing tentunya mempunyai alasan tertentu dan bisa saya pahami. Entah apa tujuan pemuatan berita dalam media khas muslim tersebut, tapi sejauh ini saya pikir dan menurut saya itu adalah HANYA untuk pengetahuan lintas negara saja, sama halnya media berita online lainnya. Dimana namanya yang memang dari komunitas muslim tersebut juga tidak saya anggap itu adalah "sesuatu banget" dalam memuat berita tersebut, toh nantinya juga akan sama saja jika berita ini dimuat di "Media Nasrani". Yang berbeda tentunya pendapat dan pemikiran masing-masing kan? Yang digarisbawahi oleh media tersebut mungkin adalah cara menyembelihnya. Mohon maaf jika pengamatan saya meleset.

Saya sendiri tidak keberatan akan penggunaan daging anjing untuk makanan sejauh itu diternakkan, seperti halnya kambing atau sapi atau lainnya (hewan yang lazim dikembangbiakkan) yang khusus UNTUK DIMAKAN. Jadi jika memang umat tersebut mengembangbiakkannya sendiri untuk dimakan ya silakan saja. Begitupun yang saya pahami dari kutipan yang saya tandai BOLD di atas: "...di peternakan daging anjing...". Hal ini menjadi lain jika menyangkut tentang kalimat sebelumnya: "Festival ini meningkatkan penculikan anjing liar dan hewan peliharaan..."

Saya jujur ikut menandatangani petisi tersebut. Yang menjadi poin saya dalam menyetujui petisi Change.org ini adalah adanya keterangan kalimat (kalau tidak salah dari yang saya ingat): "bahwa dari sekian jumlah anjing tersebut banyak diantaranya yang dicuri dari tuannya." << yang juga terdapat sekilas pada kalimat "Festival ini meningkatkan penculikan anjing liar dan hewan peliharaan" di atas. Penculikan. Pencurian! Saya tak keberatan dengan anjing liar juga ditangkap, tapi kalau beresiko silahkan tanggung sendiri (bukankah penyakit ebola juga dari hewan Gorilla yang tidak umum dimakan?). Tapi soal tanggung-menanggung ini adalah masalah serius karena kita hidup di dunia adalah berdampingan. Pokoke jangan menulari dan meracuni saya dan sekitar saya saja beres.

Saya dan keluarga pernah memelihara ayam dan kelinci untuk dibesarkan dan dipelihara di kandang, hanya sebagai hewan piaraan... bukan untuk dimakan. Tetapi satu saat ada yang mencuri hewan tersebut untuk entah apa tujuannya, sewaktu didapati pencurinya ya diomeli sekuat-kuatnya! Bahkan untuk menyembelih saja tak tega, meski kadang kala juga diambil telurnya. Meski begitu saya bukan anti-daging ayam dan kelinci. Saya juga bukan anti-daging kuda.

Masyarakat Tiongkok merupakan masyarakat dengan populasi terbesar di dunia (mencapai 1 M populasi hanya di negaranya saja). Mungkin jumlahnya bisa berlipat dua jika kita menghitung etnis Tionghoa yang tersebar di berbagai negara—jumlah pastinya saya tak tahu, silakan cek sendiri karena saya sekali lagi tak bertujuan rasis. Bagaimana jika melihat bahwa tradisi ini dari ratusan tahun lalu? Tergantung juga. Seberapa besar populasi anjing, seberapa besar populasi manusia. Apakah jumlah populasi mereka ratusan tahun lalu mencapai semilyar orang? Apakah jumlah populasi anjing ratusan tahun lalu bisa memenuhi kebutuhan manusianya? Jika mereka kekurangan daging anjing hingga mencuri peliharaan orang lain untuk dimakan, terlebih itu tergolong jenis langka... Ya itu artinya Anda punya masalah serius, Bray!

Tidak terhitung pula populasi hiu yang menyusut gegara penyiapan hidangan hisit sirip hiu di meja makan. Tak ada etnis selain ini yang bisa menyusutkan populasi hiu yang tertangkap liar. Bahkan kabarnya, hiu tersebut hanya diambil siripnya kemudian dilepaskan kembali. Kabar baiknya, ada penjinakan dan penangkaran hiu dari acara TV yang pernah saya tonton. Jadi, relatif aman lah di kemudian harinya. Entah pula jika mereka masih berburu yang liar demi sekedar mengenyangkan perut.

Bahwa hiu itu hewan buas tentunya tak menjadi alasan kuat untuk diberangus. Karena di kehidupan laut, dia ikut menjaga rantai makanan pula. Tak hanya kepada China saja, Jepang pun dikecam terkait pembunuhan ngawur terhadap lumba-lumbanya [ tautan ].

Di TV pun telah sering dijumpai adanya penyelundupan berbagai hewan ke negeri China. Diantaranya adalah trenggiling [ tautan ]  atau landak [ tautan ]. Terkait uang atau apapun, nampaknya kebutuhan China akan berbagai sumber daya alam memang besar. Kegemaran mereka akan kuliner hewan sungguh jos! Entah pula jika hewan-hewan tersebut diternak. Tapi harusnya sih NO WAY bila hewan-hewan tersebut ditangkap besar-besaran dari alam. Atau dicuri dari berbagai kandang pemeliharanya. Bagaimana tidak panik akan keseimbangan alam negeri Indonesia sendiri jika sumber daya alam negara ini dikuras untuk disetor ke negara lain? Ada guyonan dari teman Tionghoa saya dari komunitas pada suatu milis bertahun-tahun lalu: "Sayangilah hewan, karena mereka rasanya enak." Dimana ini memang pas menggambarkan keanekaragaman kuliner hewan di negeri China, atau khususnya pada etnis Tionghoa.

Di masa lalu, populasi kelinci Australia pernah membeludak hingga menanduskan padang rumput yang membuat pemerintah Australia perlu memagari padang rumput tersebut—seperti yang saya baca pada salah satu buku dari seri Pustaka Life. Menurut saya sih... kalau sudah populasi berlebih begini, dijadikan sate daging kelinci agaknya bisa menjadi solusi. Kan enak tuh, ketimbang dibiarkan merusak. Nyatanya, di Australia pun ular juga banyak dijumpai. Tapi mengapa kelinci-kelinci tersebut tumbuh sangat pesat, padahal ular juga menyukai daging kelinci [ tautan ].

Di Indonesia sendiri, burung merpati juga sering masuk ke dalam penggorengan, meski di negara lainnya memelihara dia sebagai hewan peliharaan (pet). Di masa lalu, burung ini juga berguna sebagai pengantar surat (merpati pos). Artinya, mereka juga bisa dilatih; meski bukan untuk semua jenisnya. Di alun-alun Kota Malang, saya suka memberi makan mereka jika mendekati saat melepaskan ketegangan dengan duduk-duduk santai. Di tempat ini, Anda bisa menemui pegupon (rumah merpati) beserta puluhan ekornya yang jinak-jinak. Tentang merpati goreng ini sendiri, rasanya tak ada masalah pula bila populasinya terjaga. Asal—sekali lagi—jangan mencuri hewan piaraan milik orang lain.

Kembali ke soal anjing, saya malah berpikir kalau mereka bisa banyak membantu manusia bila dilatih ketimbang hewan lainnya. Seekor anjing pernah dikabarkan menuntun orang buta [ tautan ]. Tak terhitung jasa mereka dalam membantu kepolisian, menjadi teman orang sakit, dan menjadi sahabat terbaik manusia. Rasanya mereka akan lebih berguna jika hidup ketimbang hanya mati dan menjadi santapan [ tautan 1 ]  [ tautan 2 ] [ tautan 3 ]. Yang kontroversial adalah saat melihat fotonya dikuliti hidup-hidup [ tautan ], yang membuat saya teringat suaranya ketika memelas. Meski saya juga sering menjumpai kepiting atau kerang yang direbus hidup-hidup—tapi masa lalu dan latar belakang saya membuat saya lebih dekat dengan anjing. Soal pembunuhan ini, saya juga miris melihat depot ikan gurame dengan barisan ikan yang terlihat masih berenang-renang di akuarium saat di meja sebelahnya terjadi pembantaian teman-temannya. Saya pikir, mereka melihatnya.

Kembali ke anjing; Saya sendiri tak pernah makan daging anjing. Saya hanya pernah mendengar kenalan saya makan daging anjing—juga pernah mendengar anjing liar yang ditangkap untuk disembelih dari teman saya tadi. Dan soal daging anjing ini, saya sama sekali tak tertarik untuk memakannya pula. Apalagi mengikuti festival makan daging anjing seperti di Yulin.

 

 

***************

 

Artikel ini tayang perdana pada blog pribadi saya (webid.webid). Tau 'kan mengapa? Karena pengeditan di sana tidak perlu masuk daftar tunggu, selalu lancar jaya pengeditannya saat dibutuhkan dan hasil edit bisa langsung 'on the fly' tanpa adanya delay.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun