Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[SRINTIL] Jalan-jalan Sendiri

24 Agustus 2014   19:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:41 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu senyap suasana di pendopo; semua mata tertuju pada ki Paito. Menanti jabaran kisah berikutnya.

“Berbulan-bulan dia tak berkata-kata, namun memakan dan meminum apa yang saya tawarkan…”

Kemudian ki Paito membungkam sembari menghela nafas dalam.

“Akhirnya dia tiba-tiba bicara pada suatu hari, bilang kalau dia hanya sendiri. Saya lalu mengajaknya bicara lagi. Tapi rupanya pikirannya masih sangat terguncang hingga saya menghentikan rasa ingin tahu saya…”

Hening sejenak.

“…Srintil mengucapkan terima kasih kepada saya. Katanya saya orang yang baik. Dia diganggu banyak makhluk tak kasat mata yang berusaha mempengaruhinya. Mereka berbisik-bisik kepada Srintil. Kadang gaduh dan berteriak-teriak pula seperti suara orang-orang pasar. Katanya salah satunya menuduh sosok lain adalah setan. Tapi beberapa sosok yang berbisik-bisik itu berkata dia adalah Tuhan. Memang membingungkan, dan memperkeruh pemikiran Srintil. Srintil mengaku sampai berteriak-teriak karena tak tahan. Salah satu sosok itu berkata keras kepada Srintil, bahwa dia akan bahagia dan diampuni dosa-dosanya bila mampu berjalan ke puncak gunung di selatan dari tempat kami dengan telanjang.”

“Pemikiran Srintil yang grusa-grusu membutuhkan perhatian lebih. Kadang saya mengajaknya ke sawah untuk sekedar membuatnya beroleh kesibukan dan pengalaman yang lain, supaya tidak jenuh mengurus rumah. Meski pekerjaan itu dia lakukan dengan sukarela. Dia tidak menolak. Tapi dia masih bicara kalau terus dibisiki oleh sesuatu ini… hingga akhirnya suatu saat Srintil bertanya, ‘Apakah saya ingin melihatnya bahagia?’ “

Ki Paito diam sejenak. Kemudian balas memandang tatapan warga dengan menatap mereka satu persatu. Lalu berpaling ke arah lain.

“Dia seperti putri saya sendiri. Sepertinya usianya juga lebih tua tak jauh berbeda selisihnya dengan putri saya. Dan berbulan-bulan saya melihatnya sayu, dengan senyum yang dipaksakan. Tatapannya juga sering menerawang…”

” ‘…Kenapa kamu bicara begitu, nduk…?’ Saya waktu itu bertanya karena tak habis pikir, tentu saja saya ingin.”

” ‘…Bapak seperti orangtua saya yang baik…’, dia bilang begitu kepada saya dengan halus sekali…”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun