Mohon tunggu...
F. I. Agung Prasetyo
F. I. Agung Prasetyo Mohon Tunggu... Ilustrator - Desainer Grafis dan Ilustrator

Cowok Deskomviser yang akan menggunakan Kompasiana untuk nulis dan ngedumel...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Saya dan Kebun Binatang Surabaya

22 September 2014   20:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:56 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[Dieksekusi dari Posting Saya dan Ay Mahening di FB]*

Seberapa sering kita mengunjungi kebun binatang? Sekali setahun? Sepuluh kali setahun? Mungkin bisa jadi malah akan setiap hari jika kita menyewa lapak untuk jualan disana ^_^ atau jadi petugas yang bekerja di sana. KBS (Kebun Binatang Surabaya) yang berita kebun binatangnya terkenal karena kematian satwanya, mau tak mau harus berjibaku agar menarik pengunjung, dikarenakan di Jawa Timur saat ini ada beberapa tempat wisata yang berbasis "galeri satwa", misalnya saja yang terkenal adalah Taman Safari yang terletak di Pandaan. Salah satu lainnya adalah 'Mini Zoo' yang terintegrasi dengan Puluhan jenis kucing di Wisata Bahari Lamongan dan Gua Maharaninya. Yang lain, beberapa orang kini ada yang mempunyai koleksi satwa yang lumayan banyak di rumahnya, terlepas dari ilegal atau tidaknya. Jadi kalau di rumah terasa bagai kebun binatang, ngapain juga ke kebun binatang?

Ada guyonan di masyarakat yang sering ditemui di sekitar saya, misalnya dengan dialog berikut ini:
Si Polan    : "Arepe nang endi ning?" (Mau kemana, mbak?)
Si Polin     : "Arep Nang Bonbin cak..." (Ke kebun binatang, mas)
Si Polan    : "Lapo nang Bonbin? Madakno rupo tah?" (Ngapain ke kebun binatang? Mau mbandingin wajah ya?)
Si Polin     : "Iki lho... Ngeterno anakku ndelok karo numpak gajah... Njaluk de'e" (Ini lho... mengantar anakku melihat dan menunggang gajah, dia memintanya)

Adanya guyonan di masyarakat bahwa kalau kita ke kebun binatang hanya untuk "madakno rupo" (= membandingkan/menyamakan wajah—terutama dengan monyet) mungkin mengisyaratkan bahwa kegiatan mengunjungi kebun binatang adalah kegiatan yang 'nggak penting-penting amat'. Sepele. Hanya saja anehnya, mereka ikut berang (marah—kalau 'berang-berang' jadinya 'marah-marah' ^^) ketika ada kematian satwa yang beruntun di sana. Dasar manusia ora umum...

Bagaimanapun, memelihara hewan tidak seperti memelihara pohon yang lebih mudah. Bila jumlah pengunjung minim, tentunya juga berpengaruh dengan pendapatan yang akan digunakan untuk pemeliharaan satwa. Ketika dicoba dengan tiket gratis masuk KBS beberapa waktu lalu (dalam rangka  HUT Kota Surabaya), ternyata antusiasme pengunjung sangat membludak dan menyebabkan beberapa area jalan protokol terpaksa digunakan untuk area parkir untuk kendaraan yang meluber (banyak pula yang berasal dari luar kota Surabaya). Ternyata mereka suka wisata yang gratisan. Atau mungkin, jatah uang mereka habis untuk keperluan lain, sehingga tak ada jatah untuk liburan. Alhasil, mungkin sebagian dari mereka menunggu ada kesempatan 'gratis berwisata' kebun binatang berikutnya ^_^.

[caption id="attachment_325014" align="aligncenter" width="420" caption="Iguana Koleksi Mini Zoo, Lamongan-Jawa Timur"][/caption]

[caption id="attachment_325015" align="aligncenter" width="420" caption="Satu dari sekian banyak serangga awetan di Wisata Bahari Lamongan"]

14113672441419679219
14113672441419679219
[/caption]

Ada pula warga Surabaya dan sekitarnya yang akan merasa lebih 'modern' atau 'bergengsi' bila pernah ke Taman Safari atau taman satwa yang lain ketimbang ke KBS. Secara pribadi, saya memang merasakan hal baru ketika sempat berkunjung Mini Zoo di Lamongan dibanding KBS. Ini adalah masalah variasi penataan dan rute yang harus ditempuh pengunjung untuk melihat beberapa koleksi hewan. Kontur sekitar Mini Zoo yang berbukit/naik-turun mungkin menawarkan hal yang lain meski saya merasakan capek berkeliling dibandingkan dengan berkeliling di kontur "tanah datar" di KBS (ini karena saya suka berkeliling di kontur lahan yang naik turun berbukit-bukit). Ada tempat dimana pengunjung dapat melihat hewan dari atas di KBS, seperti kolam yang dulunya berisi ikan duyung tapi entah kini kosong, yang mestinya bisa diganti ikan/mamalia air lain.

Tapi penasaran juga, apa agenda saya ke kebun binatang?
Kebun binatang akan menjadi acuan pertama untuk anak TK atau anak sekolah di jenjang lain di Surabaya yang ingin mempelajari dan melihat tingkah polah satwa. Mereka bisa melihat satu satwa di depannya sepuasnya (bisa sampai Kebun Binatangnya tutup ^_^) sampai ke detilnya. Lain halnya jika di Taman Safari yang mengharuskan kendaraan berjalan. Saya kebetulan bertemu dengan serombongan anak-anak TK ini (beserta gurunya dong) yang lalu sibuk mengerumuni saya yang sibuk melenturkan jari-jari menggambar sepasang burung. Bagaimanapun, kekakuan muncul di tangan bila lama tidak corat-coret sesuatu, jadi saat itu saya terpikir untuk mengunjungi kebun binatang saja. Anak-anak mungil yang lucu-lucu ini tak menyadari waktu mereka mengerumuni saya ini mereka menghalangi pandangan saya untuk menggambar burung di sangkarnya. Ketika itu saya mengambil tempat yang rendah di tempat yang agak jauh yang saya harap bebas dari gangguan orang yang lalu-lalang, namun posisi anak-anak TK ini membelakangi sangkar. Nggak sampai hati saja untuk membuat mereka menjauh walau secara halus. Yah, cuman ngomong, "Ibu gurunya nunggu lho dik"... sambil senyum jaim ke anak-anak TK dan melirik gurunya yang berjilbab mengamati anak-anak asuhnya dari jarak 10 meteran. Sambil berharap juga si burung tak ganti posisi. Namun anak TK ini malah menganggap saya bukan orang asing bagi mereka (mengingat nasihat ibu saya waktu kecil supaya hati-hati dengan orang asing).

[caption id="attachment_325013" align="aligncenter" width="420" caption="Kadal Komodo dan Burung Julang Emas, hasil coret-coret saya ^^"]

1411366813796453241
1411366813796453241
[/caption]

Mereka lalu tanya sambil cekikikan dan lenggak-lenggok kaki, "Nggambar yang itu ya?"
Saya jawab saja, "Iya... nanti di sekolah nggambar burung itu ya dik..." Mereka pun senyum malu-malu khas anak-anak TK. Sekian waktu berikutnya, mereka masih bertahan mengerubung dan mengamati gambar saya sambil sesekali melihat saya yang tentunya susah untuk mengambil sisi detil dari burung itu. Saya pikir, karena yang saya lakukan sedikit berhubungan dengan keseharian mereka yang juga sering corat-coret di kelas, mungkin mereka melihat gambar saya sebagai acuan untuk cara gambar mereka sendiri pula nantinya.

Hal yang sangat berbeda ketika di dekat mereka juga ada orang yang memotret dengan kamera digital lalu mengamati foto hasilnya. Mereka tak bereaksi pada yang seperti itu. Dan nampaknya mereka akan lebih lama lagi mengerubungi saya kalau ibu gurunya yang berjilbab tak mengajak mereka untuk berkeliling lagi. Syukurlah pula ketika sang burung tak beranjak dari posenya setelah sekian lama. Anak-anak memang penuh rasa ingin tahu.

Saya pernah mendapati ada event lomba menggambar dengan tema tertentu yang diadakan oleh sebuah toko buku terkenal di sebuah mall. Saya pikir, tampaknya lomba sejenis harus sering diadakan di kebun binatang pula untuk mendorong anak-anak lebih mencintai hewan. Dan tentunya akan menggiring orang tuanya atau pun pengantar anak-anak itu untuk mengunjungi taman satwa ini. Atau dicari cara yang lain yang lebih kreatif untuk menggantikan musik hingar-bingar di sisi lain KBS yang membuat suasana menjadi tidak teduh lagi tanpa kehilangan daya tarik; Saya yang sejatinya menyukai berbagai jenis musik pun merasa terganggu atas kehadiran musik sebising itu disana. Sebagaimana manusia, makhluk hidup seperti hewan juga bisa stres.

Beberapa waktu lalu, saya mendapati sebuah protes seorang warga di Surabaya pada kolom pembaca harian Surya, mengingat harga tanda masuk yang terlalu mahal. "Kalau di Ragunan Jakarta hanya 5.000,-, mengapa tanda masuk KBS Surabaya sebesar 15.000,-?" Saya tak tahu alasan pastinya... semoga mungkin bukan karena di Jakarta banyak alternatif wisata, sehingga harganya jadi dibanting. Padahal, kematian satwa juga jarang terdengar di Ragunan Jakarta. Mungkin juga ada ketakutan stafnya kalau ada sesuatu yang tidak beres pada Ragunan, maka telinga mereka masing-masing akan dijewer Presiden secara langsung. hehe...

Terlepas dari itu semua, pada dasarnya Kebun binatang juga bisa menjadi acuan pertama untuk menggambar satwa bagi mereka yang menggeluti ilustrasi atau animasi. Salah satu alasannya, karena habitat asli hewan yang semakin sempit dan terkepung peradaban manusia, disamping harus adanya persiapan yang kompleks. Sebagaimana diberitakan, Disney/Pixar memboyong krunya ke rimba Amazon dalam pembuatan film animasi "UP" untuk mempelajari gerak-gerik hewan dan lingkungannya. Kita juga bisa menemui buku impor karya seorang ilustrator yang membuat buku album corat-coret dari perjalanannya di kebun binatang di negaranya (yang biasa digunakan sebagai acuan bagi ilustrator muda). Saat ini, ada lebih dari 6 lembaga tinggi (termasuk universitas) yang mempunyai kurikulum Komunikasi Visual/Grafis dan menjadi acuan di Surabaya. Saat saya dulu (awal tahun 2000-an), hanya ada dua acuan utama untuk masuk jurusan Deskomvis. Jika ada banyak kekisruhan yang terjadi yang mengakibatkan terbengkalai atau ditutupnya KBS, maka bisa jadi para mahasiswa Deskomvis ini akan merujuk wahana wisata koleksi fauna yang lain.

*************************************************

Disclaimer:

Tulisan ini berisi ide untuk event menggambar untuk anak-anak tentang dunia fauna; meski mirip dan telah diaplikasikan kepada anak-anak dalam kegiatan seni lukis pada kegiatan budaya seperti pada artikel reportase ini... tapi sebenarnya tulisan ini hampir selesai dibuat sebelum reportase tersebut, hanya saja saya harus mengeditnya sedikit-sedikit supaya bisa dibaca dengan tenang dan tanpa berkernyit dahi seperti membaca reportase event Mpu Tantular tersebut. hehe...^^

Semua gambar adalah hasil jepretan/corat-coret saya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun