Hal yang sangat berbeda ketika di dekat mereka juga ada orang yang memotret dengan kamera digital lalu mengamati foto hasilnya. Mereka tak bereaksi pada yang seperti itu. Dan nampaknya mereka akan lebih lama lagi mengerubungi saya kalau ibu gurunya yang berjilbab tak mengajak mereka untuk berkeliling lagi. Syukurlah pula ketika sang burung tak beranjak dari posenya setelah sekian lama. Anak-anak memang penuh rasa ingin tahu.
Saya pernah mendapati ada event lomba menggambar dengan tema tertentu yang diadakan oleh sebuah toko buku terkenal di sebuah mall. Saya pikir, tampaknya lomba sejenis harus sering diadakan di kebun binatang pula untuk mendorong anak-anak lebih mencintai hewan. Dan tentunya akan menggiring orang tuanya atau pun pengantar anak-anak itu untuk mengunjungi taman satwa ini. Atau dicari cara yang lain yang lebih kreatif untuk menggantikan musik hingar-bingar di sisi lain KBS yang membuat suasana menjadi tidak teduh lagi tanpa kehilangan daya tarik; Saya yang sejatinya menyukai berbagai jenis musik pun merasa terganggu atas kehadiran musik sebising itu disana. Sebagaimana manusia, makhluk hidup seperti hewan juga bisa stres.
Beberapa waktu lalu, saya mendapati sebuah protes seorang warga di Surabaya pada kolom pembaca harian Surya, mengingat harga tanda masuk yang terlalu mahal. "Kalau di Ragunan Jakarta hanya 5.000,-, mengapa tanda masuk KBS Surabaya sebesar 15.000,-?" Saya tak tahu alasan pastinya... semoga mungkin bukan karena di Jakarta banyak alternatif wisata, sehingga harganya jadi dibanting. Padahal, kematian satwa juga jarang terdengar di Ragunan Jakarta. Mungkin juga ada ketakutan stafnya kalau ada sesuatu yang tidak beres pada Ragunan, maka telinga mereka masing-masing akan dijewer Presiden secara langsung. hehe...
Terlepas dari itu semua, pada dasarnya Kebun binatang juga bisa menjadi acuan pertama untuk menggambar satwa bagi mereka yang menggeluti ilustrasi atau animasi. Salah satu alasannya, karena habitat asli hewan yang semakin sempit dan terkepung peradaban manusia, disamping harus adanya persiapan yang kompleks. Sebagaimana diberitakan, Disney/Pixar memboyong krunya ke rimba Amazon dalam pembuatan film animasi "UP" untuk mempelajari gerak-gerik hewan dan lingkungannya. Kita juga bisa menemui buku impor karya seorang ilustrator yang membuat buku album corat-coret dari perjalanannya di kebun binatang di negaranya (yang biasa digunakan sebagai acuan bagi ilustrator muda). Saat ini, ada lebih dari 6 lembaga tinggi (termasuk universitas) yang mempunyai kurikulum Komunikasi Visual/Grafis dan menjadi acuan di Surabaya. Saat saya dulu (awal tahun 2000-an), hanya ada dua acuan utama untuk masuk jurusan Deskomvis. Jika ada banyak kekisruhan yang terjadi yang mengakibatkan terbengkalai atau ditutupnya KBS, maka bisa jadi para mahasiswa Deskomvis ini akan merujuk wahana wisata koleksi fauna yang lain.
*************************************************
Disclaimer:
Tulisan ini berisi ide untuk event menggambar untuk anak-anak tentang dunia fauna; meski mirip dan telah diaplikasikan kepada anak-anak dalam kegiatan seni lukis pada kegiatan budaya seperti pada artikel reportase ini... tapi sebenarnya tulisan ini hampir selesai dibuat sebelum reportase tersebut, hanya saja saya harus mengeditnya sedikit-sedikit supaya bisa dibaca dengan tenang dan tanpa berkernyit dahi seperti membaca reportase event Mpu Tantular tersebut. hehe...^^
Semua gambar adalah hasil jepretan/corat-coret saya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H