Mohon tunggu...
indra saputra
indra saputra Mohon Tunggu... Musisi - Social Media Enthusiast

Orang yang senang menulis, dan senang dengan dunia Media Sosial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rehat Sore: Hoaks Ambulans Suplai Batu, Saat Polisi Hilang Kesadaran Realitas

27 September 2019   18:30 Diperbarui: 27 September 2019   18:48 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Indonesia tengah berupaya menangani tingginya penyebaran hoaks di media sosial seiring dengan tingginya pengguna media sosial. Penanganan tersebut dilakukan berbagai cara baik dengan upaya hukum ataupun sosial dan pendidikan agar hoaks bisa ditekan.

Hoaks bisa menimpa siapa saja, baik perorangan maupun intitusi. Seiring perkembangan zaman di era teknologi informasi, produsen hoaks tumbuh subur. Hal itu bisa terjadi karena keterbukaan informasi. Seseorang dapat mengakses informasi tersebut tanpa mengenal batasan usia, waktu atau ruang. 

Generasi digital native dipandang rentan terhasut digital hoaks yang disebarkan melalui media sosial untuk bersikap radikal dan intoleran.

Namun bagaimana jika institusi penegak hukum yang seharusnya menjaga dan mengayomi masyarakat dari paparan hoaks?

Baru-baru ini, bahkan institusi penegak hukum bertindak ceroboh yang menyebarkan informasi yang dinilai hoaks melalui akun media sosial.

Dalam akun media sosial milik Polda Metro Jaya di akun Twitter official @TMCPoldaMetro, menyebarkan penangkapan ambulans yang membawa batu dan bensin untuk menyuplai para pendemo.

Dalam akun tersebut akun itu mengunggak video beserta foto ambulans yang tengah digerebek petugas kepolisian, sekitar pukul 02.17 WIB. Ambulan tersebut menurut akun itu, berisi batu dan bensin yang diduga untuk molotov di dekat Gardu Tol Pejompongan Jl. Gatot Subroto, Pejompongan Jakarta Pusat.

Akun tersebut kontan dibanjiri komentar netizen. Ada yang mendukung unggahan itu, sementara sejumlah akun lain meragukan apa yang diposting oleh akun tersebut. Bahkan sejumlah netizen mempertanyakan visual batu yang diangkut ambulans tersebut.

Tak berapa lama, setelah pihak kepolisian melakukan pendalama, Polda Metro Jaya mengklarifikasi soal temuan ambulans milik PMI dan Pemprov DKI Jakarta yang disebut membawa batu dan bensin.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, batu yang ditemukan aparat di dalam ambulans adalah milik perusuh yang berlindung di dalam mobil.

"Intinya yang viral di medsos memang ada anggota Brimob yang melakukan pengamanan dilempari batu perusuh. Perusuh itu pun membawa alat-alat ini. Batu. Mencari perlindungan dengan masuk ke mobil membawa batu dan petasan masuk ke dalam mobil bawa dus," ujarnya di Polda Metro Jaya, Kamis 26 September 2019.

"Jadi anggapan Brimob disana di duga mobil itu digunakan oleh perusuh. Padahal bukan. Perusuh yang mencari perlindungan masuk mobil dengan bawa alat-alat ini ada batu, bom molotov, seperti ini. Jadi clear ya tidak ada masalah apa-apa," kata Argo menambahkan.

Menanggapi cuitan akun resmi polisi tersebut, pakar keamanan Siber, Pratama Persadha, Polda Metro Jaya bisa termasuk penyebaran hoaks.

"Itu akun Polda termasuk penyebar hoaks sebenarnya," kata Pratama saat dikonfirmasi Antara di Jakarta, Kamis, 26 September 2019.

Pada prinsipnya, kata dia, semua pihak bisa menjadi penyebar atau memproduksi hoaks, baik sengaja maupun tidak disengaja. Jika disengaja, bisa terjadi karena ada penyediaan informasi yang kurang baik sehingga terjadi kesalahan informasi atau missinformasi.

"Seharusnya akun aparat kepolisian tidak bertindak layaknya 'buzzer' politik," katanya.

Menurutnya, sebelum akun @TMCPoldaMetro mengunggah postingan itu, ada akun buzzer yang mengunggah video tersebut. Jika akun resmi tersebut mengambil konten dari akun buzzer, jelas hal tersebut sangat berbahaya.

Menurut Pratama, mekanisme konten yang diunggah harus melewati jalur yang jelas. Kalaupun informasi itu didapat dari sesama aparat kepolisian, bisa ditelusuri.

Sejumlah bukti menunjukkan betapa dahsyatnya hoaks yang melanda sebuah kawasan. Seperti halnya konflik yang terjadi di negara lain seperti Suriah yang dipandang sebagaian pakar sebagai akibat dari kuatnya hoaks yang beredar.

Bahkan baru-baru ini di dalam negeri, Papua diguncang hoaks dan menimbulkan sejumlah konflik yang berakibat pada kerugian dari semua kalangan.

Dari Krisis Realitas kembali pada Kesadaran Realitas

Hoaks sejatinya bukan barang baru, dia ada di setiap fase kehidupan. Hoaks kaitannya dengan berita palsu pernah muncul dan menggemparkan publik di Amerika Serikat. Salah satu contoh historis adalah "Great Moon Hoax" tahun 1835, di mana New York Sun menerbitkan serangkaian artikel tentang penemuan kehidupan di bulan.

Dalam hal, terdapat dua kategori hoaks. Pertama kategori umum, informasi yang tersebar dalam masyarakat tidak melalui kaidah-kaidah jurnalistik atau yang biasa disebut dengan informasi dalam pengertian umum. Kedua informasi dalam bentuk berita yang memang sudah tersaji dalam bentuk berita melalui kaidah-kaidah jurnalistik atau mirip dengan hal itu. 

Biasanya, informasi dalam bentuk pertama tersebar melalui media sosial yang tidak diketahui sumber penyebar informasi tersebut. Sementara bentuk kedua, tersebar dalam laman-laman situs berita media online. 

Urgensi dari dua kategori umum tersebut terletak pada kesengajaan dalam membuat sebuah informasi yang menyesatkan masyarakat. Mempersempit ruang penyebar informasi tersebut dalam ranah media (jurnalistik) menjadi sangat penting, karena salah satu acuan informasi yang dibuat dengan melalui proses kaidah jurnalistik berpijak pada fakta atau kenyataan. Sehingga sangat mudah untuk melacak kebenaran fakta-fakta yang disuguhkan.

Hoaks dalam era kekinian dan kesinian menjadi persoalan krusial yang harus segera diatasi demi keberlangsungan negara agar tak memunculkan konflik. Dalam tinjaun filsafat, persoalan hoaks jika dikaitkan dengan proses berpikir (memahami) seseorang, akan memunculkan beragam pandangan.

Filsafat sejatinya merupakan ilmu yang mengajarkan bagaimana seseorang memandang sebuah realitas (wujud) dan bagaimana kualitas-kualitas wujud sehingga dengan pemahaman kita, mampu mendapatkan realitas yang hakiki. Karena terkadang, manusia mempersepsi sesuati yang dianggap realitas sejatinya bukanlah realitas.

Sehingga dengan filsafat secara ontologis, manusia dapat membedakan realitas yang sejati dan mana realitas yang tidak sejati. Pembahasan ontologi menurut filsuf Persia Mulla Sadra, merupakan kunci dalam menyelesaikan persoalan mendasar kehidupan manusia. DaIam pembahasan ini menganalisis realitas, pembagian dan hubungan satu realitas dengan ralitas lainnya.

Ontologi dalam pandangan filsuf muslim, dikenal pula ilmu yang membahas metaflsika atau induk semua ilmu. Ontologi merupakan kunci untuk mendedah pertanyaan paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat mendasar dan menentukan nasib akhir manusia serta kebahagiaan dan kemalangan abadinya.

Jika meminjam istilah Descartes, filsuf ternama dari Prancis yang terkenal dengan "Cogito ergo sum", ungkapan itu bisa diartikan "aku berpikir maka aku ada". Maksudnya adalah kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang mutlak ada dan secara pasti diyakini adalah keberadaan diri seseorang. Keberadaan dan bahkan kebenaran bisa dibuktikan berpikir. Kecenderungan pikiran yang meragukan sesuatu dapat memancing seseorang untuk mencari kebenaran sebuah informasi.

Untuk itu, dalam pencarian kebenaran, hal pertama yang harus dilakukan adalah meragukan semua hal. Dengan keraguan tanpa batas tersebut, pada satu titik, Descartes hanya meyakini bahwa dirinya sedang meragukan sesuatu.

Dapat disimpulkan bahwa hoaks yang kini tengah menjamur di masyarakat digital, karena keyakinan yang berjalan mendahului fakta atau sebuah realitas. Masyarakat, bahkan dalam kasus ambulans, kepolisian cenderung meyakini apa yang ada dalam pikiran pengelola akun sosial media dalam bentuk data sebagai fakta.

Soal data dan fakta, polisi justru bertolak belakang dengan hoaks dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Dalam proses tersebut pihak kepolisian justru memisahkan apa yang dianggap data sebagai fakta. Untuk itu, jika menemukan data pihak kepolisian secara langsung akan melakukan kroscek data tersebut dengan realitas eksternal (fakta) di lapangan. Namun dalam kasus ambulans polisi justru menyebar data dan bukan fakta ke media sosial.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun