Dalam hal, terdapat dua kategori hoaks. Pertama kategori umum, informasi yang tersebar dalam masyarakat tidak melalui kaidah-kaidah jurnalistik atau yang biasa disebut dengan informasi dalam pengertian umum. Kedua informasi dalam bentuk berita yang memang sudah tersaji dalam bentuk berita melalui kaidah-kaidah jurnalistik atau mirip dengan hal itu.Â
Biasanya, informasi dalam bentuk pertama tersebar melalui media sosial yang tidak diketahui sumber penyebar informasi tersebut. Sementara bentuk kedua, tersebar dalam laman-laman situs berita media online.Â
Urgensi dari dua kategori umum tersebut terletak pada kesengajaan dalam membuat sebuah informasi yang menyesatkan masyarakat. Mempersempit ruang penyebar informasi tersebut dalam ranah media (jurnalistik) menjadi sangat penting, karena salah satu acuan informasi yang dibuat dengan melalui proses kaidah jurnalistik berpijak pada fakta atau kenyataan. Sehingga sangat mudah untuk melacak kebenaran fakta-fakta yang disuguhkan.
Hoaks dalam era kekinian dan kesinian menjadi persoalan krusial yang harus segera diatasi demi keberlangsungan negara agar tak memunculkan konflik. Dalam tinjaun filsafat, persoalan hoaks jika dikaitkan dengan proses berpikir (memahami) seseorang, akan memunculkan beragam pandangan.
Filsafat sejatinya merupakan ilmu yang mengajarkan bagaimana seseorang memandang sebuah realitas (wujud) dan bagaimana kualitas-kualitas wujud sehingga dengan pemahaman kita, mampu mendapatkan realitas yang hakiki. Karena terkadang, manusia mempersepsi sesuati yang dianggap realitas sejatinya bukanlah realitas.
Sehingga dengan filsafat secara ontologis, manusia dapat membedakan realitas yang sejati dan mana realitas yang tidak sejati. Pembahasan ontologi menurut filsuf Persia Mulla Sadra, merupakan kunci dalam menyelesaikan persoalan mendasar kehidupan manusia. DaIam pembahasan ini menganalisis realitas, pembagian dan hubungan satu realitas dengan ralitas lainnya.
Ontologi dalam pandangan filsuf muslim, dikenal pula ilmu yang membahas metaflsika atau induk semua ilmu. Ontologi merupakan kunci untuk mendedah pertanyaan paling penting yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat mendasar dan menentukan nasib akhir manusia serta kebahagiaan dan kemalangan abadinya.
Jika meminjam istilah Descartes, filsuf ternama dari Prancis yang terkenal dengan "Cogito ergo sum", ungkapan itu bisa diartikan "aku berpikir maka aku ada". Maksudnya adalah kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang mutlak ada dan secara pasti diyakini adalah keberadaan diri seseorang. Keberadaan dan bahkan kebenaran bisa dibuktikan berpikir. Kecenderungan pikiran yang meragukan sesuatu dapat memancing seseorang untuk mencari kebenaran sebuah informasi.
Untuk itu, dalam pencarian kebenaran, hal pertama yang harus dilakukan adalah meragukan semua hal. Dengan keraguan tanpa batas tersebut, pada satu titik, Descartes hanya meyakini bahwa dirinya sedang meragukan sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa hoaks yang kini tengah menjamur di masyarakat digital, karena keyakinan yang berjalan mendahului fakta atau sebuah realitas. Masyarakat, bahkan dalam kasus ambulans, kepolisian cenderung meyakini apa yang ada dalam pikiran pengelola akun sosial media dalam bentuk data sebagai fakta.
Soal data dan fakta, polisi justru bertolak belakang dengan hoaks dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Dalam proses tersebut pihak kepolisian justru memisahkan apa yang dianggap data sebagai fakta. Untuk itu, jika menemukan data pihak kepolisian secara langsung akan melakukan kroscek data tersebut dengan realitas eksternal (fakta) di lapangan. Namun dalam kasus ambulans polisi justru menyebar data dan bukan fakta ke media sosial.