Dapat diprediksikan pula bahwa impor BBM akan meningkat di 2017. Secara normal tentu saja akan terjadi, kenaikan konsumsi BBM saat ini belum diimbangi dengan penambangan kapasitas kilang Pertamina. Proyek RDMP tahap 1 baru selesai tahun 2019 di Kilang Balikpapan yang diselenggarakan secara Swakelola. Proyek kerjasama RDMP dengan ARAMCO diprediksikan baru 2021 selesai beroperasi. Kilang baru di Bontang dan Tuban belum jelas kapan akan dibangun. Isunya malah bisa batal dibangun karena kebutuhan investasi yang besar. Perubahan sistem operasi di TPPI Tuban yang karena kesulitan bersaing akibat belum terintegrasinya produk petroleum menjadi terus merugi dan di era Dirut Dwi Soetjipto, TPPI Tuban yang canggih dimodifikasi untuk menghasilkan BBM berkualitas tinggi. Produksi Pertamax kilang Pertamina 50% di tahun 2016 disumbang TPPI Tuban, konon kabarnya akan dikembalikan seperti saat desain awal (sudah pasti rugi). Maka jika ini dilakukan 50% BBM Pertamax akan kembali impor.
Singapura yang 2016 panas-dingin karena kelebihan 1,2 juta barrel BBM dan ekspor ke Indonesia sempat menciut, maka di 2017 akan bernafas lega. Pertamina akan kembali mengimpor BBM. Tinggal tunggu waktu saja, untuk publik akhirnya mengetahui bahwa salah satu sebab meningkatnya “ketidakefisienan Pertamina” adalah volume impor BBM yang kembali meningkat. Yang dituntungkan tentu saja Singapura dan para trader BBM. Meskipun Petral bubar, tetapi Mafia Migas ternyata sudah menemukan kembali cara untuk eksis.
Kemandirian Energi Jokowi Terancam Gagal
Melihat roadmap Kemandirian Energi 2016 berupa Indonesia bebas impor BBM di tahun 2023 saat proyek peningkatan kapasitas kilang Pertamina dan ekspansi hulu selesai di 2023 dengan kapasitas kilang Pertamina mencapai 2 juta barrel dengan konsumsi BBM sekitar 1,9 juta barrel praktis tidak akan tercapai. Mundurnya berbagai proyek peningkatan kapasitas kilang Pertamina, bahkan ada kemungkinan ada yang dibatalkan maka sampai periode Jokowi 2019 habis, bahkan Jokowi bisa 2 periode sampai 2024 maka “Janji Nawacita Kemandirian Energi” tidak akan tercapai.
Visi besar Jokowi bolehlah bagus, namun itu semua hanya sebatas mimpi dan diatas kertas. Tentu ini bahaya karena itu adalah janji kampanye. Tentu saja pada akhirnya Jokowi akan sama dengan Presiden sebelumnya yang belum mampu mengentaskan Indonesia dari ketergantungan energi pada pihak asing. Baru era Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto yang akan tercatat Indonesia swasembada energi. Masih ada waktu bagi Presiden Jokowi untuk melakukan perombakan dan revolusi mental dalam pengelolaan energi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H