Sejak 2013 asing semakin gencar masuk industri semen di Indonesia. Setelah sebelumnya investor asing dari darata Eropa, maka sejak 2013 investor asing dari Asia khususnya China gencar masuk ke Indonesia. Seperti Wilmar dari Singapura yang mendirikan Pabrik Cemindo Gemilang dengan merk dagang Semen Merah Putih di Banten, Taiwan dengan Semen Garuda di Karawang, Anhui Conch dari China membangun pabrik semen di Kalimantan Selatan dll. Maka lalu di tahun 2016 produksi semen di Indonesia “over capacity”. Semen dari China Anhui Conch dalam roadmapnya akan membangun 15 juta ton pabrik semen di Kalimantan dan Papua, lalu produsen semen China lainnya incar Sulawesi. Sedangkan produsen semen asing dari Singapura dan Eropa fokus incar Sumatera dan Jawa.
Maka kedepan peta industri semen di Indonesia untuk Kalimantan, Sulawesi dan Papua akan dikuasi pabrik semen dari China. Sedangkan Sumatera dan Jawa akan dikuasai investor dari Eropa dan China non Daratan (Taiwan & Singapura).
Logika Sesat, Pemerintah Diminta Menutup Pabrik Semen Rembang
Fakta Rembang lainnya yang sesat adalah dengan produksi semen yang melebihi kapasitas, Pemerintah sebagai pemilik BUMN Semen Indonesia diminta menyelamatkan lingkungan dengan menutup Pabrik Semen Rembang. Sebuah logika sesat yang “maha dahsyat”. Ini sama saja mempercepat runtuhnya ketahanan ekonomi Indonesi dibidang industri semen. Jika pabrik semen asing semakin menggurita sedangkan “bahan baku” dan “pasarnya” mengambil dari Indonesia lalu pertanyaannya Indonesia dapat apa?. Lihatlah betapa rakusnya Freeport dengan meninggalkan lahan bekas tambang bagaikan “gunung menembus bumi”. Lalu bandingkan dengan Semen Indonesia yang selalu melakukan reklamasi area bekas tambang, sehingga lahan hutan malah bertamah. Bagaimana Semen Indonesia bisa berjualan sertifikat emisi karbon ke Swedia karena mampu mengkonversi penggunaan batubara ke biomass dan bahan bakar alternatif ramah lingkungan lainnya.
Menutup pabrik Semen Rembang sama saja dengan memberikan karpet merah bagi penjajahan ekonomi gaya baru di Indonesia. Bagi para nasionalis dan pejuang NKRI tentu “Katakan Tidak” pada penutupan pabrik Semen Rembang. Tapi bagi para penghianat dan anti kebhinekaan serta pemburu rente, maka kedatangan penjajah asing adalah lahan bisnis bagi mereka. Anehnya LSM di Pati yang diketuai Gunretno ngotot tolak Semen Rembang. Semen Rembang dikatakan akan rusak lingkungan dan hancurkan mata pencaharian masyarakat sekitar. Padahal di Tuban, petani sekitar pabrik semen justru berlimpah air, tanpa sungai mereka saat ini bisa panen 3 kali setahun karena pasokan air dari embung yang dibuat dari bekas tambang, airnya melimpah. Reportnya Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dikelilingi para staf dari LSM, tentu cara berpikirnya akan berubah menjadi LSM. Nampak dari sikap dan keputusan Teten Masduki yang senantiasa merugikan Semen Indonesia. BUMN yang menyetorkan deviden ke negara dan menjadi salah satu sumber pemasukan negara untuk menggaji Teten Masduki. Ironis memangg..... Fakta Rembang adalah Fakta Indonesia, sebuah ujian bagi kemandirian dan kedaulatan ekonomi nasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H