Polemik Semen Rembang sudah memasuki babak akhir pasca pertemuan Teten Masduki Kepala Staf Kepresidenan dengan pihak Semen Indonesia dan Kementerian BUMN yang meminta agar menunda operasional Semen Rembang meskipun sudah mengantongi ijin lingkungan dari Gubernur Jawa Tengah. Teten minta operasional pabrik semen menunggu hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang sedang dikerjakan Kementerian LHK. Itulah BUMN, yang meskipun menurut aturan pada UU Lingkungan Hidup bahwa perusahaan yang sudah mendapatkan ijin lingkungan dapat melaksankaan aktivitas operasional, karena perintah negara maka pastinya BUMN akan menurut, meskipun menanggung “opportunity lost” dari pabrik semen yang sudah siap beroperasi sejak Januari 2017.
Uang 729 miliar melayang selama 3 bulan
Dengan kapastias 3 juta ton/tahun, artinya tiap hari akan memproduksi sekitar 9.000 ton semen per hari dengan harga per ton sekitar Rp 900 ribu, maka hilang potensi pendapatan Rp 8,1 miliar perhari, atau dalam 3 bulan (Januari-Maret 2017)kehilangan potensi pendapatan Rp 729 miliar, sedangkan biaya operasional minimal maintenance pabrik terus berlangsung.
Meskipun yang berwenang menetapkan KLHS adalah Kementerian LHK. Sehingga tetap kementerian yang dipimpin Siti Nurbaya tersebut mesti meminta pendapat dari Kementerian ESDM yang memiliki kewenangan menetapkan suatu kawasan masuk kawasan bentang alam karst termasuk meneliti apakah ada aliran air di kawasan tersebut. Pertanyaannya, apakah Kementerian LHK akan mengikuti pendapatan dari Kementerian ESDM? Ataukah akan mengikuti pendapat lain yang tidak konstitusional?
Sesuai dengan surat yang dikirimkan Menteri ESDM Jonan kepada Kementerian LHK tanggal 30 Maret 2017, sebagaimana disampaikan Jonan bahwa tidak ada indikasi keberadaan aliran sungai bawah tanah di dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Rembang Jawa Tengah, dengan fakta yang dihimpun di lapangan hanya terdapat gua kering tanpa adanya aliran sungai bawah tanah dan tidak dijumpai sumber mata air.
Menarik untuk melihat apakah Kementerian LHK akan “mengabaikan” atau “menggunakan” hasil kajian Kementerian ESDM, jika melihat sering kali Menteri Siti Nurbaya beda pendapat dengan Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan di Kementerian LHK San Afri Awang. Lebih menarik lagi adalah San Afri Awang adalah Ketua Tim Kajian Lingkungna Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng yang sebelum kajian Kementerian ESDM masih dalam proses sudah mengeluarkan statemen yang dikutip salah satu media tanggal 24 Maret 2016 mengatakan kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih di Rembang Jawa Tengah tidak layak tambang. San Afri mengatakan ada indikasi kuat keberadaan aliran sungai di bawah tanah di kawasan CAT Watuputih.
San Afri Awang “Sang Penentu” di Kementerian LHK
Rekam jejak San Afri Awang terhadap Semen Indonesia cenderung negatif, bahkan saat gugatan terhadap ijin lingkungan di PN Semarang di tahun 2015, ijin penambahan area tambang di pabrik Semen Indonesia di Tuban konon terhambat, karena dikaitkan dengan persoalan ijin lingkungan di Rembang yang sedang digugat. Menariknya adalah dengan posisi San Afri Awang sebagai Ketua Tim KLHS CAT Watuputih Rembang, maka posisi Semen Indonesia menjadi sangat sulit. Keluarnya pernyataan San Afri Awang tanggal 24 Maret 2017 diatas, sedangkan Kementerian ESDM baru mengirimkan surat ke Kementerian LHK tanggal 30 Maret 2017 yang isinya “berlawanan”, maka kira-kira kemanakah pendulum Kementerian LHK mengarah”, apakah mengikuti kajian Kementerian ESDM sebagai lembaga yang berwenang, atau memutuskan lain yang tidak dapat dipungkiri sosok San Afri Awang akan sangat berperan pada keputusan lain ini. Sebuah pertaruhan yang sangat mahal akan terjadi dari sosok San Afri Awang, Dirjen yang sangat dekat dengan kalangan LSM.
Bahkan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) turut bersuara. Sebagai organisasi profesi yang memiliki kompetensi dibidang pertambangan, IAGI mengatakan bahwa CAT Watuputih dengan memperhatikan cara menambang Semen Indonesia maka diperbolehkan untuk ditambang. Apalagi sesuai dokumen AMDAL, hanya karst kering yang ditambang. Jadi, dua lembaga yang berkompeten sudah berbicara, apakah Siti Nurbaya Kementerian LHK mau bersikap obyektif, akan terjawab dari hasil rekomendasi Tim KLHS.
Serba Tutup Mulut, Pasca Menteri Siti Nurbaya serahkan hasil KLHS ke Presiden
Semestinya tanggal 31 Maret 2017 adalah diumumkannya hasil KLHS CAT Watuputih Rembang oleh Kementerian KLHS, namun sesuai pemberitaan media pada tanggal yang sama, Menteri Siti Nurbaya menyerahkan hasil kajian KLHS ke Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dengan statemen saat ditanya wartawan kapan diumumkan, dijawab Siti Nurbaya bahwa yang akan mengumumkan adalah Kepala Staf Kepresidenan sesuai perintah Presiden Jokowi. Yang menarik sebagaimana diberitakan media kbr.id adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki menolak memberikan pernyataan tentang hasil KLHS, dan justru mengatakan pekan depan akan disampaikan Ketua KLHS San Afri Awang.
Nampak keraguan dan maju-mundur diantara para pejabat berwenang terkait hasil KLHS, artinya serba ragu memutuskan apakah pabrik Semen Rembang boleh lanjut atau harus berhenti. Ada apakah dengan industri persemenan di Indonesia?, bagaimanakah Pemerintah menempatkan diri terhadap polemik Semen Rembang?, bukankah Semen Indonesia adalah BUMN, bukankah di awal tahun 2015 BUMB semen ini mendapatkan penugasan dari Presiden Jokowi untuk turunkan harga semen Rp 3.000 per zak agar terjangkau daya beli dan menggairahkan infrastruktur dan perumahan rakyat?. Lalu bagaimana Jokowi mewujudkan janjinya membuat harga semen di Papua sama dengan Jawa pada kisaran Rp 70.000. Bukankah, kebijakan BBM satu harga di seluruh Indonesia membutuhkan dukungan Pertamina yang sampai merugi Rp 800 miliar agar BBM di puncak jaya Papua harganya tetap Rp 6.500 per liter.
Hampir seluruh sektor usaha sudah didominasi asing dan swasta, tercatat industri semen adalah salah satu sektor usaha yang market leader adalah BUMN yaitu Semen Indonesia. Apakah ada agenda mengurangi peran BUMN semen? Sejalan dengan gencarnya perusahaan semen asing atau yang dikendalikan asing gencar ekspansi di Indonesia?. Keberpihakan Pemerintah Jokowi diuji untuk memutuskan yang terbaik bagi bangsa Indonesia. Jika diputuskan Semen Rembang sesuai kajian KLHS tidak boleh menambang yang otomoatis pabriknya tidak beroperasi maka “Rekor proyek BUMN mangkrak yang masih dipegang Hambalang akan terpecahkan dengan mangkraknya pabrik Semen Rembang”. Tohh....jika Semen Indonesia mensiasati menggunakan batu kapur dari Tuban, maka sangat tidak ekonomis dan menurunkan daya saing produksi pabrik Semen Rembang. Dampak negatif lainnya adalah, cadangan batu kapur di Tuban akan cepat habis dan dalam kurun waktu 20 tahun kedepan Semen Indonesia akan kehilangan 17 juta ton kapasitas pabrik semen yang berasal dari 14 juta ton di Tuban dan 3 juta ton di Rembang karena sudah berhenti beroperasi karena kehabisan bahan baku. Posisi Semen Indonesia yang memiliki kapasitas pabrik terbesar akan dikalahkan oleh Indocement.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H