Indonesia makin sengsara karena impor minyak harus pakai Dollar, Agar punya Dollar harus ekpsornya diatas impor, agar punya devisa. Jika devisa kecil dan impor besar maka kurs rupiah akan jauh terhadap dollar, akibatnya impor minyak butuh uang lebih banyak lagi. Akibat lainnya impor produk/jasa lainnya juga akan semakin mahal. Harga HP mahal, harga Laptop mahal, harga obat mahal, harga pakaian mahal (bahan baku masih impor), semua serba mahal.
Langkah berani Presiden Jokowi dan Dirut Pertamina Dwi Soetjipto untuk bubarkan Petral lalu membangun kilang minyak dengan cara bangun kilang baru di Tuban 300 ribu barrel, di Bontang 300 ribu barrel, upgrading/RDMP di Cilacap, Balongan, Balikpapan dan lainnya maka di tahun 2025 diperkirakan Pertamina akan produksi BBM 2,2 juta barrel dengan sebagian besar sudah standar Euro 5. Bandingkan dengan kilang Singapura yang masih Euro 3. Dengan kampanye energi ramah lingkungan, suatu saat negara-negara yang impor BBM akan gunakan Euro 5, nahh...lho...pasar ekspor Singapura jika konsumsi BBM dalam negeri Indonesia bisa ditekan, maka potensi untuk pertama kalinya Pertamina bisa Ekspor BBM. Dollarr...Dollar.....Devisa akan masuk ke Indonesia.
Setelah puluhan tahun dibawah ketiak Petronas, untuk pertama kalinya di tahun 2016 keuntungan Pertamina berada diatas Petronas. Ya....Pertamina juga mencetak sejarah dengan meraih keuntungan terbesar sejak Pertamina ada. Di tahun 2016 Pertamina raup untung sekitar Rp 40 triliun meningkat 127 % dibandingkan keuntungan tahun 2015 yang sebesar Rp 17,6 triliun. Setelah menyehatkan keungan Pertamina, maka saatnya Pertamina menggeber gas untuk membangun kilang minyak baru.
Tapi sayangnya Mafia Migas yang selama ini menikmati keuntungan dari “inefisiensi Pertamina”, buruknya pengelolaan Pertamina tidak tinggal diam. Mulai bergerak untuk menjatuhkan Pertamina. Akankah Revolusi Pertamina akan padam?......Api Revolusi Kemerdekaan Pertamina akankah mampu menjadikan “Indonesia Swasembada Energi”?. Kerusakan kilang Pertamina menjadi perbincangan hebat dan disebut-sebut Direksi Pertamina gagal. Yang paling mendasar adalah apakah ada kelangkaan BBM di Indonesia, “TIDAK ADA” artinya kerusakan kilang sudah dimitigasi oleh Pertamina dan solusinya juga sudah ada. Apakah Pertamina akan bangkrut? Dilihat saja di tahun 2017 nanti kinerjanya seperti apa?. Siapa sangka Pertamina ditengah kinerja harga minyak dunia yang jauh dan dahulu di tahun 2012-2013 kinerja Pertamina disumbang oleh sektor hulu yang berkontribusi 70% dari keuntungan Pertamina yang saat itu total keuntungan Pertamina sekitar Rp 37 triliun (kurs US$ 12.900), saat hulu masih jatuh karena harga minyak rendah, siapa sangka ditahun 2016 Pertamina cetak rekor Rp 40 triliun yang terbesar dikontribusi dari sektor hilir. Yaa....sektor hilir yang dulu dianaktirikan, saat harga minyak dunia jatuh jusru menjadi penyelamat Pertamina. Yakinlah dalam waktu 3 tahun di tahun 2017 keuntungan Pertamina bisa tembus Rp 70 triliun.
Tunggu seri tulisan berikutnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H