Mohon tunggu...
Kemandirian Industri
Kemandirian Industri Mohon Tunggu... -

Akun untuk saling berbagai dalam penguatan industri nasional yang mampu menyeimbangkan aspek profit, aspek masyarakat dan aspek lingkungan. Pembangunan akan merubah fungsi lingkungan. Dengan teknologi dan SOP yang baik, dampak dapat diminimalisir bahkan ditiadakan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

AMDAL "Rem Blong" Pabrik Semen di Rembang

25 Januari 2017   12:45 Diperbarui: 25 Januari 2017   13:04 2609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut PP No 27 tahun 1999, untuk memberikan hasil AMDAL yang memenuhi kelayakan, maka ada lima (5) dokumen yang harus disiapkan yaitu: Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), Dokumen Ringkasan Eksekutif.

MELIHAT KEMBALI AMDAL SEMEN GRESIK YANG IJIN LINGKUNGAN DIBATALKAN MA

Sesuai ketentuan ada banyak area yang harus masuk di AMDAL Semen Gresik, sudah barang tentu aspek sosial, ekonomi, lingkungan dan lainnya masuk. Dalam konteks sosial dan ekonomi mari dilihat berapa guyuran dana dari Semen Indonesia dalam menjalankan AMDAL yang tertuang pada RKL dan RPL. Mudah saja untuk mengetahuinya, sepanjang 2014-2016 sudah Rp 25 miliar kata Bupati Rembang https://www.publica-news.com. Bahkan sebutan untuk alun-alun Rembang sudah berubah menjadi “Alun-Alun Semen”, karena revitalisasi khususnya pembinaan PKL disekitar alun-alun Rembang, yang sampai jam 1 malam masih ramai dan ekonomi bergerak seperti nampak pada gambar dibawah ini.

Perdebatan tentang AMDAL di Pabrik Semen Rembang tidak berkutat pada aspek ekonomi, bahkan penolak pabrik semen selalu mengedepankan argumentasi “kerusakan lingkungan lebih penting” dibandingkan “dengan potensi ekonomi yang ada”. Strategi ini tentu wajar, dengan kekuatan keuangan yang dimiliki Semen Indonesia Group, maka kewajiban pelaksanaan CSR sesuai amanat UU No 40 tahun 2007 yang diberikan setahun setelah beroperasi dan perusahaan meraup untung, maka di Rembang, pabrik belum beroperasi, selama 3 tahun sudah mengucurkan dana lebih dari Rp 25 miliar.

Menarik melihat jejak digital saat proses sidang terbuka di PN Semarang saat gugatan ijin lingkungan di sidangkan secara marthon hampir 6 bulan. Beda dengan sidang banding, kasasi maupun PK yang tertutup. Proses sidang yang dilihat masyarakat luas, sehingga fakta persidangan menjadi dokumen publik. Tulisan yang ada di blog, media online, media cetak tentulah bisa saja adalah fakta, gabungan fakta-opini atau sekedar opini.

Paling mudah melihat AMDAL pabrik semen di Rembang adalah membandingkan antara ketentuan regulasi dan existing pabrik semen dengan yang akan dilakukan di pabrik semen di Rembang.

  • Total luas lahan kapur (karst) yang sudah diterbitkan ijinnya oleh Pemkab Rembang untuk ditambang seluas 10.375 hektar untuk puluhan perusahaan yang diantaranya sudah menambang sejak tahun 1970 dan kategori perusahaan besar maupun perusahaan kecil milik masyarakat. Dari luas 10375 hektar diberikan kepada Semen Gresik seluas 1.500 ha, karena ada gugatan/keberatan dari penambang lain yang merasa ada “tumpang tindih” luasan lahan, kemudian saat penyusunan AMDAL ditemukan gua basah, gua berair dan mata air, maka Semen Gresik meminta revisi luasan ijin penambangan dari 1.500 menjadi 520 hektar. Sehingga total luas area penambangan sekitar 5% dari total luas penambangan kapur di Rembang. : Ijin awal 1.500 ha ===> Inisiatif Semen Gresik minta dikurangi luasannya tinggal 520 ha.
  • Sesuai ketentuan Pemerintah, area penambangan untuk pabrik semen harus dibuat Green Belt mengelilingi area penambangan untuk mencegah polusi dan dampak negatif lainnya sebesar 10 m mengelilingi area penambangan. Karena komitmen lingkungan yang tinggi di Rembang, maka pada AMDAL Semen Gresik pabrik Rembang green belt yang dibangun sebesar 50 m mengelilingi area penambangan. Akibatnya :
  • Semen Gresik kehilangan lahan produktif untuk penambangan batu kapur dari yang awalnya hanya 16 hektar (10 m mengelilingi area tambang) menjadi merelakan lahannya seluas 80 ha (50 m mengelilingi area tambang)
  • Kerugian akibat “melaksanakan peraturan secara berlebih” adalah hilangnya (80-16) ha = 64 hektar secara cuma-cuma dan jika per m2 harganya Rp 100.000 maka sudah hilang Rp 64 miliar.
  • Kerugian tambahan berupa kewajiban menanam pohon diarea Green Belt, yang awalnya hanya harus menanam pohon seluas 16 hektar menjadi menanam pohon seluas 80 ha. Jika biaya menanam dan merawat pohon per ha Rp 500 juta, maka “kehilangan dana akibat ketaatan berlebihan”sebesar Rp 32 miliar.
  • Kerugian tambahan lainnya adalah semakin banyak petani atau kelompok petani yang harus dilibatkan untuk mengelola area Green Belt, artinya biaya pendampingan, pelatihan dan lainnya semakin besar. Jika tiap 10 ha dikelola oleh 1 kelompok tani dan membutuhkan biaya pendampingan sebesar Rp 200juta saja, maka dibutuhkan tambahan “biaya pendampingan akibat ketaatan berlebihan” sebesar Rp 1,2 miliar/tahun. Selama 5 tahun total Rp 6 miliar.
  • Limbah semen adalah debu yang lepas ke udara. Mengingat mahalnya alat penangkap debu, mungkin menjadi salah satu alasan Pemerintah tidak merevisi batas maksimal pencemaran debu sebesar 80 µg/Nm3.. Sedangkan di Eropa standar maksimal debu sudah 30 µg/Nm3 . Biasalah Indonesia selalu tertinggal, seperti standar emisi kendaraan bermotor masih Euro 2 sedangkan di Eropa sudah Euro 5. Maka di pabrik semen Rembang dalam amdal dicantumkan penggunaan gabungan teknologi “Elektrostatic Precipitator” dan “Main Bag Filter”, artinya bahkan dalam kondisi pabrik mendadak mati mendadak (shutdown) maka tidak ada debu yang keluar, sehingga dijamin emisi debu “KURANG” dari 30 µg/Nm3.Pabrik standar Eropa akan ada di Indonesia
  • Menjaga air di area tambang :

Menurut dokumen AMDAL Semen Rembang, dengan dikupasnya permukaan tanah saat penambangan maka area tangkapan air menjadi hilang, apalagi kondisi alam batu kapur di area penambangan adalah “karst kering” artinya air hujan run off, yang aktualnya 75% air hujan run off atau mengalir kebawah. Akibat sistem penambangan tanpa pengendalian dan teknik yang memadai maka Desa Tegaldowo saat hujan dipastikan terus banjir secara rutin bahkan hujan hanya 1 jam saja

  • Banjir tahun 2016 http://radartegal.com/berita-lokal
  • Banjir tahun 2014 http://mataairradio.com/berita-top
  • Banjir terjadi sebelum pabrik semen beroperasi dan melakukan aktivitas penambangan. Artinya masalah lingkunga banjir karena tidak ada resapan air membuktikan bahwa memang karakter di pegunungan kapur sekitar penambangan adalah “run off”
  • Sistem penambangan secara “Blok”, artinya sekian hektar ditambang, saat pindah ke “Blok” berikutnya, dilakukan penambangan, maka dari luas 440 ha, akan nampak di udara yang ditambang hanya sekitar 5 ha setiap tahun. Dari tahun pertama sampai selesainya penambangan, hanya akan nampak 5 ha saja.
  • Lihat pula pembangunan embung air di area persawahan di tegaldowo yang terletak di perbukitan dan tidak memiliki irigasi teknis alias bergantung dari air tadah hujan. Tentu akan menjadikan area pertanian bisa panen 3 kali dalam setahun dengan tingkat kecukupan air yang memadai. Terlebih dengan semakin tidak pastinya musim di Indonesia, mengandalkan tadah hujan maka hasilnya ketidakpastian panen.
  • Menggunakan air hujan untuk keperluan utilitas pabrik, mungkin baru ada pabrik di Rembang yang gunakan air hujan untuk utilitas pabrik dengan membangun “water pond” yang besar, tidak hanya untuk pendinginan mesin namun dipakai juga untuk kebutuhan air minum karyawan dengan alat penjernihan air “Reverses Osmosis”. 
  • Pengangkutan kapur dari area tambang sejauh 5 km ke pabrik tidak menggunakan “Truk” tapi menggunakan “Long Belt Conveyor” yang dibangun diatas pohon-pohon yang ada, artinya tidak ada kehilangan pohon sebagai penyedia O2. Coba bayangkan jika jalan 5 km dengan lebar 10 m dibangun, maka setidaknya akan ada (5 km x 10 x 10 x 2) = 10.000 pohon yang ditebang.

Lalu yang salah dengan AMDAL sebelumnya yang menjadi bagian ijin lingkungan yang dibatalkan MA itu apa?...... Tekanan politik lah sepertinya yang paling menjadi dasar atas pembatalan keputusan MA tersebut. AMDAL sebagai kajian teknis dapat dilakukan perubahan setiap saat, jadi jika ada kekurangan di AMDAL maka tidak tepat jika AMDAL dikatakan salah, cukup dilakukan revisi.

Terlebih melihat komitmen Semen Indonesia membangun pabrik semen paling ramah lingkungan di Indonesia. AMDAL “REM BLONG” jauhh diatas ketentuan regulasi Pemerintah mengapa dikatakan abal-abal, justru AMDAL tersebut adalah “wujud kepedulian Semen Indonesia dalam menyelamatkan lingkungan”. Tidak ada alasan Gubernur Ganjar untuk tidak menyetujui revisi AMDAL karena yang existing saja sudah “luar biasa”, pastinya revisi AMDAL untuk pengajuan ijin lingkungan yang baru, akan lebih luar biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun