Retorika dakwah adalah seni dan ilmu yang menggabungkan keindahan bahasa dengan pesan moral dan spiritual. Kesempatan ini dituangkan ke dalam sebuah teks artikel oleh Kemal Syahid Mubarok dan Dr. Syamsul Yakin, Mahasiswa dan Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam konteks Islam, sasaran utama dari retorika dakwah adalah manusia, yang meliputi semua kelompok, baik itu muslim, kafir, maupun munafik. Pada masa awal Islam, Nabi Muhammad SAW berdakwah berdasarkan titah Allah yang termaktub di dalam al-Qur'an. Untuk memahami sasaran dakwah retorika, kita dapat merujuk pada respons manusia terhadap al-Qur'an.
Mengidentifikasi Sasaran Berdasarkan Respons terhadap al-Qur'an
Ayat yang menunjukkan respons manusia terhadap al-Qur'an adalah QS. Fathir/35: 32: "Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah." Berdasarkan ayat ini, kita dapat mengidentifikasi tiga kelompok manusia:
1. Kelompok Pertama: Zalim Linafsih
Kelompok ini merespons turunnya al-Qur'an dengan cara menganiaya diri sendiri. Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, mereka adalah orang-orang yang lalai terhadap sebagian perintah yang diwajibkan dan malah mengerjakan sebagian larangan yang diharamkan. Contohnya, ketika al-Qur'an memerintahkan untuk menyembah Allah, mereka malah menyembah berhala. Ini adalah ciri khas orang kafir yang menjadi sasaran pertama retorika dakwah.
2. Kelompok Kedua: Pertengahan
Kelompok ini merespons al-Qur'an secara setengah-setengah atau bimbang. Mereka termasuk dalam kategori orang yang separuh-separuh mengamalkan ajaran al-Qur'an. Ibnu Katsir menyebut mereka sebagai orang yang menunaikan sebagian perintah yang diwajibkan dan meninggalkan sebagian larangan, namun di lain waktu tidak mengerjakan sebagian perbuatan yang disunahkan dan malah mengerjakan perbuatan yang dimakruhkan. Kondisi psikologis ini mirip dengan orang-orang munafik yang menjadi sasaran kedua retorika dakwah.
3. Kelompok Ketiga: Sabiqul-Khairat
Kelompok ini merespons dengan bersegera berbuat kebaikan. Mereka mengikuti perintah Allah untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan. Mereka adalah orang-orang yang segera menaati dan menerima ajaran al-Qur'an, menjadi teladan yang diharapkan mampu melanjutkan gerakan dakwah secara konsisten dan kontinu.
Sasaran Retorika Dakwah Berdasarkan Pelapisan Sosial
Selain berdasarkan respons terhadap al-Qur'an, sasaran retorika dakwah juga dapat dipetakan dari sisi pelapisan sosial. Ini termasuk kelas atas secara pendidikan dan ekonomi, kelas menengah, dan kelas bawah. Sasaran ini dapat lebih rinci lagi dipetakan berdasarkan jenis kelamin, geografis, etnis, dan faktor lainnya. Dalam pendekatan ini, penting untuk memahami bahwa setiap kelompok memiliki karakteristik dan kebutuhan yang berbeda, sehingga metode dan pesan dakwah harus disesuaikan dengan konteks masing-masing kelompok.
1. Kelas Atas
Kelompok ini cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan dan sumber daya ekonomi. Mereka mungkin lebih kritis dan rasional dalam menerima pesan dakwah. Retorika dakwah untuk kelompok ini harus berbobot, berbasis data dan riset, serta disampaikan dengan bahasa yang baku dan intelektual.
2. Kelas Menengah
Kelompok ini seringkali menjadi penghubung antara kelas atas dan kelas bawah. Mereka cenderung pragmatis dan mencari solusi praktis untuk masalah sehari-hari. Dakwah kepada kelompok ini perlu informatif, persuasif, dan rekreatif, dengan fokus pada penerapan praktis ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
3. Kelas Bawah
Kelompok ini mungkin menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang lebih besar. Dakwah kepada mereka harus menekankan kesederhanaan, keadilan, dan solidaritas sosial. Pesan dakwah harus disampaikan dengan cara yang mudah dipahami dan relevan dengan situasi mereka.
Integrasi Pathos, Logos, dan Ethos dalam Retorika Dakwah
Untuk mencapai sasaran yang berbeda ini, dai perlu mempraktikkan pathos, logos, dan ethos dalam berdakwah. Pathos melibatkan emosi dan perasaan, logos berkaitan dengan logika dan bukti, sementara ethos berkaitan dengan karakter dan kredibilitas dai. Penggunaan ketiga jenis retorika yang diperkenalkan oleh Aristoteles ini akan meningkatkan efektivitas dakwah dan memperbaiki respons dari mad'u.
Pentingnya Tahapan dalam Retorika Dakwah
Seperti yang sudah dibahas pada artikel sebelumnya, berdakwah juga perlu melalui tahapan yang terstruktur. Dalam retorika, dikenal lima tahapan pidato yang dapat digunakan dalam berdakwah:
1. Inventio: Penemuan ide atau topik.
2. Dispositio: Penyusunan materi dakwah.
3. : Pemilihan gaya bahasa yang tepat.
4. MemoriElocutioa: Penghafalan materi.
5. Pronuntiatio: Penyampaian dengan intonasi dan gestur yang tepat.
Dalam ilmu dakwah, lima tahapan ini disebut teknik dakwah yang membantu dai menyampaikan pesan dengan efektif dan efisien.
Menjaga Keaslian Dakwah: Menghindari Dakwah Retorika
Selain mengoptimalkan retorika dalam dakwah, penting juga untuk memahami dan menghindari dakwah retorika. Dakwah retorika adalah dakwah yang hanya mengandalkan keterampilan berbicara untuk tujuan-tujuan tertentu seperti prestasi politik, pencapaian ekonomi, dan gengsi sosial, tanpa memperhatikan nilai-nilai dan esensi dakwah itu sendiri. Menjadikan dakwah sebagai retorika semata akan menjadikan dakwah kehilangan ruh dan tujuan utamanya.
Dengan mengintegrasikan retorika yang efektif dan nilai-nilai dakwah yang murni, diharapkan pesan-pesan Islam dapat disampaikan dengan cara yang atraktif, berbobot, dan relevan bagi semua lapisan masyarakat. Hal ini akan memastikan bahwa dakwah tidak hanya menyentuh akal, tetapi juga hati, sehingga membawa perubahan positif yang nyata dalam kehidupan umat manusia.