Seperti Nippon Steel, Sumitomo Metal Works, dan Mitsubishi Heavy Industries. Perusahaan-perusahaan tersebut kini harus membayar dua kali. Pertama, kompensasi kepada pemerintah Korsel di tahun 1965. Kedua, kompensasi kepada para tenaga kerja paksa Korsel 54 tahun sesudahnya. Jika perusahaan tersebut enggan memberikan kompensasi, maka aset-aset mereka di Korsel akan disita oleh pengadilan dan dijual untuk mengganti rugi biaya kompensasi tersebut.Â
Tak ada pilihan yang menguntungkan bagi Jepang. Satu-satunya jalan bagi mereka hanyalah membalas aksi tersebut dengan membatasi ekspor material-material kimia pokok ke Korsel yang mana industri hi-tech Korsel sangatlah bergantung padanya.
Tapi apakah hanya itu yang membuat #BoycottJapan menjadi begitu ngetrennya di Korsel? Jelas tidak.
Pasca aksi balas-membalas yang menurut saya tidak akan berakhir dalam waktu dekat ini, terdapat persoalan besar lain yang terus membakar hubungan Korsel-Jepang ini. Yakni, harga diri.Â
Harga diri Korsel sebagai jajahan Jepang dulu. Harga diri tersebut begitu melekat di dalam setiap jiwa warga negara Korsel. Keterpurukan di zaman penjajahan membuat Korsel tidak ingin lagi berada dalam situasi itu. Perempuan diperkosa, lelaki dipekerjakan dengan paksa menjadi bayangan pilu masyarakat Korsel hingga saat ini. Api kebencian takkan pernah padam walau sebagaimana baiknya hubungan bilateral Korsel-Jepang selama ini.
Sekilas sama seperti yang dialami oleh negara-negara terjajah di seluruh dunia, termasuk Indonesia tentunya. Bedanya, Korsel berhasil bangkit setelah Perang Dunia II berakhir dan hingga kini hampir menyamai kemajuan jepang di segala aspek.Â
Melihat tindakan Korsel ini membuat saya berandai-andai jika itu juga dilakukan oleh Indonesia. Menuntut para penjajah di pengadilan akibat dari tindakan sewenang-wenangnya waktu menduduki Indonesia dahulu. Mungkin juga #BoycottBelanda atau #BoycottJepang akan jamak kita temui tiap kali negara-negara tersebut berbuat hal yang tidak adil terhadap Indonesia.
Sayang seribu sayang. Nampaknya pengandaian tersebut akan terus menjadi imaji liar di dalam kepala saya. Tak pelak harga diri kita sebagai bangsa tetap berada di bawah bayangan ketakutan terhadap Belanda ataupun Jepang terlepas dari fakta bahwa kita telah lama merdeka dari mereka, para penjajah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H