Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Mangrove Indonesia, Penyelamat Bumi yang Disisihkan

9 November 2018   22:30 Diperbarui: 9 November 2018   22:38 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata Mangrove  (source: penulis)

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim Nursigit mengungkapkan ekspor udang windu pada 2017 mengalami peningkatan Rp 136 miliar dibandingkan 2016.

Tentu tidak menutup kemungkinan kejayaan gemerlap industri udang yang telah memicu pembukaan tambak-tambak udang baru di lahan mangrove

Mangrove  Dikonversi Menjadi Tambak di Kalimantan (source: https://www.mongabay.com)
Mangrove  Dikonversi Menjadi Tambak di Kalimantan (source: https://www.mongabay.com)

Pada jangka pendek tambak udang budidaya monokultur masif masih mungkin menguntungkan, namun dalam jangka panjang telah banyak bukti tambak udang di beberapa daerah intensif mengalami kemunduran produksi yang kemudian menimbulkan kerusakan bagi lingkungan wilayah pesisir. 

Perbaikan fungsi lahan mangrove ini pun membutuhkan banyak biaya yang tidak sedikit. Salah satu contoh kasus di Myanmar, Esteque et al (2018) melakukan penelitian di negara ‘Tanah Emas’ ini tentang biaya konservasi mangrove yang diperhitungkan dengan ecosystem service value (ESV), dibutuhkan biaya berkisar 5965.60 juta US$ pada tahun 2014.

Lalu apa yang harus dilakukan? KONSERVASI.

Konservasi ini mampu mengimbangi kerugian mangrove sebelumnya karena pembangunan pesisir. Sebenarnya pemerintah Indonesia telah membangun Ecological mangrove Restoration (EMR)  sebagai jalan keluar. Sebagai contoh, beberapa uji coba EMR telah dilakukan di Sulawesi, Indonesia. 

Proses tersebut telah membantu rehabilitasi 43 ha mangrove di Pulau Tanakeke, 20 ha di Tiwoho, dan 21,5 ha dekat Ibukota Provinsi Makassar (Oh et al., 2017). Keberhasilan uji coba ini telah sedemikian rupa sehingga mereka ditingkatkan ke lebih dari 2000 rehabilitasi mangrove di seluruh Indonesia (Brown and Djamaluddin, 2017).  Faktanya, masih banyak lahan mangrove yang dialih fungsi sebagai areal tambak.

Jika seperti ini? Siapa yang salah? Siapa yang bertanggung jawab?

Bukan lagi waktu yang tepat untuk saling tuding menuding, salah menyalahkan. Tapi yang diperlukan kesadaran dan tindakan. Tindakan yang tepat dan jelas akan pentingnya kelestarian alam. 

Bukan hanya pemerintah namun kita sebagai pemilik negeri ini harus turut andil membersihkan masalah ini. Ibarat pepatah ‘Tong Kosong Nyaring Bunyinya’, jangan hanya bicara tapi buktikan. Jangan sampai si penyelamat bumi ini tersisihkan keberadaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun