Mohon tunggu...
Pendidikan Pilihan

Mangrove Indonesia, Penyelamat Bumi yang Disisihkan

9 November 2018   22:30 Diperbarui: 9 November 2018   22:38 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mangrove  (source: https://www.deeperblue.com)



Forest on the beach...

Mangrove sebagai ekosistem yang berada di zona pasang surut yang mampu beradaptasi di lingkungan pesisir, yang beradaptasi dengan sistem perakaran yang menonjol (akar nafas/pneumatofor), sebagai suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau anaerob (Tomlinson, 1995). 

Mangrove memiliki banyak manfaat bagi manusia dan lingkungan yaitu dapat menyerap karbondioksida yang ada di udara, mampu menahan terjangan ombak untuk melindungi daerah pesisir dan sumber kehidupan bagi biota laut.

Bagaimana nasib mangrove kini?

Nasi telah menjadi bubur, mungkin ini pepatah yang tepat untuk hutan pelindung pesisir pantai. Bagaimana tidak? Horning, et al. (2010) menyatakan penelitian saat telah menginventarisasi kehilangan mangrove secara global mencapai 12% dari tahun 1975-2005. Eksistensi mangrove saat ini sungguh memprihatinkan dan bahkan terancam hilang keberadaanya.  

Mengapa mangrove begitu penting?

Mangrove dapat secara signifikan melindungi daerah pesisir dari hantaman ombak (Lee, 2017) dan memerangkap sedimen dan pencemar dari sungai yang mengalir ke laut (Hasan et al., 2015). Selain itu, mangrove juga memberikan manfaat bagi masyarakat lokal seperti lokasi rekreasi dan menjadi pemandangan bernilai estetik bagi masyarakat (thiagarajah et al., 2015). 

Apabila ekosistem mangrove tersebut rusak dapat dibayangkan bagaimana dampak yang dihasilkan dengan masuknya sedimen dan pencemar sungai ke laut dan masuknya air pasang dari laut ke tempat tinggal. hal itu sudah dialami di kalimantan barat pada tahun 2017.

Wisata Mangrove  (source: penulis)
Wisata Mangrove  (source: penulis)

Indonesia salah satu negara dengan andil terbesar dalam hal ini.

Bagaimana bisa?

Mungkin banyak yang belum sadar, akan kekayaan tanah pertiwi ini. Dari sabang sampai merauke berjajar hamparan mangrove yang secara sukarela tumbuh di pesisir pantai Indonesia. Menurut Giri et all (2011) telah meneliti bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki ekosistem mangrove terbesar di dunia sebesar 22,6% dari total luasan wilayah mangrove di dunia dengan 30% penyimpanan karbon di dunia. 

Faktanya hasil riset oleh Hamilton & Friess, 2018, 4 lokasi ini memegang tombak mangrove di dunia seperti Papua, Papua Barat, Kalimantan Timur, dan Maluku. Selain itu sebagai upaya dalam melakukan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim


Siklus Mangrove (source: https://www.scriberia.com)
Siklus Mangrove (source: https://www.scriberia.com)

Namun menurut FAO (2007) pada tiga dekade terakhir ini, Indonesia telah kehilangan 40% area kawasan hutan mangrove dan negara yang mengalami kerusakan mangrove tercepat di dunia.

Penyebab utamanya adalah pengalihan lahan.

Hutan mangrove di Indonesia telah digantikan fungsi lahan sebesar 0.26% - 0.66% pertahun (Angarita et al, 2018). Menurut Ilham, et al (2016) Ancaman dari kelestarian mangrove sendiri adalah konversi besar-besaran menjadi peruntukan lain, diantaranya areal tambak udang. Lebih dari 600.000 hektar mangrove telah terkonversi menjadi tambak udang. 

Tambak udang ini mampu meraup pendapatan bagi Indonesia sebesar 1,5 milliar US$ per tahun dari perluasan tambak udang dari tahun 1997 sampai dengan 2005 dimana membutuhkan area sekitar 650000 hektar (Murdiyarso et al, 2015). 

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim Nursigit mengungkapkan ekspor udang windu pada 2017 mengalami peningkatan Rp 136 miliar dibandingkan 2016.

Tentu tidak menutup kemungkinan kejayaan gemerlap industri udang yang telah memicu pembukaan tambak-tambak udang baru di lahan mangrove

Mangrove  Dikonversi Menjadi Tambak di Kalimantan (source: https://www.mongabay.com)
Mangrove  Dikonversi Menjadi Tambak di Kalimantan (source: https://www.mongabay.com)

Pada jangka pendek tambak udang budidaya monokultur masif masih mungkin menguntungkan, namun dalam jangka panjang telah banyak bukti tambak udang di beberapa daerah intensif mengalami kemunduran produksi yang kemudian menimbulkan kerusakan bagi lingkungan wilayah pesisir. 

Perbaikan fungsi lahan mangrove ini pun membutuhkan banyak biaya yang tidak sedikit. Salah satu contoh kasus di Myanmar, Esteque et al (2018) melakukan penelitian di negara ‘Tanah Emas’ ini tentang biaya konservasi mangrove yang diperhitungkan dengan ecosystem service value (ESV), dibutuhkan biaya berkisar 5965.60 juta US$ pada tahun 2014.

Lalu apa yang harus dilakukan? KONSERVASI.

Konservasi ini mampu mengimbangi kerugian mangrove sebelumnya karena pembangunan pesisir. Sebenarnya pemerintah Indonesia telah membangun Ecological mangrove Restoration (EMR)  sebagai jalan keluar. Sebagai contoh, beberapa uji coba EMR telah dilakukan di Sulawesi, Indonesia. 

Proses tersebut telah membantu rehabilitasi 43 ha mangrove di Pulau Tanakeke, 20 ha di Tiwoho, dan 21,5 ha dekat Ibukota Provinsi Makassar (Oh et al., 2017). Keberhasilan uji coba ini telah sedemikian rupa sehingga mereka ditingkatkan ke lebih dari 2000 rehabilitasi mangrove di seluruh Indonesia (Brown and Djamaluddin, 2017).  Faktanya, masih banyak lahan mangrove yang dialih fungsi sebagai areal tambak.

Jika seperti ini? Siapa yang salah? Siapa yang bertanggung jawab?

Bukan lagi waktu yang tepat untuk saling tuding menuding, salah menyalahkan. Tapi yang diperlukan kesadaran dan tindakan. Tindakan yang tepat dan jelas akan pentingnya kelestarian alam. 

Bukan hanya pemerintah namun kita sebagai pemilik negeri ini harus turut andil membersihkan masalah ini. Ibarat pepatah ‘Tong Kosong Nyaring Bunyinya’, jangan hanya bicara tapi buktikan. Jangan sampai si penyelamat bumi ini tersisihkan keberadaannya.

#SAVEMANGROVE  #SIPENYELAMATBUMI

Daftar Pustaka

Angarita, J. L., Tilley, A., Hawkins, J. P., Pedraza, C., & Roberts, C. M. (2018). Land Use Patterns and Influences of Protected Area on Mangroves of the Eastern Tropical Pacific. Biological Conservation, 82-91.

Duarte, C. M., Losada, I. J., Hendriks, I. E., Mazarrasa, I., & Marbà, N. (2013). The Role of Coastal Plant Communities for Climate Change Mitigation and Adaptation. Nature Climate Change, 961-968.

Estoque, R. C., Myint, S. W., Wang, C., Isthiaque, A., Aung, T. T., Emerton, L., . . . Fan, C. (2018). Assessing Environmental Impact and Change in Myanmar's Mangrove Ecosystem Service Value due to Deforestation (2000-2014). Global Change Biology, 5391-5410.

FAO. (2007). The World's Mangrove 1980-2005: A Thematic Study Prepared in The Framework in The Global Forest Resources Assessment 2005. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Fawzi, N. I. (2016). Evaluasi Perubahan dan Fragmentasi Hutan Mangrove di Delta Mahakam, Kalimantan Timur untuk Pengelolaan Kawasan Pesisir.Yogyakarta: Tesis. Universitas Gadjah Mada.

Giri, C., Ochieng, E., Tieszen, L., Zhu, Z., Singh, A., Loveland, T.,Duke, N. (2011). Status and Distribution of mangrove forest of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography, 20, 154 - 159.

Hamilton, S. E., & Friess, D. A. (2018). Global Carbon Stocks and Potental Emissions due to Mangrove Deforestaton from 2000 to 2012. Nature Climate Change.

Hasan, G.M., Kurniawan, A., Ooi, S.K., Hestra, M., Broekema, Y., Bayen, S., 2015. Pol- lutants in mangrove ecosystems: a conceptual model for evaluating residence time. In: Proceedings of the 5h International Conference on Water & Flood Management (ICWMF-2015), Dhaka, Bangladesh.

Ilham, M., Dargusch, P., Dart, P., & Onrizal. (2016). A historical analysis of the drivers of loss and degradation of Indonesia's mangroves. Land Use Policy, 54, 448-459.

Lee, W.K., 2017. Wave Attenuation Function of Mangroves along Singapore’s Northern Coast (Masters thesis), National University of Singapore (Unpublished).

Mudiyarso, D., Purbopuspito, J., Kauffman, J. B., Warren, M. W., Sasmito, S. D., Donato, D. C., . . . Kurnianto, S. (2015). The Potential of Indonesian Mangrove Forests for Global Cliimate Change Mitigation. Nature Climate Change.

Thiagarajah, J., Wong, S.K.M., Richards, D.R., Friess, D.A., 2015. Historical and comteporary cultural ecosystem service values in the rapidly urbanizing city state of Singapore. Ambio 44, 666–677.

Penulis:

Aryani Zahara Kartini
Ikhtiar Jauhari
Kelvin Juan Marcos

Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun