Mohon tunggu...
Kelvin Cahyadi
Kelvin Cahyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - menulis apapun yang saya rasa menarik!

selamat datang di laman kompasiana milik Kelvin! semoga tulisan-tulisan saya menghibur, memberi insight, dan silahkan berikan masukan opini kamu juga di komentar!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Jurnalisme Warga dan Isu Etika: Subjektivitas Framing Sang Non Profesional

17 Maret 2022   21:54 Diperbarui: 17 Maret 2022   22:07 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial berarti makhluk yang tidak dapat hidup sendiri dan harus hidup secara berdampingan satu sama lain. Sekalipun seorang dengan seorang lainnya tidak saling mengenal, namun dalam hidupnya manusia perlu bantuan dari siapa pun di sekitarnya. 

Bantuan yang diterima oleh seseorang dapat dialami melalui berbagai hal, contohnya seperti menjadi penyedia jasa ataupun barang yang berguna dalam keseharian, menolong menjadi asisten, hingga menjadi penyampai pesan atau informasi.

Saat ini kita dibantu dengan hadirnya media massa, meski demikian masyarakat sering merasa tidak puas dan mencoba ikut membagikan berita menurut 'versinya' sendiri. Pendapat pribadi atau framing yang dilakukan oleh masyarakat awam inilah yang sering kali menjadi sebuah permasalahan. 

Masyarakat merasa punya hak untuk berbicara, namun tidak menyesuaikan dengan kode etik yang ada. Masyarakat menginginkan kebebasan, namun masyarakat tidak memahami apa yang ada di lapangan seperti halnya para jurnalis profesional. 

Adanya subjektivitas framing ini menciptakan sebuah ketidakseimbangan dalam penyampaian berita dan informasi. Subjektivitas ini melahirkan kecaman pada media massa yang sering dianggap berpihak.

Melalui esai ini, penulis akan mencoba untuk mengupas, mengapa subjektivitas framing menjadi hal yang meresahkan, meskipun kegiatan jurnalisme warga merupakan hal baik. 

melalui tulisan ini, penulis ingin memberitahu bahwa jurnalis warga perlu menyesuaikan diri dengan kode etik jurnalisme yang ada dan berlaku, sehingga penyampaian berita pun dapat berjalan dengan baik dan berguna bagi khalayak umum.

ISI

2.1 Jurnalis dan Jurnalistik

Kegiatan penyampaian pesan atau informasi yang biasa kita sebut sebagai berita merupakan hal yang dibutuhkan oleh masyarakat. Melalui penyampaian berita, masyarakat jadi mengetahui mengenai data, fakta, pengumuman, rangkuman kegiatan, hingga laporan terkini mengenai keadaan sekitar, baik informasi tersebut berskala kecil, hingga berskala internasional. Penyampaian berita umumnya dilakukan oleh profesional dibidangnya yang biasa kita sebut sebagai jurnalis.

Seorang Jurnalis melakukan pekerjaan jurnalistik, yang meliputi pengumpulan, pencarian, peliputan, hingga penyebaran sebuah informasi yang ditemukan dilapangan. Karya jurnalistik yang diciptakan oleh para jurnalis profesional biasanya disebarkan melalui media massa yang umumnya kita jumpai seperti televisi, radio, koran, majalah, dan berbagai macam media lainnya. Jurnalis profesional biasa bekerja untuk perusahaan media massa yang menjadi penyedia berita bagi masyarakat, baik berskala daerah, nasional, hingga internasional.

Masyarakat seharusnya sudah cukup terpuaskan kebutuhan akan informasi terkini melalui hadirnya para jurnalis di media massa umum. Nyatanya, masih sering kali masyarakat merasa media hanya memberitakan informasi secara sepihak. Media menyampaikan berita secara nyata berdasarkan data dan fakta, namun masyarakat melihat adanya pandangan yang disorot khusus sehingga terlihat sebuah keberpihakan. Media melalui kegiatan framing dianggap berpihak pada poros-poros tertentu.

2.2 Etika Jurnalistik

Dewan Pers Indonesia mengatur adanya 11 kode etik jurnalistik yang disahkan pada 2006 lalu. Kesebelas kode etik yang ada ini mengatur mengenai bagaimana para wartawan resmi yang bernaung dibawah Dewan Pers Indonesia menjalankan tugas mencari, mengolah, dan membagikan karya jurnalistik mereka. Keseluruhan pasal yang tertuang dalam kode etik ini mengatur bagaimana Wartawan bersikap profesional dan jujur, bagaimana mereka harus menyajikan dan mengolah karya jurnalistik, serta bagaimana ketentuan dan prosedur pencarian berita yang legal dan menghargai hak narasumber dan sang wartawan.

Ketentuan kode etik yang berlaku bagi para wartawan atau jurnalis profesional merupakan hal yang harus dituruti. Pelanggaran atas kode etik ini pun diatur dan tertulis secara lengkap dalam laman dalam jaringan milik Dewan Pers Indonesia. Ketentuan ini ada yang diciptakan guna mengawasi, mengatur, dan Membimbing para wartawan untuk menjadi penyedia informasi yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.

2.3 Framing dalam Jurnalistik

Dalam dunia jurnalistik, framing juga memiliki peran yang sama seperti bingkai sebuah foto. Melalui buku berjudul  Frame Analysis : An Essay on The Organization of Experience, Erving Goffman (1974) menyebut Framing sebagai sebuah situasi yang dilakukan untuk menyesuaikan prinsip organisasi dengan keadaan yang terjadi secara subjektif menurut seseorang. Sedikit berbeda dengan Goffman, Charlotte Ryan (1991) menyebutkan framing sebagai alat untuk menyampaikan emosi dan perasaan atas berbagai isu politik. 

Berdasarkan pengertian dari kedua ahli ini, dapat disimpulkan bahwa framing merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengangkat sebuah isu dengan subjektivitas dan emosi seseorang atas permasalahan tertentu. Poin utama dari framing adalah bagaimana fokus utama dari sebuah kejadian, pengalaman, atau kasus yang diliput oleh wartawan atau jurnalis profesional menjadi bahan pemberitaan dalam media massa, baik ditampilkan di koran, majalah, televisi, ataupun secara lisan di radio.

2.4 Jurnalisme Warga dan subjektivitas Framing

Jurnalisme warga pada dasarnya sama seperti halnya yang dilakukan oleh para jurnalis profesional yang bekerja untuk media massa pada umumnya. Yang membedakan jurnalisme warga dan jurnalis profesional adalah para jurnalis profesional memiliki izin resmi untuk mencari dan membagikan informasi secara legal, sedangkan jurnalisme warga melakukannya secara mandiri dengan pengetahuan ala kadarnya mengenai jurnalistik. 

Kegiatan jurnalistik yang tidak dilakukan mengikuti kaidah aturan yang berlaku dalam dunia jurnalistik merupakan tindakan yang tidak resmi dan dapat berakibat pada mis-informasi. Salah satu hal yang kerap terjadi adalah adanya subjektivitas framing dalam pemberitaan jurnalisme warga.

Aktivitas jurnalistik yang dilakukan oleh media massa utama bertujuan untuk menyampaikan informasi dan berita terkini, terancam mendapat kritik karena adanya subjektivitas framing oleh jurnalisme warga. Tujuan untuk menyampaikan opini masyarakat pun juga terancam gagal karena etika yang terlanjur disalahi masyarakat: terlalu subjektif karena 'perasaan pribadi' yang dilibatkan.

Framing yang terdapat dalam karya jurnalistik para jurnalisme warga dapat kita jumpai dengan mudah melalui media sosial yang dekat dengan kita sehari-hari, seperti tulisan yang terdapat dalam Whatsapp atau facebook. Opini jurnalisme warga ini biasa berkutat mengenai kabar bohong atas isu atau permasalahan yang sedang ramai dibicarakan oleh media.

Salah satu contoh nyatanya adalah banyaknya opini yang muncul dari kalangan 'whatsapp keluarga' berupa beredarnya kabar burung yang berbau kabar bohong. Hal ini tercipta dari framing seadanya soal kurang paham dan informasinya para jurnalisme warga dalam menanggapi informasi resmi yang ada. Banyak hal yang menjadi 'korban' framing apa adanya para warga yang disebar melalui aplikasi-aplikasi media sosial tersebut yang dapat menyesatkan orang lain.

KESIMPULAN

Manusia merupakan makhluk yang kompleks. Manusia membutuhkan informasi untuk tetap menjaga diri mendapat informasi terbaru, namun manusia berharap untuk bisa lebih terlibat, bahkan tidak jarang mengganggu aktivitas umum. Kegiatan jurnalisme warga yang seharusnya memberikan pandangan baru, dapat berdampak pada framing yang berbahaya bagi berita yang dikonsumsi masyarakat. Karya jurnalistik yang seharusnya membantu masyarakat dapat menjadi bumerang bagi kredibilitas para jurnalis yang sudah susah payah memenuhi kebutuhan informasi manusia.

Jurnalisme warga harus lebih menaati etika yang ada dan berlaku. Meski sekalipun bukan profesional, namun untuk bisa ikut membagikan informasi, masyarakat awam Perlu belajar agar tidak salah langkah. Jarimu harimau mu, begitulah pesan pepatah. Jurnalisme warga perlu lebih banyak belajar agar opininya tidak menjadi senjata yang menghancurkan keberagaman dan persatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun