Mohon tunggu...
Komunitas Keluarga Kompasianer
Komunitas Keluarga Kompasianer Mohon Tunggu... -

K-Tiga adalah kepanjangan dari Komunitas Keluarga Kompasianer. Komunitas ini didedikasikan sebagai wadah silaturahim kompasianer, khususnya yang memiliki anggota keluarga yang juga memiliki akun kompasiana. Grup ini juga dibuat sebagai sarana berbagi info dan inspirasi seputar dunia keluarga. Diharapkan K-Tiga bisa menginspirasi kompasianer lain untuk menularkan semangat menulis di lingkungan terdekatnya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Muhammad Rizki Dwi Agustin: Berkembang dalam Prestasi dan Berpandangan Luas Berkat Pramuka

17 Oktober 2015   19:41 Diperbarui: 18 Oktober 2015   11:49 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Dok. Pri | Rizki Ketika Ditemui Di Sekolahnya SMA N 1 Cibungbulang, Kab. Bogor"][/caption]Batu Loncatan Itu Bernama Pramuka

Matanya terlihat begitu penuh semangat dan antusias, ketika berbagi pengalamannya dalam berbagai acara. Sosok anak lelaki yang tinggi semampai itu, tegas namun santai dalam menjawab beberapa pertanyaan yang ku lontarkan kepadanya. Walau hari sudah siang, namun semangat untuk membagi pengalaman begitu mengalir hingga panasnya siang itu tidak begitu terasa.

Muhammad Rizki Dwi Agustin namanya, anak lelaki dihadapanku itu adalah seorang anak kelas XII IPA SMA N 1 Cibungbulang.  Rizki, begitulah ia disapa oleh para guru dan teman-teman sebayanya. Rizki adalah anak yang cukup banyak mengantongi prestasi sedari SD hingga SMA, tercatat ia pernah menyabet nilai tertinggi UASBN pada tahun 2009 di sekolahnya.

“Harapan untuk kedepannya adalah melanjutkan pendidikan setelah SMA saja, kalau berbicara keinginan sendiri, saya sangat ingin masuk akademi kepolisian. Kalau tidak, saya ingin seperti teteh Nurika (kakak perempuan Rizki) yang berkuliah di IPB jurusan kehutanan. Pun bila nanti belum ada kesempatan untuk melanjutkan, saya akan jadi kakak pembina pramuka saja di sekolah.” ujar sang juara satu kelas, tidak tanggung-tanggung tiga tahun berturut-turut ia borong ketika bangku SMP.

Ada harapan yang tinggi dalam jiwa anak lelaki ini, namun ada hal yang menarik ketika ia menyatakan yang seperti sebuah kepasrahan, akan tetapi ada semangat didalamnya, yaitu “ingin menjadi kakak pembina pramuka”.

Sempat heran dengan keinginannya menjadi pembina pramuka, karena sudah berapa lama ia terjun dalam bidang kepramukaan? Lalu apa manfaatnya menjadi seorang kakak pembina pramuka? Banyak sekali pertanyaan dalam benak ini ketika itu, namun pertanyaan tersebut satu persatu diterjawab dengan sendirinya, karena ketika aku menyemuinya (16/10/15) disekolahnya yang berada di kecamatan Cibungbulang, Bogor.

Takdir Menuntunnya Menjadi Seorang Anggota Pramuka dengan Pandangan Luas

Awal mula Rizki ceritakan adalah ketertarikannya kepada pramuka karena ketika baru saja ia masuk SMA, kemudian ditugaskan menjadi anggota PASKIBRA sekolah, ia tidak begitu tertarik seperti ketika SMP, bahkan ia dan teman-temannya mendapatkan juara harapan tingkat kota Bogor, yang dilaksanakan disalah satu sekolah yang cukup ternama di Bogor. Akan tetapi, menurutnya PASKIBRA ketika di SMA yang tidak memiliki pembimbing sama seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Karena dari itu, ia memutuskan untuk keluar dari anggota PASKIBRA. Akan tetapi ia dihadapkan untuk memilih ulang ekstra kulikuler sekolah selain PASKIBRA, dari beberapa pertimbangan maka ia memilih Pramuka sebagai ekstra kulikuler pilihannya kala itu.

Awalnya saya berfikir bahwa itu bentuk pelarian, namun Rizki tidak berpandangan seperti itu. Ia memiliki penilaian  lain terhadap Pramuka kala itu, menurutnya Pramuka adalah ekstra kulikuler yang sangat Indonesia, tak hanya itu ia juga beranggapan bahwa Pramuka memiliki dimensi yang luar untuk merangkul seluruh masyarakat.

Pertama, ia menggambarkan dimensi seni dan budaya lokal dalam pramuka, dimana ketika pertama kali ia masuk pramuka, ia dihadapkan  mewakili sekolahnya untuk berpartisi dalam lomba tari daerah.

[caption caption="Dok. Pri | Rizki dengan beberapa adik binaan pramuka"]

[/caption]

Tentunya Rizki dan teman-temannya mencari konsep, meneliti, mengkomparasi dan berdiskusi banyak tarian yang ada di Indonesia, hal tersebut dilakukan untuk memberikan yang terbaik untuk sekolahnya. Karena beban ketua diserahkan  kepada Rizki kala itu, maka belajar lebih keraspun dilakukan olehnya, hingga pada akhirnya ia menemukan satu tarian yang menurutnya simple namun dipastikan akan menarik perhatian banyak orang, tari dari papua ia pilih kala itu.

Konsep tarian pun ia buat, lalu dipresentasikan kepada guru dan teman-temannya, hingga akhirnya hal tersebut disetujui oleh masyarakat sekolah. Oleh karena kerja keras dari Rizki dan berbagai pihak yang terkait, usaha tersebut dibayar oleh pihak penyelenggara untuk mendapatkan juara 3 tarian daerah kota Bogor. Menurutnya itu adalah kesan pertama yang luar biasa, menurutnya itu baru satu dimensi dalam pramuka.

Dimensi selanjutnya menurut Rizki yang ada dalam pramuka adalah, dimensi sosial. Ya, dimensi sosial menurutnya sangat erat dengan pramuka. Dimana anggota pramuka, diajarkan untuk peduli dengan  keadaan  sosial masyarakat dimana ia tinggal.

[caption caption="Dok. Pri | Pribadi yang hangat dan juga cerita terlihat dalam dirinya"]

[/caption]

Atas pandangan itulah, Rizki pernah menjadi ketua pelaksana bakti sosial kepada anak yatim dan piatu di salah satu desa yang dalam naungan kecamatan Cibungbulang, kabupaten Bogor. Dalam kegiatan itu, Rizki dan kawan-kawannya menggalang bantuan dari berbagai pihak, antara lain masyarakat sekolah, alumni sekolah dan orang tua murid.

Antusias masyarakat sekolah pun sangat baik menurut Rizki kala itu, sehingga Rizki dan kawan-kawannya banyak mendapatkan donasi tidak berupa uang, namun juga sembako dan pakaian. Menurutnya event tersebut adalah yang menyadarkannya bahwa hidup itu memang butuh saling bantu, karena ia secara langsung mendapatkan cerita bahwa ada anak yang tidak sempat makan hari itu, tidak ambil waktu lama Rizki menyerahkan jatah makan siangnya juga beberapa panitia lainnya secara sukarela, menurut Rizki ingatan itu yang membuatnya bersyukur masih memiliki orang tua, dan masih bisa makan ketika pulang ke rumah, pastinya akan berbeda dengan anak-anak yang Rizki dan teman-temannya temui.

Tidak hanya itu yang dilakukan oleh penyabet juara satu lomba debat sekolah ini, dalam dimensi sosial pramuka yang ia geluti selama dua tahun ini adalah, membantu para polisi untuk mengurai kemacetan di jalanan lalu lintas yang sering menjadi konsentrasi titik macet di ruas kabupaten Bogor. Kegiatan tersebut dilakukan Rizki dan teman-temannya dalam rangka pengabdian  kepada masyarakat dan juga negara.

[caption caption="Dok. Pri | Rizki bersama teman-teman terdekat yang berada pada kelas XII IPA"]

[/caption]

Tidak kurang dari itu telah dua kali puasa, Rizki menjadi petugas pramuka yang membantu para polisi dalam bertugas mengatur arus mudik dan arus balik. Kegiatan tersebut tidak dilakukan oleh Rizki sendiri, akan tetapi juga didukung oleh teman-temannya yang aktif dalam pramuka secara bergantian. Terhitung mereka membantu polisi kecamatan dalam kurung waktu 15-20 hari, yaitu 10 –H dan 10 hari +H. Menurut Rizki, kegiatan dalam membantu polisi ketika bulan puasa itu susah-susah bangga, susahnya kalau mendapat piket siang atau sore, karena waktu puasa, bangganya ketika para pengguna jalan patuh kepada intruksi Rizki.

Dimensi selanjutnya yang menurutnya ada dalam pramuka adalah, dimensi mencintai alam. Ya, mencintai alam adalah bagian yang tidak terlepaskan dari kehidupan pramuka. Karena alam adalah sahabat yang perlu kita jaga keberlangsungannya, tidak hanya dijaga, alam juga perlu dirawat dengan penuh kasih dan sayang. Agar alam juga memberikan kasih dan sayangnya, dengan cara alam sendiri.

Cara alam memberi kasih sayang kepada manusia itu banyak, menurut Rizki. Antara lain yang sering terlupakan adalah oksigen yang selalu manusia hirup, itu adalah bentuk kasih sayang alam kepada manusia. Tidak hanya itu, menurutnya alam telah memberikan manusia banyak fasilitas untuk digunakan, mulai dari tanah, air, udara dan lain sebagainya, namun penggunaan tersebut harus dilandaskan kepada kemaslahatan alam secara langsung, bukan hanya digunakan saja tanpa dijaga.

[caption caption="Dok.Pri | Rizki bersama sahabat dekatnya yang selalu mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan Rizki"]

[/caption]

Bukti kecintaannya kepada alam Rizki realisasikan dengan cara menanam pohon, ini karena pohon memiliki banyak manfaat, selain pohon menjadi produsen oksigen, pohon juga berperan sebagai mengikat air dan tanah yang paling kuat. Oleh karenanya, Rizki menggerakan program menanam pohon acap kali digelar perkemahan para anggota pramuka.

Mendapati penjelasan Rizki tentang pramuka kala itu, aku terlihat sangat malu kepada diri sendiri. Karena ketika aku seumurnya, bisa dikatakan tidak sampai untuk memiliki kepedulian lebih baik kepada sesama bahkan alam. Dari Rizki saat itu aku belajar banyak hal, dan ketika aku  tanya siapa yang paling berpengaruh dalam pembentukan pola pikirnya. Rizki menjawab ada dua faktor yang mendukungnya dalam pola pikirnya, yang pertama ia mengatakan orang tuanya, dan kedua adalah lingkungan sekolah terkhusus dalam ekstra kurikuler pramuka.

Rumah Mungil Yang Mengingatkan Ku Pada Ayah

Ketika Rizki berbicara tentang orang tua, aku sangat ingin bertemu dengan orang tuanya. Sampai pada akhirnya Nurika menawariku untuk datang kerumahnya, tawaran tesebut ku sambut dengan hangat. Akan tetapi Rizki tidak bisa ikut pulang kerumah saat itu, dikarenakan ia masih memiliki kelas hingga pukul 5 sore.

Dari SMA N 1 Cibungbulang menuju rumah Rizki, membutuhkan waktu sekitar 15 menit apabila menggunakan motor, namun apabila menggunakan angkot bisa jadi 30 menit menurut Nurika yang mengantarku kerumahnya. Pun angkot yang menuju rumahnya itu bisa dikatakan jarang, karena memang rumah Rizki berada disalah satu kampung yang berada kawasan gunung salak.

Untuk mencapai rumah Rizki, aku menggunakan jasa ojek pribadi, yang tidak lain adalah kakak kelas ku yang hari itu sedang memiliki waktu santai. Pemandangan sawah dan gunung hadir ketika aku menuju rumah Rizki, dengan jalanan menanjak, ditemani kelokan tajam, lengkap dengan kondisi jalan yang rusak membuat para pengendara motor harus berhati-hati.

[caption caption="Dok. Pri | Rumah Rizki yang cukup jauh dijangkau dari kota Bogor"]

[/caption]

Motor berhenti disebuah rumah mungil yang didepannya terhampar jalanan rusak, Nurika keluar dan memberikan bahasa tubuh agar aku masuk. Aku ambil beberapa foto terlebih dahulu sebelum masuk, setelah selasai baru  ku masuk dengan melepas sepatu.

Kurang lebih 6 km, dari SMA N 1 Cibungbulang menuju rumah Rizki. Nurika mempersilahkan ku masuk dan duduk. Aku hanya pandangi rumah mungil Rizki, tidak ada seorang pun dirumahnya saat itu, hingga aku harus menunggu beberapa saat sampai Ayahnya Rizki datang, disusul kemudian  oleh Ibunya.

Namun sebelum itu, inilah penggambaran rumah Rizki yang ku datangi kala itu. Rumah Rizki bisa ku katakan mungil, memiliki 2 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi dan ruang tamu ala kadarnya. Lantai hanya beralaskan semen yang diplester halus, dinding berwarna orange mewarnai sekitarnya, pun hanya terpampang sebuah sertifikat penghargaan Nurika karena telah menjadi pembicara sebuah acara. Ruang tamu tersebut sepertinya sekaligus ruang keluarga, namun juga sekaligus tempat menyimpan lemari pakaian keluarga tersebut. Beberapa saat hanya bisa ku pandangi keadaan rumah tersebut, entah karena heran, simpati atau apalah itu. Aku hanya bisa terdiam sebelum akhirnya Ayah Rizki menyapaku ketika ia datang.

[caption caption="Dok. Pri | Ruang tamu yang juga menjadi ruang keluarga, ketika berada di rumah Rizki bersama Nurika dan Delita (Ojek Pribadi kala itu)"]

[/caption]

Saat itu, aku jujur kebingungan untuk bertanya ini dan itu, namun menurut Ayah Rizki, keadaan ekonomi keluarganya memang tidak bisa dibilang berada, untuk menghidupi satu istri dan tiga anaknya saja, Ajat Sudrajat rela bekerja serabutan. Karena memang menurutnya, ibunda Rizki, Adah Jubaedah yang tidak lain istrinya hanya melakoni kegiatan mengurus rumah, atau lebih akrab dengan panggilan ibu rumah tangga. 

Akan tetapi, prinsip yang dimiliki Ajat sungguh mengingatkan ku kepada Ayah, walau redaksi berbeda namun pesan itu sama dengan apa yang Ayah katakan dulu kepada anak-anaknya. Ini perkataan Ajat “Kalau saya nanti mati mas, lalu anak-anak saya tidak sekolah jujur saya khawatir mereka tidak bisa bertahan hidup, karena dipastikan saya tidak bisa memberikan warisan apapun kepada mereka, Akan tetapi kalau mereka tetap sekolah minimal S1, saya yakinkan mereka mampu hidup dimana pun nantinya. Oleh karena itu saya rela kerja apapun untuk Nurika, Rizki dan si bungsu Aziz”.

Meleleh hati ku ketika mendengar itu, karena perkataan Ayah begitu jelas dan nyaring kala itu. Rasa haru saat itu sekuat tenaga ku tahan, walau pada akhirnya tak tertahan ketika ku sedang berada dikamar tidur setelah pulang. Penuturan Ajat, Rizki adalah anak yang tidak terlalu banyak tingkah, karena kegiatan di rumah setelah pulang sekolah lebih banyak digunakan belajar, dan setelah magrib mengaji. Pun kalau pagi, Rizki sudah harus pergi ke sekolah, apabila sempat Ayahnya mengantar, apabila tidak Rizki berjalan kaki atau ikut tumpangan mobil bak yang melewati sekolahnya.

[caption caption="Dok. Pri | Lantai rumah Rizki yang hanya plesteran semen halus, yang sejujurnya sudah jarang saya temui di beberapa tempat"]

[/caption]

Ajat juga menuturkan, bahwa keseharian Rizki apabila naik angkot setidaknya harus dibekali Rp. 10.000,-/hari, dari situ bisa dikatakan butuh kurang lebih Rp. 300.000,- untuk biaya tranportasi Rizki ke sekolah. Belum lagi apabila Rizki ada kegiatan mengajar pramuka kepada adik binaan setiap pekan, setidaknya apabila di hitung butuh Rp. 500.000,- Rizki dalam satu bulan. Dan perlu digaris bawahi, bahwa itu tanpa jajan atau beli camilan disekolah, tentu  Ibunya menyiasati agar Rizki membawa bekal ke sekolah.

Itu baru biaya transportasi, apabila ditambah dengan tunjangan sekolah yang per/bulannya Rp.350.000,- maka dibutuhkan Rp. 850.000,-, pun untuk biaya kehidupan sehari-hari untuk makan keluarga, biaya listrik dan  air dalam satu bulan setidaknya keluarga tersebut butuhkan Rp. 1.500.000,-. Kebutuhan tersebut belum termasuk si sulung Nurika yang sedang berkuliah di universitas dan si bungsu Aziz yang sedang duduk dikelas 6 sekolah dasar. Kalau digabungkan antara keperluan Nurika dan Aziz, setidaknya butuh Rp. 2.000.000,- dalam sebulan.

[caption caption="Dok. Pri | Ayah, Ibu dan Kakak Rizki yang ketika berada di rumah, dan sempat ngobrol santai bersama ku"]

[/caption]

Kemudian, karena Rizki dan Aziz adalah siswa yang akan menghadapi ujian nasional dan kelulusan, setidaknya dalam waktu dekat ini keduanya butuh dana sekitar Rp. 2.000.000,- meliputi biaya try out, bimbingan belajar tambahan, perpisahan akhir tahun, dan biaya lainnya. Jadi apabila diakumulasi kebutuhan keluarga Rizki, kurang lebih sekitar Rp. 7.000.000,- dengan  tambahan dana tidak terduga sekitar Rp. 600.000,-.

Dan apabila Rizki nantinya setelah lulus kuliah pada bulan April mendatang, maka setidaknya dibutuhkan dana sekitar Rp. 10.000.000,-, agar Rizki tetap bisa melanjutkan pendidikannya. Maka apabila diakumulasi secara keseluruhan, setidaknya Rizki membutuhkan dana yang cukup besar, yaitu Rp. 17.000.000,-.

Dana tersebut, dengan pekerjaan Ajat yang serabutan dengan penghasilan satu bulan kisaran Rp.800.000,- tentu terasa sangat berat. Oleh karenanya, dengan berbagai prestasi yang dimiliki Rizki, semangat berbagi walaupun dirinya kekurangan, dan juga kecintaan akan kepada keluarga, teman, masyarakat juga negara, akankah kita membiarkan Rizki berjuang sendiri? Aku yakinkan tidak, karena keyakinan Rizki bahwa manusia saling membutuhkan adalah hal yang harus terwujud dengan nyata, salah satunya dengan berperan aktif dalam Community Act.

 

Ditulis oleh : Fawwaz Ibrahim

Diedit oleh : Uli Hape

Transkip Wawancara : Egi Sukma Baihaqi

Saran Siswa : Delita Septiana Rosdiana

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun