Mohon tunggu...
Fauzan Ammar Fata Yusuf
Fauzan Ammar Fata Yusuf Mohon Tunggu... Freelancer - Amateur Writer | A Longlife Learner

Masih butuh belajar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Prakerja dan Segala Permasalahannya

21 Juni 2020   16:37 Diperbarui: 21 Juni 2020   16:37 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Christin Hume on Unsplash 

Program Prakerja adalah program peningkatan kompentensi kerja yang diberikan dalam bentuk pembiayaan pelatihan dan insentif pasca pelatihan. Terealisasinya program kartu pra-kerja ini merupakan bentuk pemenuhan salah satu janji kampanye Jokowi pada saat pemilihan presiden tahun 2019. 

Program kartu Prakerja resmi dibuka pendaftarannya pada hari tanggal 11 April 2020. Dikarenakan diluncurkan saat pandemi Covid-19, program Prakerja menjadi semi bantuan sosial. Pemerintah menggelontorkan dana sebesar Rp20 triliun untuk penerima manfaat 5,6 juta orang. 

Rinciannya, bantuan pelatihan Rp1 juta, insentif sesudah pelatihan Rp600.000 per bulan selama 4 bulan, dan insentif survei Rp150.000 per peserta. Awalnya direncanakan teknik pelaksanaannya secara offline, tetapi karena ada pandemi Covid-19 diubah seluruhnya secara online.

Prakerja dan pandemi

Angka pekerja yang di-PHK dan yang dirumahkan semakin kesini semakin bertambah. Berdasarkan data Kemenaker per 27 Mei 2020, sektor formal yang dirumahkan mencapai 1.058.284 pekerja dan yang di-PHK sebanyak 380.221 orang pekerja. Sedangkan pekerja informal yang terkena dampak, dirumahkan dan PHK mencapai 318.959 orang, sehingga totalnya ada 1.757.464 orang dirumahkan dan PHK. Belom lagi ditambah dengan pekerja yang belom melaporkan.

Pemerintah memperkirakan akan ada tambahan pengangguran sebanyak 5,23 juta jiwa, apabila pandemi ini terus menerus berlangsung. Data tersebut berbeda jauh dengan data dari pelaku usaha. 

Dilansir dari cnbcindonesia.com, Ketua Umum Kadin Indonesi, Rosan P Roeslani pernah mengungkapkan bahwasanya akibat mandeknya dunia usaha, kini sudah ada 6 juta orang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan.

"Kalau kita lihat, kan saya di-update asosiasi secara berkala. Yang dirumahkan dan juga yang PHK kalau angka kami tembus 6 juta orang. Dengan prosentase 90% dirumahkan, 10% di-PHK," kata Rosan kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/5/20).

Kurang tepat dan terkesan buru-buru

Menurut penulis, peluncuran program Prakerja saat pandemi seperti ini dirasa kurang tepatdan terkesan buru-buru. Masyarakat khususnya yang terkena PHK dan yang dirumahkan, lebih membutuhkan bantuan dana langsung bukan pelatihan-pelatihan, walaupun ada insentif uangnya juga. 

Mau tidak mau, berarti korban PHK secara tidak langsung harus mencari keterampilan baru dengan cara mengikuti program-program pelatihan yang tersedia di mitra platfrom digital Prakerja, yang mana nantinya bisa menghasilkan uang pada saat pandemi Covid-19.

Dilemanya adalah saat pandemi ini tidak banyak yang membuka lowongan pekerjaan dan masyarakat yang di-PHK dan yang dirumahkan sebelumnya sudah mempunyai keterampilan sebelumnya. 

Jadi, bisa dikatakan bahwasanya masyarakat yang di-PHK dan yang dirumahkan harus mencari keterampilan baru yang sesuai dengan pekerjaan-pekerjaaan atau kegiatan usaha yang dibutuhkan pada saat seperti ini.

Seharusnya para masyarakat yang di-PHK dan yang dirumahkan, dikasih bantuan dana secara langsung saja. Nantinya, jika pandemi sudah mulai membaik, para korban PHK dan yang dirumahkan bisa kembali direkrut kembali. Sedangkan untuk para pengangguran yang awalnya menjadi target program Prakerja, dijadikan peserta program Prakerja dan diberikan insentif uang yang lebih sedikit.

Salah sasaran

Beberapa waktu lalu, sebuah postingan dari seseorang yang bernama Agus Eko Kristiyanto terkait program Prakerja membuat heboh. Di mana di dalam postingan tersebut, ia menceritakan bagaimana pengalamannya terhadap program Prakerja. 

Ia bukan korban PHK ataupun yang dirumahkan, tetapi bagaimana bisa ia diterima sebagai salah satu peserta kartu Prakerja? bukannya program Prakerja saat ini prioritasnya adalah orang-orang yang terkena PHK dan yang dirumahkan?

Dilansir dari finance.detik.com, Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Pra Kerja mengatakan akan memprioritaskan masyarakat yang terdampak Corona seperti kena PHK, dirumahkan, hingga berkurangnya pendapatan. 

Mereka yang mendaftarkan dirinya melalui situs resmi www.prakerja.go.id akan didahulukan. Sisanya jika masih ada kuota, akan dipilih secara acak oleh sistem yang dimiliki pemerintah dalam menjalankan program Kartu Pra Kerja.

Setiap gelombang pendaftaran program kartu prakerja, selalu melebihi kuota. Jumlah korban yang di-PHK dan yang dirumahkan saat ini lebih besar dari kuota setiap gelombang pendaftaran kartu Prakerja, yang mana bisa diartikan seluruh korban yang di-PHK dan yang dirumahkan seharusnya langsung menjadi peserta kartu Prakerja. 

Lantas, bagaimana bisa contoh kasus seperti Agus yang notabene-nya bukan korban yang di-PHK maupun yang dirumahkan bisa terpilih menjadi peserta kartu Prakerja? Jikapun pemerintah mempunyai data korban yang di-PHK maupun yang dirumahkan, seharusnya orang-orang yang bukan termasuk itu tidak lolos menjadi peserta Prakerja.

Penunjukan plaform digital yang tidak sesuai

Salah satu hasil kajian ICW menyimpulkan bahwa penunjukkan mitra platform digital dalam program Prakerja diduga tidak menggunakan mekanisme pengadaan barang dan jasa sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, yang mana ini bisa menyebabkan tidak adanya nilai keadilan dalam proses penunjukkan mitra.

Berdasarkan perpes 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam pasal 38 ayat 4 menyatakan bahwa Penunjukan langsung untuk mendapatkan Penyedia barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultasi/Jasa lainnya hanya boleh dilakukan pada keadaan tertentu. Lebih lanjut dalam ayat 5 dijelaskan secara lebih terperinci tentang "Keadaan tertentu". 

Di dalam ayat 5 tersebut, program Prakerja tidak memiliki kriteria keadaan tertentu. Artinya metode penunjukan langsung yang dilakukan dalam rangka pemilihan platform digital program prakerja tidak sesuai.

Konflik kepentingan, praktik monopoli, persaingan usaha tidak sehat, dan memperkaya diri

Berdasarkan hasil kajian ICW, ditemukan 850 jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh 147 lembaga pelatihan, yang mana 111 berbentuk lembaga dan 36 berbentuk individu yang tersebar di dalam delapan mitra platform digital Prakerja yaitu Tokopedia, Bukalapak, Pijar Mahir, Sekolah.mu, Pintaria, Skill Academy, MauBelajarApa dan Kemnaker. 

Dimana 10 diantaranya merupakan individu yang masih terkait dengan Ruangguru dan Skill Academy, diantaranya, Iman Usman selaku Pendiri dan Direktur Produk dan Kerjasama Ruangguru, Arman Wiratmoko selaku Vice President of Corporate Strategy and Finance Ruangguru, dan Adilla Inda Diningsih selaku SVP Sales & Marketing Ruangguru.

Padahal di dalam aturan jelas-jelas tidak penjelasan mengenai lembaga pelatihan berbentuk individu. Dalam Pasal 6 ayat (1) Perpres 36 tahun 2020, disebutkan bahwa pelatihan diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan yang dimiliki swasta, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau pemerintah. 

Lebih lanjut, dalam Pasal 26 ayat Permenko 3/2020 disebutkan bahwa salah satu kriteria yang harus dimiliki lembaga pelatihan adalah memiliki perizinan berusaha atau nomer induk berusaha yang diterbitkan oleh sistem online single submission. Lalu, bagaimana bisa lembaga pelatihan berbentuk individu mempunyai perizinan berusaha atau nomer induk berusaha? Jikapun ada, lantas kenapa diloloskan?

Patut dicurigai kenapa lembaga pelatihan berbentuk individu bisa lolos terdaftar menjadi lembaga pelatihan di platform digital. Padahal yang menetapkan adalah manajemen pelaksana. Menurut penulis, seharusnya lembaga pelatihan berbentuk individu tidak bisa diambil oleh peserta Prakerja dan hanya diperuntukan oleh umum.

Lebih lanjut, ICW menemukan banyak lembaga pelatihan yang terafiliasi dengan platform prakerja. ICW menemukan dari 850 jenis pelatihan terdapat 137 pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga pelatihan yang juga merupakan platform program kartu prakerja. 

Ada hal yang aneh yang ditemukan ICW, yaitu Skill Academy yang notabene-nya adalah platform digital prakerja diwaktu yang sama juga menjadi lembaga pelatihan di Tokopedia. 42 jenis pelatihan dari Skill Academy yang berada di Tokopedia. Jelas-jelas di tokopedia tertera "Lembaga pelatihan yang telah tergabung" dan di situ termasuk Skill Academy. Tokopedia yang sebagai platform digital, materi pelatihan di Tokopedia juga terdapat di platform digital lain, seperti Skill Academy dan Pintaria. Hal yang serupa juga terjadi pada platform digital Pintaria yang termasuk ke dalam salah satu lembaga pelatihan yang ada di Tokopedia.

Pintaria juga merupakan pemilik dari HarukaEDU, yang mana HarukaEdu merupakan salah satu lembaga pelatihan yang ada di Pintaria. HarukaEdu menawarkan 24 jenis pelatihan melalui platform digial Pintaria.

Untuk platform digital yang dalam waktu yang sama berperan sebagai platform digital merangkap juga sebagai lembaga pelatihan, terjadi pada Sekolah.mu dan Pijar Mahir. Untuk Sekolah.mu dari 69 jenis pelatihan yang ditawarkan dalam platform ini, sebanyak 12 pelatihan yang diselengarakan oleh lembaga pelatihan yang terafiliasi dengan Sekolah.mu. 

Tidak luput juga Pijar Mahir, dari 136 pelatihan yang di tawarkan, sebanyak 10 pelatihan diantaranya milik Lembaga Pelatihannya sendiri dan ada beberapa lembaga pelatihan yang tidak dimasukan kedalam list "Mitra lembaga pelatihan" di website Pijar Mahir. lantas, kenapa tidak masuk kedalam list tersebut?

Sebagaimana diatur dalam Perpres 36/2020, yang diperinci dalam Permenko 3/2020, dijelaskan pada Pasal 50, bahwa platform digital memiliki tugas diantaranya, melakukan kurasi lembaga pelatihan, dan melakukan pengawasan serta evaluasi atas penyelenggaraan pelatihan. Tidak satupun yang menjelaskan mengenai tugas platform digital yang bisa menyediakan lembaga pelatihan dari dirinya sendiri. Lucu sekali rasanya, platform digital mengkurasi, mengawasi, dan mengevaluasi lembaganya sendiri di waktu yang bersamaan.

Semua ini bisa menimbulkan potensi konflik kepentingan, praktik monopoli, persaingan usaha tidak sehat, dan memperkaya diri dalam program kartu prakerja. Bagaimana tidak? di dalam Pasal 52 ayat (1) Permenk 3/2020 disebutkan bahwa platform Digital diperbolehkan mengambil komisi jasa yang wajar dari Lembaga Pelatihan yang melakukan kerja sama. 

Kondisi diperparah dengan tidak adanya besaran komisi yang jelas, sebagaimana yang di dalam Pasal 52 ayat (2) Permenko 3/2020 disebutkan bahwa besaran komisi jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perjanjian kerja sama dan mendapat persetujuan dari Manajemen Pelaksana.

Tidak adanya penetapan standar harga dari seluruh materi pelatihan yang berada di platform digital. Jika dilihat secara lebih baik, terdapat beberapa materi pelatihan yang "sama" dari berbagai lembaga pelatihan dan harganya berbeda-beda. Ini bisa menimbulkan potensi monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat, padahal program Prakerja memakai APBN.

Menurut penulis, seharusnya dibuat aturan yang memukul rata harga dari berbagai macam materi pelatihan yang sama atau, khusus program program Prakerja tidak boleh ada materi yang sama di antara lembaga pelatihan, agar makin banyak variasi materi pelatihan.

Materi pelatihan yang umum dan mengikuti pasar perkotaan

Menurut penulis, materi pelatihan kebanyakan mengikuti "pasar" perkotaan. Seharusnya, materi-materi pelatihan juga diimbangi dengan materi yang mengikuti "pasar" sektor pertanian, perikanan, industri, dan yang lainnya. Terlebih di kondisi pandemi ini, materi yang cocok adalah yang mengenai sektor pertanian, agar bisa menunjang kebutuhan makan sehari-hari.

Materi pelatihan yang berada di plafrom digital juga kebanyakan adalah materi-materi dasar/umum. Menurut penulis, seharusnya materi dasar/umum tidak usah dijadikan berbayar dan seharusnya materi dasar/umum dijadikan gratis saja dan tetap mendapatkan sertifikat. Jika dirasa ingin memperdalam lebih lanjut, barulah materi-materi tahap lanjut yang dijadikan berbayar.

Banyak sekali di luar sana materi-materi dasar yang gratis dari lembaga/situs/organisasi pelatihan. Tidak jarang juga, orang-orang yang bisa dibilang sukses di keterampilannya, secara cuma-cuma mengajarkannya kepada orang-orang. Ini bisa menimbulkan efek jangka panjang. Alih-alih ingin meningkat kualitas SDM Masyarakat indonesia, jusru malah dijadikan bisnis belaka, apalagi materi dasar/umum.

Jikapun materi dasar/umum dijadikan berbayar, yang paling berharga adalah sertifikatnya itu sendiri. Lantas, sebanarnya mana yang lebih berpengaruh terhadap peluang karir antara orang yang punya sertifikat dari mengikuti pelatihan dengan materi umum/dasar yang berbayar dengan orang yang tidak punya sertifikat tetapi kualiatasnya sama?

Penulis mengambil salah satu contoh materi dasar/basic seperti materi "Penulisan CV", materi tersedia di 9 lembaga pelatihan yang membahas itu. Jika ditelusuri secara luas, banyak sekali materi tersebut yang diajarkan oleh lembaga/situs/organisasi pelatihan baik dalam bentuk offline atau online.

Menurut penulis, seharusnya program Prakerja dilaksanakan di masing-masing daerah di Indonesia dengan melihat potensi daerah. Tujuannya agar materi-materi pelatihan prakerja ini bisa sesuai dengan potensi dari masing-masing daerah. Secara teknis, setiap orang mempunyai kuota pengambilan materi berdasarkan asal daerahnya. Kuota pengambilan materi yang lebih besar hanya untuk pengambilan materi-materi pelatihan yang mengenai potensi daerahnya. Harapannya adalah masing-masing daerah bisa lebih cepat berkembang dengan memaksimalkan potensi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun