Mohon tunggu...
Syifa NurFauziyah
Syifa NurFauziyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Topik Favorit Ilmu Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Arab Spring: Runtuhnya Rezim Qaddafi dan Perekonomian Libya Pasca Qaddafi

24 Agustus 2022   20:50 Diperbarui: 24 Agustus 2022   20:50 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Libya negara di Afrika bagian utara merdeka tanggal 24 Desember 1951 yang nantinya pada tahun 1969 terjadi gelombang revolusi yang berakibat digulingkannya Raja Idris oleh Kolonel Muammar al-Qaddafi. Qaddafi memimpin dengan gaya kepemimpinan otoriter dengan menerbitkan kitab pedoman bernama Kitab al-Akhdar (Buku Hijau) yang berisi tentang buku suci politik Libya. 

Majunya negara Libya di bawah kepemimpinan Qaddafi tidak serta merta membuat negara Libya aman dari gempuran peristiwa besar di tanah Arab yang dikenal sebagai Arab Spring, yaitu gerakan revolusi yang terjadi hampir serentak di dunia negara Arab. Digulingkannya Qaddafi berimplikasi terhadap perekonomian Libya pasca kepemimpinannya.

ARAB SPRING DAN JATUHNYA QADDAFI

Dimulai dari peristiwa bakar diri seorang pedagang buah bernama Mohamed Bouazizi di negara Tunisia pada bulan Desember tahun 2010 menjadi pemicu awal gelombang revolusi di negara-negara Arab, tidak terkecuali Libya yang juga terkena dampak gejolak Arab Spring. 

Qaddafi yang bergaya kepemimpinan otoriter dan selama masa pemerintahannya kurang lebih 40 tahun tidak melakukan pemilihan presiden secara berkala, menjadi pemicu gelombang demonstrasi dari masyarakat yang menuntut perubahan di sistem pemerintahan Libya, 

ditambah dengan maraknya praktik korupsi di tubuh pemerintahan Qaddafi dan gaya berpenampilan Qaddafi yang nyentrik dan terkesan mewah semakin membuat masyarakat Libya geram. Setelah munculnya pemantik revolusi tersebut yaitu peristiwa Arab Spring, pergerakan mulai terjadi di kota-kota besar di Libya untuk menurunkan Qaddafi.

 Demonstrasi pertama kali terjadi di kota Benghazi pada 15 Februari 2011, aksi protes terus berlanjut hingga menyebar sampai ke ibukota Tripoli. Konflik antara kubu rakyat pemberontak dan aparat pemerintah semakin rumit dengan adanya campur tangan asing. Pada tanggal 17 maret 2011, pasukan Inggris, Prancis dan, Amerika menjatuhkan bom di Libya sebagai tanda perlawanan terhadap Qaddafi. 

Kenyataan itu membuat Qaddafi terus berpindah ke kota yang dirasa aman, hingga akhirnya sang diktator yang telah berkuasa hampir setengah abad itu tewas di tangan kelompok pemberontak dan jasadnya dipamerkan di tengah pasar kota Sirte.


FAKTOR REVOLUSI LIBYA

Revolusi di Libya terjadi pada tahun 2011, dilatarbelakangi oleh kebijakan yang dilakukan M. Qaddafi yang memiliki tujuan untuk mempertahankan dirinya sebagai pemimpin tertinggi di Libya. Qaddafi berkuasa selama kurang lebih 42 tahun semenjak ia melancarkan kudeta pada tahun 1969. 

Qaddafi mulai menunjukan tanda-tanda penguasa yang otoriter, mulai dari hilangnya kebebasan pers, media yang tidak boleh sembarangan menayangkan berita, serta tidak adanya partai politik. Kebebasan rakyat terkekang, semua harus di bawah kontrol pemerintah. 

Masyarakatnya juga tidak boleh mengeluarkan pendapat yang tidak sejalan dengan Qaddafi. Rakyat Libya kemudian melakukan aksi-aksi protes terhadap Qaddafi di bulan Februari tahun 2011, mereka menuntut Qaddafi segera turun dari jabatannya dikarenakan kediktatorannya sebagai pemimpin negara. 

Aksi demonstrasi yang terjadi di Libya berawal pada tanggal 15 Februari 2011. Aksi demonstrasi oleh warga Libya di kota Benghazi berubah menjadi kerusuhan ketika aparat keamanan kota Benghazi, merespon aksi gerakan massa menggunakan kekerasan.

Hubungan yang dibangun Qaddafi dengan rakyat di negaranya sendiri memburuk, ketidakpercayaan kepada pemerintah ditandai dengan munculnya kesenjangan sosial dalam masyarakat Libya, padahal salah satu poin utama dalam janji awal Qaddafi adalah penghapusan kelas sosial. 

Tapi karena banyak terjadinya korupsi dan nepotisme, harta negara banyak berputar dan dinikmati oleh keluarga Qaddafi saja. Sedangkan negerinya mulai jatuh miskin. Kekayaan Muammar Qaddafi dan keluarganya mencapai lebih dari 600 triliun rupiah yang tersebar di Libya, Prancis, Italia, Inggris dan Amerika Serikat. 

Seluruh aset dan kekayaan Muammar Qaddafi bersumber dari perusahaan minyaknya yang memonopoli ladang-ladang minyak Libya dan jaringan pemasarannya. Usaha dalam rangka mempertahankan legitimasinya, Muammar Qaddafi menempatkan anak-anak, keluarga, kerabat dan para pendukung fanatiknya dalam lingkaran kekuasaanya tanpa mempertimbangkan aspek profesionalitas.

Qaddafi menyokong gerakan-gerakan kelompok separatisme di berbagai negara. Ia mensponsori gerakan-gerakan tersebut bahkan sampai memberikan pelatihan bagi tentaranya. Tindakan Qaddafi ini dikecam sama PBB dan mulai mencoreng nama Libya di mata internasional. 

Termasuk insiden Pan Am 103 Flight pada 21 Desember 1988. Pesawat Pan Am 103 mengalami ledakan dan kecurigaan jatuh pada Libya. Libya awalnya mengelak dan menolak kerja sama investigasi. Namun kemudian pada 2003, Libya mengaku bertanggungjawab dan memberikan kompensasi kepada korban.


PERBANDINGAN EKONOMI ERA QADDAFI DAN SESUDAH QADDAFI

 

Pendapatan per kapita negara Libya termasuk salah satu yang tertinggi di benua Afrika. Pendapatan tersebut berasal dari pendapatan minyak tetap yang menjadi sumber pendapatan utama negara Libya. Pendapatan dari sektor minyak menyumbang lebih dari setengah PDB dan 97% ekspor. 

Libya memiliki cadangan minyak terbesar di Afrika dan merupakan kontributor penting bagi pasokan global minyak mentah. Bank Dunia juga menyatakan jika Libya masuk sebagai negara dengan Ekonomi Pendapatan Menengah Atas bersamaan dengan tujuh negara lain di Afrika. Dengan jumlah populasi yang sedikit, pemerintah Libya dapat memberikan jaminan sosial yang sangat baik terutama untuk perumahan dan pendidikan.

Saat Negara Libya berada di bawah pimpinan Muammar al-Qaddafi (1969--2011), pemerintah melakukan kontrol yang kuat atas ekonomi, industri perminyakan digencarkan pada 1970-an, dan serikat pekerja negara bagian dan organisasi menjalankan bisnis besar industri. Untuk mengurangi ketergantungan negara yang besar pada minyak, kebijakan ekonomi pembangunan pertanian dan industri diterbitkan.

Alih-alih keadaan Libya pasca Qaddafi menjadi lebih maju dan beradab, justru terpental mundur dalam konflik antar elit dan kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan. Perang saudara menghancurkan Libya. Produksi minyak yang merupakan jantung ekonomi, terjun bebas. 

Dari sekitar 1,7 juta barel per hari di tahun 2010 menjadi hanya 400 ribu barel per hari di 2016. Sebanyak 435 ribu orang kehilangan rumah. Lebih 100 ribu orang mengungsi ke Italia (4500 diantaranya tenggelam/tewas sebelum menginjakkan kaki di Italia). Lalu, sekitar 44 persen rumah sakit hancur total. Sebanyak 558 sekolah tidak lagi beroperasi. Dan karena konflik itu, 279 ribu anak didik tak lagi bersekolah.

Singkat cerita, ada banyak kemunduran dan kerusakan secara ekonomi, sosial, dan politik pasca tergulingnya Qaddafi. Jangankan untuk berpikir ekonomi bergerak maju, membayangkan hidup tenang tanpa desing peluru, ledakan bom, terjangan roket, itu saja sulit.

HIKMAH YANG DAPAT DIAMBIL DARI KONFLIK LIBYA

 

Arab Spring gerakan politik yang sama sekali tidak terpikirkan akan dampaknya terasa hampir disemua negara arab terjadi bisa menjadi awal mula runtuhnya kekuasaan Muammar al-Qaddafi yang telah bertahan kurang lebih 40 tahunan.  

Dari konflik Libya kita dapat belajar bahwa penggunaan gaya kepemimpinan otoriter yang berlebihan dapat menyebabkan pemimpin dipandang sebagai orang yang mendominasi dan keras kepala. Hal tersebut dapat menimbulkan kebencian di antara rakyatnya. 

Perang saudara tidak akan pernah menyelesaikan apapun, hal ini malah akan membuat keuntungan bagi pihak lain yang memanfaatkan situasi tersebut. Indonesia dapat belajar juga dari hal yang terjadi di Libya tentang penerapan sistem kepemimpinan dan tingkat kerugian yang dapat disebabkan dari perang saudara. 

Dampak dari gaya kepemimpinan Qaddafi juga tidak lepas dari permasalahan ekonomi dalam negara Libya. Pasca revolusi yang menggulingkan Raja Idris memang membawa harapan baru bagi negara Libya namun, karena Qaddafi selama memimpin melakukan banyak intervensi yang berlebihan membuat masyarakat Libya geram dan akhirnya melakukan penggulingan terhadap Qaddafi setelah peristiwa Arab Spring mencuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun