Mohon tunggu...
Kelas Penulis
Kelas Penulis Mohon Tunggu... -

sekumpulan penulis amatir yang sedang belajar (demi hidup yang lebih baik) Situs blog: https://kelaspenulis.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mesin Tik, Kakek, dan Ken

17 Oktober 2016   23:48 Diperbarui: 19 Oktober 2016   02:41 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang, Ken mengajar Bahasa Indonesia di SMA Negeri 70 Jakarta. Sesekali, dia membacakan karya-karya sastra. Bahwa karya sastra bukan hanya sebentuk materi bahan ajar. Lebih dari itu, karya sastra merupakan sumber kekayaan hidup sehari-hari.

Karya sastra makin membuat Ken mengerti dirinya, menemukan dirinya, bahwa ia lebih mampu jadi seseorang yang perhatian kepada orang lain ketika mendengarkan, ketimbang berbicara. Apalagi, berbicara tentang dirinya.

“Tidak. Karya sastra bukan cerita tentang penulisnya yang membesarkan diri. Bukan tentang kebesaran penulisnya. Tetapi cerita tentang segala yang mungkin dan menjadi milik semua orang. Bukan gue, aku, saya, ane, yang hebat,” kata Ken di kelas suatu hari.

Bahwa dengan karya sastra, Ken memperoleh kebajikan, kutipan, pengalaman, memori, cerita dan lain sebagainya juga dari penulis lain. Orang lain.

Orang lain yang memberi lebih dari sekadar dirinya. Orang lain yang sebagai penulis, sudah melalui masa-masa sulit, hasil riset, perjuangan, dan berbagai macam surplus untuk kemudian dia bagikan ke pembaca. Seutuhnya. Lebih, malah.

Waktu itu, sepulang dari pemakaman si kakek, Ken duduk di depan mesin ketik kakeknya.

Ia masih mendengar samar-samar melodi jari si kakek menekan-nekan tombol mesin itu. Sambil terpaku, Ken ingat kakeknya sesekali berhenti sebentar. Kepala mendongak dan mata memandang entah ke mana.

Ken sadar. Memori ini bukan cuma tentang mesin ketik. Atau, tentang kecepatan mengetik.

Semua ini lebih dari mesin tik, lebih dari melodi dan jari menari, lebih dari momen kakeknya terpaku mencari-cari sesuatu.

Semua memori ini tentang tulisan dan cerita yang punya kekuatan dan berguna untuk orang lain.

Ini tentang kerelaan hati bersabar untuk memilih kata, memilah huruf dan makna, menentukan cerita yang terbaik bagi pembaca. Jelas ini bukan tentang kepala yang mendongak atau mata memandang entah ke mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun