Sejak hari itu, Arya dicerca. Para pejabat lain pun takut mendekatinya, khawatir menjadi korban kemarahan sang Raja. Namun, Arya tidak berhenti. Ia berkeliling desa, mendengar langsung keluhan rakyat, dan mencatat setiap permasalahan yang terjadi. Rakyat pun mulai percaya pada Arya.
Di sisi lain, Pangeran Bima semakin asyik memperluas kerajaan bisnisnya. Ia membuka toko-toko mewah di ibu kota dan sering kali mengadakan pesta besar untuk menunjukkan "perhatiannya" pada rakyat. Namun, rakyat mulai sadar bahwa pesta-pesta itu hanya kamuflase.
"Semua ini hanya pencitraan untuk mengibuli kita," bisik seorang pedagang di pasar.
Tak lama kemudian, bencana melanda. Hasil panen rakyat merosot akibat pajak yang terlalu tinggi, dan perdagangan menjadi lesu. Nama Raja Tirto dan Pangeran Bima tercoreng. Rakyat mulai melakukan protes besar-besaran di alun-alun kerajaan.
Raja Tirto yang panik segera memanggil para pejabat untuk meminta nasihat. Namun, tak seorang pun berani berbicara jujur, khawatir akan dicerca seperti Arya. Raja pun sadar bahwa ia telah kehilangan kepercayaan, bahkan dari orang-orang terdekatnya.
Di tengah kekacauan itu, Arya kembali ke istana, meskipun ia tahu risikonya. "Tuanku, izinkan hamba membantu mengembalikan kepercayaan rakyat," katanya.
Raja Tirto terdiam sejenak. Ia melihat ketulusan di mata Arya, sesuatu yang tidak pernah ia temukan di pejabat lain. Dengan berat hati, Raja menerima bantuan Arya.
Dengan bimbingan Arya, kerajaan mulai melakukan reformasi. Pajak diturunkan, perdagangan dibuka untuk semua pedagang, dan rakyat diberi kesempatan menyuarakan aspirasinya. Raja Tirto pun belajar untuk mendengarkan, meskipun butuh waktu baginya untuk mengikis sifat angkuhnya. Lambat laun, nama baik kerajaan mulai pulih, kali ini bukan karena pencitraan, melainkan karena tindakan nyata.
Cerita ini menjadi pelajaran bahwa citra baik hanya dapat bertahan jika dibangun dengan hati, bukan sekadar pencitraan untuk mengibuli. Dan di negeri antah-berantah itu, Arya dikenang sebagai sosok yang berani menentang demi kebaikan, meskipun harus menghadapi risiko besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H