Mohon tunggu...
Mas Riyanto Riadi
Mas Riyanto Riadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Belajar dan terus belajar adalah kunci utama dalam mencapai sebuah kesuksesan hakiki

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Citra Baik Dengan Hati Atau Pencitraan Untuk Mengibuli

13 Januari 2025   07:48 Diperbarui: 13 Januari 2025   07:54 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Raja di Kerajaan Cahaya

Sejak hari itu, Arya dicerca. Para pejabat lain pun takut mendekatinya, khawatir menjadi korban kemarahan sang Raja. Namun, Arya tidak berhenti. Ia berkeliling desa, mendengar langsung keluhan rakyat, dan mencatat setiap permasalahan yang terjadi. Rakyat pun mulai percaya pada Arya.

Di sisi lain, Pangeran Bima semakin asyik memperluas kerajaan bisnisnya. Ia membuka toko-toko mewah di ibu kota dan sering kali mengadakan pesta besar untuk menunjukkan "perhatiannya" pada rakyat. Namun, rakyat mulai sadar bahwa pesta-pesta itu hanya kamuflase.

"Semua ini hanya pencitraan untuk mengibuli kita," bisik seorang pedagang di pasar.

Tak lama kemudian, bencana melanda. Hasil panen rakyat merosot akibat pajak yang terlalu tinggi, dan perdagangan menjadi lesu. Nama Raja Tirto dan Pangeran Bima tercoreng. Rakyat mulai melakukan protes besar-besaran di alun-alun kerajaan.

Raja Tirto yang panik segera memanggil para pejabat untuk meminta nasihat. Namun, tak seorang pun berani berbicara jujur, khawatir akan dicerca seperti Arya. Raja pun sadar bahwa ia telah kehilangan kepercayaan, bahkan dari orang-orang terdekatnya.

Di tengah kekacauan itu, Arya kembali ke istana, meskipun ia tahu risikonya. "Tuanku, izinkan hamba membantu mengembalikan kepercayaan rakyat," katanya.

Raja Tirto terdiam sejenak. Ia melihat ketulusan di mata Arya, sesuatu yang tidak pernah ia temukan di pejabat lain. Dengan berat hati, Raja menerima bantuan Arya.

Dengan bimbingan Arya, kerajaan mulai melakukan reformasi. Pajak diturunkan, perdagangan dibuka untuk semua pedagang, dan rakyat diberi kesempatan menyuarakan aspirasinya. Raja Tirto pun belajar untuk mendengarkan, meskipun butuh waktu baginya untuk mengikis sifat angkuhnya. Lambat laun, nama baik kerajaan mulai pulih, kali ini bukan karena pencitraan, melainkan karena tindakan nyata.

Cerita ini menjadi pelajaran bahwa citra baik hanya dapat bertahan jika dibangun dengan hati, bukan sekadar pencitraan untuk mengibuli. Dan di negeri antah-berantah itu, Arya dikenang sebagai sosok yang berani menentang demi kebaikan, meskipun harus menghadapi risiko besar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun