Saat Air Mata Menetes Tanpa Disadari
Saat Marah Meluap Tanpa Permisi
Masuk rumah orang harus permisi
Sampaikan salam buat yang disana
Bagaimana bisa kontrol emosi
Kalau mudah terbawa suasana
Halo Mas Bro dan Mbak Bro.
Pernah ga tiba-tiba marah atau nangis tanpa bisa kontrol?
Setelahnya bertanya kok bisa ya?
Emosi buat sebagian besar orang hanya sebatas pada rasa amarah. Pernah dengar kalimat, “Santai Bro, jangan emosi dong”. Otak Kita langsung menangkap artinya adalah “Tenang dan jangan marah”. Karena kebiasaan pemakaian kata emosi ini untuk mewakili kata marah. Sama seperti
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebagai berikut:
- Luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat;
- Keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan); keberanian yang bersifat subjektif);
- Marah;
Berdasarkan pengertian pertama diatas ada 2 tipe manusia yaitu:
- Preventif
Pada dasarnya pengertiannya adalah mencegah agar ga terjadi apa-apa. Saat menonton film ada orang yang akan menutup matanya saat ada adegan yang ga disukainya. Misalnya adegan sedih dan horor. Untuk adegan sedih ada yang malu nangis ga jelas karena “hanya” menonton. Sedangkan untuk adegan horor banyak yang ga mau kaget saat adegan horor.
Selain menutup mata ada juga yang berusaha tetep nonton tapi ga ngasih perhatiannya 100% sama film. Biar ga terbawa perasaaan. Dalam hati ngomong, “Ini cuma adegan film”. Berusaha skeptis.
Sehari-hari seharusnya kebiasaan ini bisa dibawa agar ga mudah terbawa suasana. Karena dibutuhkan orang yang tetap memiliki pemikiran jernih dalam memutuskan sesuatu. - Represif
Kalau diibaratkan dunia kesehatan, represif bersifat menyembuhkan saat penyakit sudah terjadi. Emosi yang sudah keluar baru ditahan. Air mata sudah menetes supaya ga mengalir terus. Amarah yang sudah terlanjur membabibuta ditahan supaya ga membludak.
Kita ambil contoh saat menonton film, banyak orang terbawa perasaan saat menonton film. Nangis saat pemerah utamanya terbunuh. Marah saat pemeran utamanya kalah sama pemeran antagonis. Pernah liat kan?
Padahal kan cuma adegan film.
Kalau disuruh memilih pasti kebanyakan orang akan memilih preventif dari pada represif. Tapi kamu termasuk preventif atau represif?. Trus bagaimana caranya untuk mengatur emosi.
- Menghindari Konflik
Cara seperti sebenarnya sudah membudaya. Jawa dan Sunda adalah 2 budaya yang menghindari konflik sebisa mungkin. Pada dasarnya cara ini baik tapi bukanlah yang terbaik. Ada yang ga suka berantem menghindari adanya perbedaan pendapat daripada berujung dengan selisih paham. Untuk masalah yang diluar kendali menghindari konflik adalah solusi terbaik. Misal untuk tindak kejahatan begal, menghindari jalan malam dari tempat sepi adalah solusinya. Menghindar. - Jangan Terbawa Suasana
Sebagai “makhluk timur”yang sudah terbiasa sejak kecil untuk membawa perasaannya dalam bertindak. Ini sulit. Perasaan adalah harta berharga kita yang harus selalu dibawa kemana-mana. Karena membantu untuk mengambil keputusan. Sayangnya harus disadari kalau perasaan sering blunder saat membuat keputusan. - Hadapi Masalah
Kalau masalah udah ga bisa dihindari. Ya, hadapi Bro. Nah rumus kedua jangan lupa. Hadapi masalah tanpa melibatkan perasaan 100%. Urusan bisa tambah runyam.
Seperti makan yang selalu perlu setiap hari. Masalah juga pada dasarnya perlu. Untuk melatih Kita supaya tetep stand by dalam kondisi apapun dan untuk menghadapi apapun. Temen-temen yang akhirnya harus berakhir dijalan atau RSJ adalah bukti nyata.“Masalah bukan dihindari. Masalah harus dihadapi dan dikalahkan”
Kita ambil analoginya seperti pesan yang masuk. Pasti, ada pemberitahuan masuk ke dalam handphone (baca: hape). Otak juga punya cara kerja yang sama. Dalam kondisi apapun kita menyadari apa kemungkinan yang akan terjadi. Saat ada temen yang berduka cita kita ikut sedih karena kita juga ikut merasa kehilangan. Ada yang biasa saja karena ga memiliki hubungan yang dekat dengan yang berduka. Ketika akan “jatuh” dalam emosi itu. “Kesadaran” dalam otak harus “hidup”. Ga boleh terbawa suasana.
Logika sederhana yang sering membawa orang hanyut dalam sedih dan marah adalah kegagalan atau kesedihan yang sedang mereka alami “seperti” dianggap akhir dari dunia. Padahal masih ada hari esok untuk memulai dengan lembar yang baru.
“Kesedihan hari ini cukuplah untuk hari saja”
Kesadaran itu yang harus tumbuh. Sayangnya proses untuk menumbuhkan itulah yang menjadi bagian terberat. Karena saat “itu” sudah tumbuh maka jalan kedepan tinggal gas pol rem pol.
Semoga berguna
Senang berbagi dengan kalian.
Banyak yang senang film horor
Tapi takut sama adegan setannya
Amarah manusia seperti obor
Kita harus bisa mengontrolnya
Banyumanik, Semarang
10:00 WIB, 27 Januari 2016
Tulisan Kita
Kalau ada pertanyaan atau hal-hal yang mau didiskusikan silahkan memberikan komentar dibawah.
Terimakasih
Tentang Kita
Twitter : keKITAan_
Facebook : Tentang Kita
Instagram : kekitaan_
Youtube : Kita/
Website : kekitaan.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H