Mohon tunggu...
Keisya Permana
Keisya Permana Mohon Tunggu... Lainnya - Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran

Semoga semesta selalu mengizinkan tulisan-tulisan ini lahir ke bumi untuk membersamai manusianya.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Budi Pekerti: Dalam Layar, Dalam Cuitan, Satu Per Satu Hilang

28 Juni 2024   15:00 Diperbarui: 29 Juni 2024   10:36 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang penggiat seni perfilman, Wregas Bhanuteja, telah melalui proses panjang untuk menciptakan film panjang keduanya setelah Penyalin Cahaya (2021). Wregas menghasilkan satu karya fenomenal di penghujung tahun 2023 yang ia beri judul Budi Pekerti. 

Budi Pekerti dirilis tahun 2023 dengan durasi 110 menit yang disutradarai dan ditulis oleh Wregas sendiri dengan kepingan-kepingan yang ia susun sejak lama. Kemampuan akting yang luar biasa dari pemainnya mendukung usaha Wregas Bhanuteja untuk memvisualisasikan segala bahasa lisan dari skenario yang ditulisnya.

Budi Pekerti, bercerita tentang Bu Prani seorang guru BK yang diperankan dengan sangat apik oleh Sha Ine Febriyanti yang terlibat perselisihan dengan pengunjung di pasar saat mengantri kue putu Mbok Rahayu. Kejadian itu terekam dan tersebar di media sosial hingga unggahan itu mulai menimbulkan kecaman karena Bu Prani dianggap tidak mencerminkan sikap layaknya seorang guru. Dimulai dari Bu Prani, menyebar ke dalam keluarganya, hingga anak didiknya semasa dahulu juga terkena dampaknya. Dari plot inilah kemudian mengalir plot-plot kecil lain.

Budi Pekerti dalam Balutan Biru dan Kuning

Sejak awal ketika melihat poster film Budi Pekerti, satu yang terlintas adalah pemilihan warna. Poster film bernuansa kuning dengan tone warna dingin yang disuguhkan melalui warna biru. Dua warna ini menjadi kekhasan yang murni dari tangan Wregas ketika menulis skenario. Semiotika dua warna ini takjauh dari bagaimana Wregas mengaplikasikan warna buku Pendidikan Moral Pancasila di Sekolah Dasar. Selaras dengan judul film ini, Wregas pun memilih dominasi warna kuning dan biru yang ia pakai sebagai tanda. 

Warna kuning muncul sebagai warna seragam sekolah Bu Prani, masker duckbill, helm skuter, warna rambut Muklas, background ketika Bu Prani melakukan klarifikasi, hingga seragam senam komunitas Bu Prani. Sementara warna biru, sering dipakai menjadi warna baju utama, sorotan fokus kursi aula dengan biru lautnya, tenda dalam rumah yang berwarna biru, background klarifikasi Muklas, dan penunjang lainnya, seperti payung biru dan seragam sekolah yang juga berwarna biru kehijauan.

Dalam ilmu psikologi, warna kuning kerap diartikan sebagai warna yang melambangkan kebahagiaan, pencerahan, kreativitas, dan kehangatan. Selain itu, seluruh masyarakat menyepakati warna kuning sebagai rambu-rambu yang menunjukkan kehati-hatian. Dalam Budi Pekerti semiotika kuning sebagai bentuk hati-hati ditandai dengan segala hal yang diunggah ke media sosial.

 Banyak dukungan positif yang mulanya muncul berkaitan dengan refleksi (dalam Budi Pekerti adalah suatu hukuman oleh Bu Prani kepada siswa ketika melakukan kesalahan), tetapi menjadi belati bermata dua akibat satu pengakuan refleksi terkait gali kubur oleh Gora. Bentuk hati-hati ini juga ditunjukkan ketika Tita dengan tidak gegabah mengikuti keinginan Muklas untuk diam tidak bersuara di media sosial meski kata Muklas, "Salah atau benar itu cuma perkara siapa yang paling banyak ngomong". 

Cerminan warna kuning sebagai bentuk kehangatan dan harapan juga memperkuat makna akan kehidupan keluarga Bu Prani yang selalu bersama-sama. Bakso di tengah hujan pada akhir film menunjukkan kehangatan dan perjalanan pergi pindah adalah harapan untuk kehidupan yang lebih baik meski tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

Warna kuning juga menyiratkan lambang pengkhianatan, kebohongan, dan keegoisan. Kuning yang dipakai sebagai warna utama masker ini berkaitan dengan pengkhianatan. Masker dianggap sebagai metafora paruh burung yang sama seperti aplikasi bernama X (kala itu Twitter yang berwarna biru). Cuitan masyarakat sering kali datang tanpa henti dan siapapun dapat bicara apapun tanpa berlandaskan sesuatu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun