Mohon tunggu...
Mustaqimah Isnani
Mustaqimah Isnani Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

seorang perempuan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Strategi Peperangan

29 Juli 2011   02:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:17 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam kancah kehidupan, tak disangkal lagi sepertinya manusia memang sedang menghadapi peperangan. Jika orang melihat artian peperangan hanya sekedar di medan pertempuran dengan banyaknya persenjataan, dari senjata dengan para snipernya, granat-granat yang bergelimpangan, tank-tank yang saling baku hantam disertai bunyi bom-bom yang memborbardir lahan musuh. Namun sepertinya pula kehidupan di bumi tanpa embel-embel bau mesiu juga merupakan medan pertempuran. Sedikit sketsanya, ada dalam medan pertempuran berbau mesiu. Banyaknya yang lain, kenali dengan detail bahwa peperangan itu sedang terjadi. Secara personal, seseorang pun sedang mengalami peperangan pula misal dalam melawan hawa nafsunya yang mengebu-gebu tak terarah yang akhirnya masuk penjara deh. Bisa jadi karena strategi yang dipergunakan tidak cukup cakap untuk menyembunyikan persengkongkolan batin serta lahiriahnya. Akhirnya, si gayus ditangkap, si anas bisa jadi korban selanjutnya jika tidak segera pasang strategi yang jitu. Namun sepertinya dia sudah memiliki banyak strategi untuk menyudahi kemelut tersebut. Apakah itu?? Wallahua'lam.

Saya masih ingat dalam suatu scene yang dirasa cukup memukau bagi diri sendiri, entah dengan yang lain. Tentang suatu drama korea entah itu berdasar fakta atau tidak. Sebutlah dalam Queen Suendok, ketika dalam sebuah peperangan suatu kelompok terjepit karena telah dikepung oleh pihak musuh. Mereka dikelilingi oleh musuh. Lalu tiba-tiba, salah satu dari mereka memiliki gagasan untuk pasang strategi, buat formasi lingkaran dengan tameng sebagai pelindung. Lalu maju kedepan, buka tameng biar beberapa musuh masuk kedalam formasi, lalu bunuh lah musuh-musuh tersebut. Walau akhirnya kalah, tapi strategi tersebut cukup jitu untuk membunuh lawan daripada bertindak gegabah. Lalu pada scene yang lain, dalam sebuah peperangan pula untuk merebut dua benteng utama musuh, strateginya juga cukup menawan.

Pengaturan siasat:

1. Pihak-pihak yang bertarung senantiasa mematai-matai gerak-gerik lawannya. Ternyata mampu dimanfaatkan sebagai siasat.

2. Buat dua kelompok untuk bisa memenangkan perlawanan. Bukan satu lawan satu/ Kelompok satu menyerang kelompok pada benteng tersebut. Itu namanya baku hantam tak elit, tanpa strategi yang jitu.

3. Kelompok pertama dimaksudkan (pura-pura) mau menyerang ke benteng A dengan panji-panji serta satuan kompi atau resimen yang lumayan banyak. Pihak mata-mata musuh pasti akan menginformasikan hal tersebut pada tuannya, maka mereka pun siap-siap untuk membunuh lawan. Namun pada pertengahan jalan, rupanya mereka balik arah, tidak jadi ke benteng tersebut. "mengecoh lawan", asumsinya mereka pasti ke benteng satunya.

4. Namun ternyata kelompok satunya telah bersiap-siap diawal, dengan mengalahkan lawan penting "pihak pemanah ulung". Itu pun dengan cara sembunyi-sembunyi, dan ketika pihak lawan sedang lengah baru diserang. Lalu penyerangan-penyerangan pun dikerjakan untuk bisa meraih benteng.

5. Pihak benteng yang tadinya mau diserang pun akhirnya memutuskan untuk menerjunkan para tentaranya untuk bergerak ke benteng yang telah diserang tersebut. Dan tanpa menyadari bahwa tetap benteng yang ini yang hendak diserang pula. Ketika para tentara menuju ke benteng satunya dengan pasukan komplit, tentunya di benteng tersebut juga dijaga oleh beberapa tentara namun sedikit, dan lalu mereka pun menyerangnya sampai akhirnya direbutlah benteng tersebut.

Jika pernah lihat Seven Samurai, juga terdapat strategi yang cukup apik. Dalam sebuah desa yang terpencil, dan pada saat itu pada awal abad 20 di Jepang banyak bandit-bandit yang menyerang desa-desa untuk mengambil hasil panennya. Mengetahui hal itu akan terjadi dengan bantuan 7 pendekar samurai, desa tersebut berhasil membunuh para bandit. Pendekar seven samurai adalah para ahli samurai yang benar-benar tulus ikhlas menjalankan tugas tersebut, tanpa minta imbalan. Mulailah mereka pasang strategi untuk bisa memenangkan pertempuran tersebut.

Siasatnya:

1. Bagaimanapun caranya tetap diawal itu assessment kebutuhan plus juga melihat kondisi sekitar desa.

2. Ada beberapa titik yang digunakan untuk masuk para bandit, lalu mengupayakan solusi terhadap titik-titik tersebut.

3. Titik pertama rupanya pada bagian pintu masuk. Dibuatlah semacam parit yang cukup lebar serta dipagari dengan kayu-kayu.

4. Titik kedua, pada jembatan penyeberangan yang akhirnya dihilangkan jembatannya, lalu dipagari juga dengan kayu-kayu buat melihat keadaan musuh dan sebagai tameng.

5. Titik ketiga ternyata bagian belakang dekat hutan. Titik ini dijadikan tempat menjamu musuh. Dibiarkan tetap terbuka, namun disanalah mereka menempatkan banyak pasukan.

6. Titik ketiga ini hampir mirip cara kerjanya dengan formasi lingkaran yang ada diatas. Membiarkan beberapa musuh masuk, lalu dibunuh didalam. Lalu menamenginya lagi dengan jumlah pasukan yang lebih banyak.

Kalo sebelumnya pernah melihat jewel in the crown, dong yi, disana banyak sekali beberapa siasat "mengecoh lawan". Lawan akan berpikir bahwa lawannya sedang membuat strategi A, ternyata mereka sedang menggunakan strategi B. Sangat asyik memang jika membicarakan strategi-strategi peperangan. Kalau melihat Indonesia sekarang ini-pun, saya pikir mereka-mereka yang kena masalah pun memiliki strategi pula. Namun kebanyakan salah satu strateginya adalah money politic. Asal uang ada, maka semua peperangan bisa terjamin menang. Walau butuh waktu yang panjang untuk bisa melunakan pikiran rakyat yang kadang berada pada tensi rendah maupun tinggi. Jika mereka hanya berpikir secara personal terus-menerus (yang berkuasa), maka bisa jadi Indonesia tetap akan semakin bermasalah. Ada baiknya yang berkuasa melihatlah kejadian-kejadian yang lampau ketika elit politik banyak berbuat curang, mereka pun terjerembab. Namun rupanya yang diambil hikmatnya justru mereka masih meneruskan dosa-dosa para pendahulunya. Bukankah lebih baik mikul dhuwur, mendhem jero. Yang baik diambil, yang buruk dibuang. Eh ini malah mikul sing jero, mendhem sing dhuwur.

Sun Tzu said that "Kenalilah musuhmu, seperti mengenali dirimu sendiri"

Wallahua'alam

Jogja, 29 juli 2011

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun