Oleh :
Immanuel Hugo Setiawan (IESP 2019)
Rosa Maria Simanjuntak (IESP 2019)
Sejak pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) pada tanggal 20 Mei 2020, seharusnya Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat sudah bisa memungut iuran dari Aparatur Sipil Negara (ASN), buruh, hingga perusahaan swasta mulai tahun depan untuk keperluan perumahan pekerja. Namun kita mampu melihat ada penolakan dari pihak-pihak yang menjadi target implementasi Tapera.
Bila melihat dari berita mainstream, pengusaha dan sebagian besar pihak buruh sama-sama menolak karena iuran Tapera mengharuskan mereka mengeluarkan uang dari pendapatan mereka untuk iuran wajib pemerintah yang sebelumnya sudah cukup memberatkan, seperti iuran BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Hal tersebut cukup unik karena inilah pertama kalinya sejak waktu yang lama kita melihat pekerja dan pengusaha sependapat dalam suatu isu, walaupun atas dasar yang cukup berbeda. Tetapi, bukankah penolakan tersebut, terkhususnya dari kaum pekerja, tidak logis karena Tapera adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat umum? Apa yang perlu diperhatikan adalah urgensi pelaksanaan jaminan sosial ini dalam kondisi masyarakat saat ini.
Sejarah Jaminan Perumahan di Indonesia
Ringkasnya, Tapera adalah penyimpanan yang dilakukan oleh pekerja secara periodik yang hanya dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan urusan perumahan. Badan Penyelenggara Tapera (BP Tapera) bertugas sebagai koordinator utama dalam mengelola dan memanfaatkan dana simpanan tersebut.
Sebelumnya, konsep Tapera sudah ada sebagai mandat sedari masa Orde Baru, dengan Keputusan Presiden (Keppres) no. 14 tahun 1993 tentang Taperum PNS. Dengan menerbitkan UU no. 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman dan UU no. 4 tahun 2016 tentang Tapera, pemerintah sudah memberikan dasar bagi penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat sebagai manifestasi dari hak asasi manusia untuk mendapatkan papan yang layak yang tertera di dalam UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM. Akhirnya implementasi UU Tapera dimulai melalui PP Tapera.
Dengan keluarnya PP Tapera, kita mampu melihat bahwa ada masalah dengan jaminan perumahan yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah. Sebelum institusionalisasi Tapera secara khsusus melalui BP Tapera, jaminan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dipegang oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam bentuk program Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) dan Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP). Mekanisme dalam PUMP/PRP, diindikasikan oleh namanya, hanya berkutat pada pinjaman.
Hal tersebut membuat penyaluran dana tidak optimal ataupun mendukung pembiayaan urusan perumahan secara jangka panjang, memperparah isu perumahan di Indonesia sering dicirikan dengan ketidakmampuan banyak MBR untuk membeli rumah dan kebutuhan yang terus meningkat. Dengan alasan tersebut dan alasan lainnya tercantum dalam naskah akademis UU Tapera, pemerintah berusaha menformulasikan skema pembiayaan melalui tabungan dimana masyarakat juga berpartisipasi.
Tata Cara Pelaksanaan Tapera