Kajian oleh: Fauzan Nurul Akbar (IESP 2018), Devi Claudia (IESP 2019)
Virus corona atau dikenal juga sebagai COVID-19 ini adalah suatu pandemi baru di dunia. Wabah ini pada awalnya dipicu di provinsi Hubei, Tiongkok pada akhir 2019 lalu. Sudah banyak negara-negara yang ikut terkena wabah COVID-19. Saat ini, ada beberapa negara episentrum yang telah diidentifikasi, seperti Iran, Uni Eropa, Jepang, UK, dan Korea Selatan. Beberapa negara yang mengklaim mereka belum terkena COVID-19 saat ini sudah mengalami peningkatan kasus suspect pasien yang positif corona. WHO pun telah menetapkan status "public health emergency of International" sebagai respon bahwa virus corona sudah menjadi tanggungjawab seluruh dunia dalam mengkoordinasikan langkah yang diperlukan agar perkembangannya tidak semakin besar.
COVID-19 adalah salah satu virus jenis baru yang pada akhir 2019 Februari 2020 masih berstatus novel yang berarti virus baru yang belum ditemukan obatnya secara resmi. Penyebaran terbesar untuk saat ini adalah di Amerika Serikat dengan lebih dari 100 ribu pasien positif COVID-19. Sedangkan Indonesia berada di urutan 37 dengan 1.285 kasus per 29 Maret 2020.
Saat ini, dunia yang semakin terintegrasi merupakan salah satu faktor utama merebaknya kehebohan dan kepanikan terhadap virus corona. Dampak COVID-19, selain kematian dan kelumpuhan aktivitas warga, menjadi semakin jelas. Dampak yang dimaksud disini adalah dampak pada sektor perekonomian yang terpengaruh dari pandemi virus corona.
Apa kata dunia?
Dalam konferensi G20, Kristalina Georgieva, Direktur Pengatur IMF menyampaikan bahwa prospek pertumbuhan ekonomi global untuk 2020 akan negatif. Hal ini disebabkan karena saat masa resesi, nasib kinerja perekonomian setidaknya sama buruknya dengan krisis keuangan global atau bahkan bisa jadi lebih buruk. Tetapi IMF menyatakan bahwa mereka mengharapkan pemulihan pada tahun 2021. Untuk mencapai hal tersebut, sangat penting untuk memprioritaskan penahanan dan memperkuat sistem kesehatan di seluruh dunia. Dampak terhadap perekonomian akan parah, tetapi semakin cepat virus berhenti, semakin cepat dan kuat pemulihannya.
Pada perekonomian negara maju, posisi mereka untuk menghadapi krisis umumnya lebih baik dan lebih siap. Namun, negara berkembang menghadapi tantangan serius berupa banyaknya modal yang ditarik terutama dari kalangan investor. Ini membuat pasar mereka lemah dari sisi supply. Aktivitas domestik akan terganggu ketika negara-negara berkembang menghadapi suatu krisis, termasuk yang diakibatkan pandemi virus ini. Sebagai contoh bahwa akan banyak industri atau usaha berskala kecil yang akan tutup karena demand yang semakin menurun.
IMF saat ini tengah menerapkan beberapa kebijakan yang dinilai mampu untuk membantu negara-negara di dunia yang tergabung dengan IMF. Beberapa kebijakan vital yang diterapkan antara lain: Memusatkan pengawasan secara bilateral dan multilateral pada krisis ini, menyiapkan dana keuangan darurat, dan mengerahkan $1 triliun dana siap dipinjamkan. IMF pun akan mempermudah birokrasi peminjaman kepada negara-negara yang terdampak terutama pada negara-negara berkembang.
Dampak terhadap perekonomian Indonesia
      Indonesia, sebagai salah satu negara yang terinfeksi oleh COVID-19, pun merasakan dampak langsung khususnya pada sektor perekonomian. Seperti negara-negara lainnya, kinerja perekonomian Indonesia mengalami guncangan. Penulis ingin menyoroti beberapa sektor ekonomi yang terdampak langsung akibat dari COVID-19.
      1. Kurs rupiah
      Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang sejak tahun 1997 hingga sekarang. Sistem nilai tukar mengambang adalah sistem nilai tukar yang bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan penawaran mata uang yang terjadi di pasar. Jadi, nilai tukar akan menguat bila terjadi kelebihan penawaran valuta asing dan sebaliknya nilai tukar mata uang domestik akan melemah jika terjadi kelebihan permintaan valuta asing. Ada berbagai pendekatan untuk menjelaskan teori pergerakan nilai tukar mata uang. Nilai tukar dalam teori Purchasing-Power dan pendekatan keseimbangan portofolio, tidak hanya bergantung dari pertumbuhan relatif penawaran uang dan pendapatan riil, melainkan juga dari ekspetasi inflasi dan ekspetasi terhadap perubahan nilai tukar mata uang itu sendiri. Kenaikan ekspetasi inflasi akan mempengaruhi persentase depresiasi dari mata uang negara tersebut.
      Sementara itu, pada Portofolio Balance Model atau juga bisa disebut Asset-market Approach, nilai tukar dapat dipengaruhi oleh aset-aset finansial, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, seperti uang dalam negeri, obligasi dalam negeri, dan obligasi luar negeri. Dalam pendekatan ini, nilai tukar ditentukan dari proses mencapai ekuilibrium dalam setiap financial market.Â
      Kurs rupiah menjadi salah satu yang terkena dampak paling serius dari COVID-19 ini. Rupiah mencapai angka 16.000 per dollar Amerika Serikat, dan masih terus mengalami perubahan. Situs Bloomberg mencatat bahwa rupiah menjadi mata uang dengan performa paling buruk di Asia pada bulan Maret 2020. Situs Bloomberg juga mencatat rupiah turun kepada level terlemah sejak 2018. Hal ini dikarenakan aksi jual saham negara dan obligasi yang dilakukan para investor sebagai akibat dari pendemi COVID-19.
      2. Inflasi
      Inflasi adalah suatu fenomena dimana terjadi kenaikan harga secara umum. Inflasi tidak hanya menjadi perhatian masyarakat umum, tetapi juga menjadi perhatian dunia usaha, bank sentral, dan pemerintah. Inflasi pun menjadi perhatian utama pemerintah belakangan ini setelah fenomena COVID-19. Pemerintah perlu, secara lebih lanjut, merumuskan kebijakan untuk mengendalikan inflasi karena efek pandemi COVID-19.
      Inflasi yang dikhawatirkan adalah inflasi dari sisi supply dimana stok komoditas pasar yang sedang menurun diakibatkan menurunnya jumlah impor. Terkhusus barang industri yang bahan bakunya masih tergantung pada produk impor, khususnya dari negara terdampak virus corona. Akibat langkanya faktor produksi, maka ini akan menghambat sirkulasi barang output dari industri-industri tersebut. Untuk kenaikan harga barang karena demand pull diperkirakan terjadi pada sektor alat-alat kesehatan. Hal ini dikarenakan masyarakat yang melakukan pembelian dalam skala besar di waktu yang singkat sehingga menaikkan tingkat permintaan secara drastis. Untuk saat ini, akan lebih baik jika inflasi sedikit lebih tinggi namun penyebaran virus dapat ditekan. Tetapi, inflasi tetap perlu dijaga agar Indonesia mampu untuk membangun kembali tingkat perekonomian saat masa krisis ini mereda.
      Dalam menghadapi kondisi ini terlepas dari inflasi, kebijakan fiskal adalah kebijakan yang lebih efektif untuk diterapkan kepada masyarakat terkhusus di sektor perpajakan dan pengubahan alokasi dana kas pemerintah. Pajak menurut UU no. 28 tahun 2007 tentang perpajakan adalah "Kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Kebijakan berupa penurunan pajak serta penyiapan anggaran untuk bantuan langsung kepada rakyat, industri, dan usaha yang mengalami kendala serius seperti terhentinya kegiatan usaha karena COVID-19 akan diperlukan. Saat penerapan kebijakan lockdown, hal itu mengakibatkan lumpuhnya sektor-sektor kegiatan barang dan jasa. Rakyat dan usaha nonformal yang bergantung dari sektor-sektor tersebut harus lebih diperhatikan dan pemerintah harus lebih menjalankan peran untuk mewujudkan social welfare.
Kebijakan yang seharusnya diambil berdasar dampak terhadap perekonomian
      Dalam hal ini, maka pemerintah harus memutuskan antara menyelamatkan kondisi ekonomi ataukah menekan angka penyebaran COVID-19. Pemerintah hanya bisa memilih salah satu diantara keduanya. Saat memilih kondisi ekonomi, maka penyebaran COVID-19 akan makin meluas, begitu juga sebaliknya. Indonesia bisa berkaca dari pengalaman negara-negara lain yang terinfeksi. Saat pemerintah negara tersebut menerapkan sistem lockdown secara massal, negara tersebut sangat berpotensi untuk mengalami penurunan kondisi perekonomian. Hal ini dikarenakan saat suatu negara lockdown, dengan asumsi semua warga negara akan tetap dirumah, maka perputaran uang akan semakin kecil. Namun, dengan dampak positif bahwa kebijakan lockdown ini akan menekan angka persebaran virus secara efektif.
      Perlu diperhatikan bahwa saat menerapkan kebijakan lockdown, harga barang akan naik. Faktor-faktor yang menyebabkannya adalah adanya faktor produksi yang sangat sulit dipenuhi salah satunya tenaga kerja. Saat lockdown, akan banyak tenaga kerja yang tetap dirumah sehingga proses produksi akan sangat terhambat kegiatannya. Bahan baku pun akan semakin sulit diperoleh akibat impor yang menurun. Akibatnya output akan semakin sedikit dan berpotensi menimbulkan cost-push inflation. Jika pemerintah menetapkan kebijakan lockdown, pemerintah harus siap dengan segala kemungkinan keadaan ekonomi yang terjadi.
      Namun apabila pemerintah tidak menerapkan kebijakan lockdown, kondisi perekonomian akan lebih bisa diselamatkan karena kegiatan perdagangan barang dan jasa masih mampu terlaksana. Kelemahan dari hal ini adalah masyarakat masih mampu bermobilisasi yang mengakibatkan tingkat penyebaran virus semakin meningkat. Oleh karena itu, hal ini akan sulit untuk menekan penyebaran virus karena butuh kerjasama menyeluruh baik dari pemerintah dan juga dari masyarakat.
      Karantina wilayah menurut Pasal 1 no. 10 UU Kekarantinaan Kesehatan adalah "pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi". Lockdown tertentu khususnya ibukota provinsi dan wilayah berkepadatan penduduk tinggi harus segera dilaksanakan secara bertahap agar persebaran virus tidak semakin meluas ke daerah-daerah disekitarnya. Tentu saja ini akan menyebabkan banyak sekali anggaran yang harus dialokasikan untuk menyalurkan subsidi langsung kepada rakyat yang usahanya terkendala karena COVID-19. Hal ini akan lebih efektif agar kedepannya virus tidak lagi pesat penyebarannya. Jika karantina di beberapa wilayah vital dilaksanakan secepatnya, kondisi ekonomi sangat mungkin akan turun. Namun, semakin cepat Indonesia menyelesaikan masalah ini, semakin cepat pula stabilitas kondisi akan mampu dibangun kembali dan ekonomi Indonesia akan lebih cepat rebound. Maka dari itu, untuk menyelesaikannya, harus dimulai dari menyelesaikan permasalahan penyebaran COVID-19 terlebih dahulu baru setelah itu membangun kembali kondisi perekonomian. Masyarakat pun dihimbau untuk tetap berada di kediaman mereka saat ini (kecuali jika tuntutan pekerjaan dan keadaan darurat) dan tidak meninggalkan wilayah tersebut sampai wabah COVID-19 mereda. #dirumahaja
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
DAFTAR PUSTAKA
https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-03-23/bank-indonesia-boosts-liquidity-with-currency-nearing-record-low Diakses 29 Maret pukul 20.00 WIB
https://www.bloomberg.com/news/articles/2020-03-17/rupiah-drops-to-weakest-level-since-2018-rout-in-challenge-to-bi Diakses 29 Maret pukul 19.00 WIB
https://www.imf.org/en/Topics/imf-and-covid19 Diakses 25 Maret 2020 pukul 18.00 WIB
https://jeo.kompas.com/bersiap-tameng-ekonomi-untuk-dampak-wabah-corona#section2 Diakses 27 Maret 2020 pukul 20.00 WIB
https://tirto.id/faisal-basri-sebut-dampak-ekonomi-akan-lebih-buruk-tanpa-lockdown-eJgc Diakses 29 Maret 2020 pukul 19.00 WIB
Carbaugh, RJ. 1992. International Economics. 4th edition. Wadsworth Publishing Company.
Telaumbanua, Dalinama. 2020. Urgensi Pembentukan Aturan Terkait Pencegahan COVID-19 di Indonesia. Qalamuna Jurnal Pendidikan, Sosial, dan Agama, 12(1), 59-70.
Salvatore, Dominick. 2012. International Economics. 11th edition. John Wiley & Sons.
Suseno, & Siti Aisyah. 2009. Seri Kebansentralan: Inflasi. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan.
Syarifuddin, Ferry. 2015. Seri Kebanksentralan: Konsep, Dinamika, dan Respon Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia. Bank Indonesia Institut.
Warwick M., & Roshen F. 2020. The Global Macroeconomic Impacts of COVID-19: Seven Scenarios. Centre for Applied Macroeconomic Analysis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H