Kedua, di antara negara-negara OKI sejatinya ada kesamaan dalam tataran historis dan ideologis yang memudahkan terjadinya pendalaman kerjasama antarnegara anggota. Dari aspek historis, hampir seluruh anggota OKI adalah negara-negara bekas jajahan. Negara-negara ini telah merasakan efek negatif yang ditimbulkan dari adanya kolonialisme yang menghisap sumberdaya nasional untuk dialihkan ke negara penjajah. Negara-negara ini telah merasakan upaya pemiskinan struktural oleh pihak kolonial. Dalam konteks saat ini, upaya penjajahan sejatinya masih tetap berlangsung, bukan secara fisik, tetapi lewat perdagangan internasional (baca: ekonomi). Negara-negara maju umumnya memperoleh nilai tambah yang lebih besar daripada negara-negara berkembang, karena keunggulan kapital yang dimilikinya (Arief, 2011).Â
Hingga, dalam konteks perdagangan internasional, kenyataan ini menyebabkan munculnya pola hubungan yang berbentuk negara pusat dan negara pinggiran, dimana kelompok negara maju yang menjadi pusatnya, sementara kelompok negara berkembang yang menjadi negara pinggirannya (Rahardjo, 2012). Corak perdagangan internasional yang cenderung bersifat hegemonis, satu arah dan eksplotatif ini dapat direduksi, salah satunya, melalui penciptaan pasar dagang antarnegara-negara berkembang itu sendiri. Pendapat di atas bertolak dari empat pemikiran dasar, yaitu pertama, keunggulan komparatif negara-negara berkembang akan lebih dapat didayagunakan dalam perdagangan Selatan-Selatan (merujuk istilah negara dunia ketiga, yakni negara-negara berkembang) ketimbang perdagangan Utara-Selatan (hubungan ekonomi negara majunegara berkembang). Kedua, bahwa potensi keuntungan yang terkandung dalam perdagangan Selatan-Selatan masih banyak yang belum digali.Â
Ketiga, dengan mengandalkan perdagangannya satu sama lain, maka negara-negara berkembang dapat mengurangi instabilitas ekspor yang seringkali muncul sebagai akibat dari fluktuasi kegiatan ekonomi di negara-negara maju. Dan keempat, melalui peningkatan hubungan perdagangan Selatan-Selatan maka kemandirian kolektif akan lebih mudah dan cepat terbina. Â
Sementara itu dari aspek ideologis, negara-negara OKI adalah negara dengan mayoritas penduduknya (kalaupun bukan mayoritas, tetapi proporsinya besar) memeluk agama Islam. Agama Islam sedikit banyaknya telah memberi pengaruh yang luas terhadap kebudayaan di negara-negara tersebut. Bahkan, untuk pemeluknya, Islam telah dijadikan sebagai pedoman hidup (jalan hidup). Keislaman seringkali dapat memperdalam rasa persaudaraan di antara sesama pemeluknya. Dengan kata lain, keislaman dapat membangun rasa keterikatan yang kuat. Oleh karena rasa keterikatan yang terbangun dibentuk oleh keislaman, maka sifatnya melampaui batas-batas nasion (supranasional).Â
Hal ini tidak terlepas dari adanya tuntunan di dalam Islam yang menyebutkan bahwa tiap-tiap muslim sejatinya bersaudara. Rasa keterikatan yang kuat ini dapat dimanfaatkan untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan kolektif antarsesama negara anggota. Intensitas perdagangan antarnegara muslim dapat semakin didorong dengan kian berkembangnya perekonomian syariah, yakni pelaksanaan kegiatan ekonomi yang memenuhi ketentuan syariah Islam. Potensi pemanfaatan hukum syariah, dalam kegiatan ekonomi, misalnya dapat dilakukan dengan standarisasi halal untuk produk-produk ekspor.Â
Ironisnya, peluang pasar ini justru lebih cepat disadari dan dioptimalkan oleh Korea Selatan. Mereka saat ini tengah gencar mengembangkan model perdagangan syariah sebagai langkh pengembangan pasar. Potensi ekonomi yang besar ini justru lebih dapat dilihat oleh negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim.
Negara-negara anggota OKI dapat memanfaatkan aspek kedekatan historis dan ideologis untuk melancarkan kegiatan perdagangan internasional di antara sesama negara anggota. Hanya, dari keseluruhan negara anggota OKI, tercatat hanya Malaysia yang termasuk ke dalam sepuluh besar negara tujuan ekspor utama bagi Indonesia. Munculnya Malaysia sebagai salah satu negara utama tujuan ekspor utama sebenarnya bukan disebabkan pendalaman pasar OKI. Tetapi, lebih disebabkan oleh kedekatan kultural dan geografis antarkedua negara. Jadi, dapat dikatakan Indonesia belum memaksimalkan potensinya, yakni sebagai negara muslim terbesar dengan kebudayaan Islam yang kuat, serta salah satu negara yang paling pertama bergabung dalam OKI, di dalam mendayagunakan negara-negara OKI sebagai pasar ekonomi yang potensial.
Pengembangan pasar yang diarahkan ke negara-negara berkembang, seperti melalui OKI, diperkuat oleh fakta yang menunjukkan bahwa, sejak adanya krisis ekonomi global, negara-negara berkembanglah yang sejatinya menjadi motor penggerak perekonomian global. Di saat perekonomian negara-negara maju tengah kontaktif, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di negara-negara berkembanglah yang kemudian menjadi peredam kontraksi ekonomi global sehingga tidak terjerembab lebih dalam. Hal ini terbukti dari capaian pertumbuhan  ekonomi negara-negara berkembang yang secara rata-rata jauh lebih tinggi dari negara-negara maju.Â
Pada 2008-2011 yang menjadi puncak krisis, secara rata-rata ekonomi kelompok negara berkembang dapat tumbuh positif 5.6 persen, sementara kelompok negara maju hanya membukukan pertumbuhan rata-rata sebesar 0.1 persen, bahkan beberapa negara maju, di antaranya Jepang dan negara kelompok Uni-Eropa, didapati minus angka pertumbuhannya. Bahkan di tengah adanya kondisi pemulihan ekonomi negara-negara maju, perekonomian negara-negara berkembang tetap diproyeksikan tumbuh lebih tinggi. Sebagaimana diproyeksikan oleh Bank Dunia, pada 2015 ini ekonomi negara berkembang diperkirakan akan tumbuh positif 4.4 persen, angkanya terus meningkat menjadi 5.2 persen pada 2016 dan 5.4 persen pada 2017.Â
Sementara itu, untuk negara maju, pada tahun ini diprediksi bertumbuh sebesar 2 persen, pada 2016 sebesar 2.2 persen, dan pada 2017 sebesar 2.4 persen. Dengan kata lain diprediksikan bahwa kinerja ekonomi negara berkembang relatif lebih baik daripada negara maju. Fakta ini harusnya dapat mengubah paradigma pasar ekspor Indonesia yang selama ini masih terkonsentrasi pada negara-negara maju. Ternyata, negara berkembang adalah pasar yang sangat menjanjikan. Dan kelompok negara OKI, yang pada 2014 tingkat secara agregatif mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6.3 persen, lebih tinggi dari capaian rata-rata pertumbuhan ekonomi negara berkembang pada umumnya, dapat menjadi salah satu pasar potensial yang menarik bagi Indonesia. Â Â Â Â Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H