Mohon tunggu...
Keiko Hubbansyah
Keiko Hubbansyah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money

Sektor Kelautan Indonesia: Suatu Analisis Deterministik Input-Output

23 Juli 2016   16:59 Diperbarui: 23 Juli 2016   17:10 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia adalah negara berbentuk kepulauan. Sebagai negara kepulauan, kondisi geografis Indonesia ditandai dengan banyaknya gugusan pulau yang jumlahnya mencapai lebih dari 17 ribu pulau (baik besar maupun kecil). Selain itu, ciri lain yang melekat dari negara kepulauan Indonesia adalah luas perairan lautnya lebih besar daripada daratan. Luas perairan laut Indonesia mencapai 5.8 juta km2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3.1 juta km2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2.7 juta km2. 

Jika dikomparasi dengan luas daratan, luas perairan laut Indonesia mencapai 75 persen dari keseluruhan wilayahnya. Panjang garis pantai Indonesia diperkirakan mencapai 81 ribu km. Segala konfigurasi ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan panjang garis terpanjang di dunia.     

Secara ringkas, lansekap keindonesiaan di atas agaknya cukup menggambarkan betapa besar sesungguhnya potensi sumberdaya kelautan yang dimiliki oleh Indonesia, baik itu sumberdaya laut yang bersifat terbaharukan maupun yang tidak. Selain sumberdaya laut tradisional seperti ikan, rumput laut, terumbu karang, hutan mangrove, minyak bumi dan gas, mineral, bahan tambang dan galian, sejatinya laut juga memiliki banyak sumberdaya lain yang dapat dioptimalisasi. 

Di tengah ancaman kelangkaan energi seperti saat ini, misalnya, laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif berkekuatan masif. Energi berbasis laut dapat dihasilkan dari pemanfaatan pasang surut, angin, gelombang laut, ataupun ocean thermal energy conversion (OTEC). Pengembangan energi berbasis laut sebagai salah satu sumber energi alternatif nasional di masa depan terasa semakin penting. Karena dengan asumsi konsumsi energi yang konstan seperti sekarang ini, diperkirakan cadangan minyak bumi, yang adalah sumber energi primer Indonesia paling dominan dalam bauran energi nasional dengan tingkat utilisasi mencapai 48 persen, akan segera kehilangan daya dukungnya. 

Produksi minyak nasional yang terus menurun mengindikasikan bahwa cadangan minyak nasional terus tergerus jumlahnya. Diperkirakan total cadangan minyak Indonesia saat ini hanya tersisa sebesar 3.7 miliar barel, yang dengan total produksi minyak sekitar 900 ribu barel per hari, cadangan minyak nasional terancam habis (Pradnyana, 2014). Aspek penting lain terkait laut yang tidak dapat diabaikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat (khususnya yang terkait dengan sektor kelautan) adalah pengembangan sektor jasa pariwisata kelautan (bahari). 

Sektor pariwisata laut, jika diberdayakan secara optimal, akan menjadi alat pembangunan kesejahteraan yang efektif mengingat besarnya tenaga kerja yang terlibat di dalamnya. Mengingat potensinya yang besar, sektor kelautan harusnya dapat menjadi aset pembangunan yang strategis bagi ekonomi Indonesia.    

Menyadari hal ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo memasukkan pembangunan sektor kelautan, lewat visi kemaritiman, sebagai salah satu agenda utama pemerintahan. Secara kelembagaan, visi kemaritiman diperkuat dengan dibentuknya kementerian selevel koordinator, yakni Kementeriaan Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim). 

Diharapkan dengan dibentuknya Kemenko Maritim, koordinasi pembangunan sektor maritim (kelautan) yang melibatkan lintas kementerian dapat terjalin dengan baik. Dengan adanya Kemenko Maritim, diharapkan persoalan kebuntuan komunikasi yang acapkali berujung pada miskoordinasi antarkementerian (yang selama ini masih menjadi persoalan klasik) di dalam pelaksanaan program pembangunan nasional dapat tereduksi.  

Sejatinya, visi kemaritiman yang diusung oleh pemerintah ini patut disambut secara positif. Sebab, secara filosofis, visi kemaritiman ini mengubah paradigma pembangunan nasional Indonesia yang sudah terlalu lama bias darat. Selama ini, sumberdaya nasional lebih banyak ditujukan pada pembangunan darat daripada laut. Sektor kelautan ditempatkan pada posisi periphery atau pinggiran dalam pembangunan ekonomi nasional (Kusumastanto, 2002). Yang menjadi pusat pembangunan adalah darat. 

Padahal, pembangunan daratan saat ini sudah tidak lagi efesien baik secara ekonomis maupun sosial. Upaya pembebasan lahan darat sekarang ini, misalnya, semakin sulit dan mahal, bahkan seringkali memunculkan konflik horizontal ataupun vertikal, yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan pembangunan, atau dalam batas tertentu, berdampak pada perenggangan derajat kohesi sosial masyarakat.  

Pada akhirnya, alokasi sumberdaya produktif yang bias darat ini menjadi faktor yang menyebabkan peran strategis sektor kelautan sebagai penopang pembangunan ekonomi nasional belum lagi berjalan optimal. Ini tercermin dari sumbangan sektor kelautan terhadap PDB Indonesia yang sejak tahun 2001-2013 masih terus berkisar di angka 20-22 persen. 

Yang secara relatif bila dibandingkan dengan luas perairan laut Indonesia dan potensi sumberdaya kelautannya yang besar, besaran sumbangan sektor kelautan terhadap perekonomian ini masih minimal. Sebagai pembanding, negara-negara dengan luas perairan laut yang jauh lebih kecil dari Indonesia, seperti Jepang, Korea Selatan, Islandia dan Norwegia, memiliki sektor kelautan dengan sumbangan rata-rata telah mencapai 40 persen terhadap PDB. Dengan kata lain, berkaca dari data ini, pembangunan sektor kelautan Indonesia relatif masih tertinggal dibanding negara-negara yang sebenarnya memiliki potensi sektor laut yang lebih kecil dari Indonesia.   

Secara konkret, terbengkalainya pembangunan sektor kelautan ini dapat dilihat dari kondisi infrastruktur kelautan yang relatif tidak memadai. fasilitas pelabuhan nasional sangat memprihatinkan, jumlah kapal feri, sebagai moda transportasi utama dan penghubung aktivitas ekonomi antarpulau didapati sangat minim, bahkan sebagian besar sudah rongsok sehingga rawan kecelakaan. Hal ini masih diperparah lagi dengan prosedur administrasi pelabuhan yang berbelit-belit dan kualitas pelayanan personalia yang tidak memuaskan. 

Hampir semua pelabuhan yang ada di Indonesia saat ini ketinggalan zaman. Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, yang adalah pelabuhan terbesar di Indonesia didapati hanya mampu memuat kapal dengan muatan 1500 TEUs, atau kurang dari 10% kapasitas kapal angkut laut yang dapat berlabuh pelabuhan di Singapura (yakni 16-18 ribu TEUs). 

Dengan tingkat kedalaman 13.5 m, Pelabuhan Tanjung Priok hanya mampu menampung kapal kecil dan menengah, yang tak lain adalah kapal feederdari Pelabuhan di Singapura. Rendahnya efesiensi pelayanan dan kualitas infrastruktur pelabuhan itu membawa dampak negatif langsung terhadap biaya transportasi laut di Indonesia yang menyebabkan terjadinya situasi ekonomi biaya tinggi di Indonesia.             

Untuk itu, agar peran strategis sektor kelautan Indonesia dapat ditumbuhkembangkan, perlu diadakan investasi yang besar ke dalam sektor. Investasi ini nantinya diarahkan pada peningkatan akumulasi kapital produktif pada sektor kelautan. Oleh karena itu, sebagai langkah awal, perlu kiranya diidentifikasi bagian dari sektor kelautan mana yang memiliki kontribusi terbesar bagi masyarakat Indonesia. Lebih lanjut, dari sini nantinya dapat ditentukan bagian dari sektor kelautan yang menjadi prioritas untuk dikembangkan. 

Dikatakan sebagai sektor prioritas karena pengembangan di sektor ini akan memberikan dampak positif yang besar untuk sektor keseluruhan, masyarakat dan perekonomian. Penentuan sektor prioritas, dengan mempertimbangkan keseluruhan sektor yang terkait dengan bidang kelautan, adalah prasyarat untuk dapat diperolehnya analisis yang utuh. Penentuan sektor prioritas menjadi penting untuk mengupayakan efesiensi dan efektifitas dalam penggunaan sumberdaya produktif. 

Dengan diidentifikasinya sektor prioritas tersebut, hasil yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya pada sektor prioritas tersebut akan lebih dapat memberikan dampak yang optimal bagi perekonomian suatu negara. Sehingga, model pengembangan sektor kelautan nasional tidak bersifat broad based atau broad spectrum,melainkan secara bertahap dengan mengutamakan sektor prioritas terlebih dahulu sebagai titik penopangnya.  

Hal ini mesti dilakukan oleh karena sumberdaya produktif relatif terbatas jumlahnya, dan tidak bisa sepenuhnya dialokasikan hanya kepada sektor kelautan saja, tetapi juga harus dialokasikan pada sektor-sektor yang lain. Dengan demikian, penentuan sektor prioritas menjadi penting agar pembangunan sektor kelautan tidak menganggu upaya pembangunan pada sektor-sektor yang lain, malah sebaliknya dapat berjalan simultan dan saling menyokong antarsatu dan lainnya. 

Model pengembangan broad basedatau broad spectrum hanya akan berhasil apabila didukung kekuatan sumberdaya produktif yang sangat masif jumlahnya, karena jika tidak justru akan berdampak kontraproduktif bagi pembagunan sektor itu sendiri. Overinvestment yang terjadi malah akan berakibat pada terbengkalainya program-program pembangunan sektoral.    

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk melihat bagian sektor yang menjadi prioritas dalam sektor kelautan adalah analisis Input-Output. Berbeda dengan alat ekonometri, analisis Input-Output yang pertama kali dikembangkan oleh Leontieff ini bersifat deterministik. Dengan menggunakan analisis Input-Output nantinya dapat dilihat keterkaitan antarsektor di dalam suatu perekonomian. Dengan demikian dapat diketahui dampak pengembangan dari satu sektor terhadap sektor yang lain. 

Dengan mengacu pada kelompok sektor kelautan yang ada pada penelitian Resosudarmo (2002) yang berjumlah 15 sektor, tulisan ini berhasil mengidentifikasi sektor-sektor prioritas di dalam sektor kelautan Indonesia yang dapat dibagi atas dua kelompok yang masing-masing kelompoknya terdiri dari lima sektor, yakni sektor prioritas jangka pendek dan sektor prioritas jangka panjang. Kelompok sektor prioritas jangka pendek adalah kelompok sektor yang dampak dari investasi pada sektor ini memiliki nilai yang besar terhadap kenaikan total produksi dan pendapatan masyarakat. Pentingnya penentuan sektor prioritas bidang kelautan jangka pendek ini didasarkan atas pertimbangan kebutuhan pelaksanaan strategi jangka pendek sektor kelautan yang orientasinya memberi manfaat pada masyarakat dan aktivitas perekonomian sesegera mungkin.  

Sementara itu, kelompok sektor prioritas jangka panjang adalah kelompok sektor yang dampak dari investasi pada sektor ini dapat mendorong bertumbuhnya kegiatan pada sektor-sektor lain di dalam perekonomian. pengidentifikasian sektor bidang kelautan jangka panjang ini juga didasarkan atas pertimbangan kebutuhan pelaksanaan strategi jangka panjang sektor kelautan. 

Berbeda dengan strategi jangka pendek yang orientasi dimensi waktunya relatif singkat, strategi jangka panjang umumnya diorientasikan untuk menghasilkan pembangunan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan. Untuk mencapai hal itu, salah satu faktor penting yang harus diupayakan adalah berkembangnya berbagai sektor secara simultan dan merata. Oleh karena itu, keberadaan sektor yang dapat menggerakkan kegiatan pada sektor lain perlu diidentifikasi sedari awal.        

Dari hasil kalkulasi yang penulis lakukan, lima sektor dalam sektor kelautan yang teridentifikasi sebagai kelompok sektor prioritas jangka pendek, secara berturut-turut adalah 1. Industri Pengolahan dan Pengawetan Ikan, 2. Pariwisata Bahari, 3. Penunjang Kegiatan Kelautan dan Perikanan, 4. Jasa Angkutan Laut dan Penunjang, dan 5. Jasa Pendidikan dan Penelitian Kelautan. Kelima sektor ini memiliki dampak terhadap kenaikan total produksi dan pendapatan masyarakat yang besar. 

Sementara itu, untuk kelompok sektor prioritas jangka panjang, lima sektor yang teridentifikasi di antaranya adalah 1. Penambangan Migas dan Pengilangannya, 2. Jasa Perdagangan Hasil Laut, 3. Tambang Lepas Pantai, 4. Jasa Perikanan, dan 5. Perudangan. Kelima sektor yang tergolong sebagai sektor prioritas jangka panjang memiliki nilai backward linkagesdan forward linkages yang besar, sehingga pembangunan pada sektor ini relatif dapat mendorong kegiatan pada sektor-sektor yang lain. 

Selanjutnya, investasi bidang kemaritiman (kelautan) dapat diarahkan pada kesepuluh sektor di atas, baik untuk kepentingan pembangunan jangka pendek maupun jangka panjang. Hasil simulasi yang penulis lakukan, dengan mengadakan shock investasi kelautan sebesar Rp 150 triliun yang dibagi secara merata kepada sepuluh sektor prioritas di atas (masing-masing sektor diberi shockinvestasi sebesar Rp 15 triliun), akan berdampak pada peningkatan atau tambahan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 232.2 triliun. 

Di sisi pendapatan, shockinvestasi sebesar Rp 150 triliun akan memberikan tambahan pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 42 triliun. Sementara pada sisi indirect tax, dampak investasi memberikan tambahan indirect tax sebesar Rp 5.7 triliun. Bergerak dari temuan ini, dan melihat besarnya potensi kelautan nasional, visi kemaritiman pemerintah perlu untuk kita dukung bersama. Semoga masa depan laut Indonesia lebih cerah. Pembangunan sektor kelautan patut didukung agar potensialitas laut Indonesia dapat termanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.   

“Mari, bangun laut Indonesia”  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun