Karenanya sangat mudah bagi Pak Harto untuk memilih memberangus mahasiswa yang berdemonstrasi itu. Untuk kemudian menciptakan korban jiwa yang masif di pihak demonstran. Persis seperti yang dilakukan oleh sejumlah otoriter di beberapa negara arab belakangan ini, termasuk Bashir al-Sadd di Suriah. Akan tetapi, itu semua tidak dilakukan oleh Pak Harto. Beliau lebih memilih untuk berhenti secara sukarela sebagaimana tuntutan masyarakat. Prosesnya juga berlangsung lancar. Sehingga, terhindarlah Indonesia dari konflik berdarah seperti yang terjadi di Suriah saat ini.
Yang telah menimbulkan banyak korban jiwa dan penderitaan yang seolah tak berkesudahan. Kata Pak Harto,“kalau memang rakyat menginginkan saya berhenti, saya akan berhenti”. Kesemua ini mencerminkan sikap Pak Harto yang reseptif. Mengutamakan kepentingan yang lebih besar dari sekedar hasrat menjaga kekuasaan. Menjadi bukti shahih yang menunjukkan kalau ternyata Pak Harto tidak se-anti demokrasi, se-anti kemanusiaan, se-kejam, se-sadis, se-otoriter yang dicitrakan. Ternyata Pak Harto memang tidak sekoppig – koppig adalah julukan yang diberikan Bung Karno untuknya yang berarti keras kepala – seperti yang digambarkan di era reformasi ini.