Mohon tunggu...
Keiko Hubbansyah
Keiko Hubbansyah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa S2 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Harto Tidak 'Koppig' Seperti Itu?

15 Juli 2016   15:18 Diperbarui: 15 Juli 2016   15:28 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai generasi yang lahir dan besar di penghujung era orde baru, saya diliputi kebingungan. Utamanya terkait penggambaran sosok Pak Harto di era reformasi ini. Ia dipropagandakan sebagai sosok yang anti-kemanusiaan. Anti-demokrasi. Otoriter. Dikatakan bahwa Pak Harto tidak pernah memberikan kesempatan bagi siapapun untuk mengusik ketetapannya. Senantiasa memberangus orang-orang yang berani melawan perintahnya. Orang-orang yang berani melawan, katanya diculik atau dipenjara sebagai tahanan politik. Bahkan, kalau perlu dihilangkan nyawanya. Sungguh suatu penggambaran yang membuat siapapun bergidik takut. Hanya, pertanyaan yang perlu diajukan adalah benarkah demikian adanya?

Dalam operasionalnya, Pak Harto dan pemerintahan Orde Barunya sangat memfokuskan diri pada pembangunan ekonomi. Fokus terhadap pembangunan ekonomi, pada waktu itu, memang menjadi keharusan historis. Ini tidak terlepas dari kondisi ekonomi yang memang sangat buruk di awal pemerintahan Orde Baru. 

Karena diabaikannya pembangunan ekonomi oleh rezim sebelumnya.  Bahkan, isu-isu ekonomi dianggap tabu dibahas di ruang publik. Terdapat satu pemahaman yang meyakini bahwa ekonomi adalah textbook thinking yang tidak bermanfaat. Membicarakannya, apalagi mengakomodirnya ke dalam kebijakan yang serius, adalah gangguan bagi revolusi yang tengah diupayakan (Nitisastro, 2010). Fokus pada gigantisme politik membuat rezim Orde Lama abai terhadap pembangunan ekonomi. Tak heran jika resultannya adalah kondisi ekonomi yang porak-poranda di era Orde Lama.

Karena terlalu salah kaprahnya pengelolaan ekonomi Indonesia pada waktu itu, pada tahun 1963, saat dikukuhkan sebagai guru besar ekonomi FEUI, Prof. Widjojo Nitisastro menyampaikan pidato pengukuhan yang sangat tegas mengecam pola kebijakan ekonomi Orde Lama. Dikatakan olehnya jika pemerintah Orde Lama tidak menerapkan pola kebijakan ekonomi yang rasional. Tentu saja rasionalitas yang dimaksud adalah pola kebijakan ekonomi yang didasari atas penguasaan konseptual ekonomi yang memadai. 

Waktu itu, pidato pengukuhan ini dianggap sangat berani. Sebab tidak ada pihak yang waktu itu berani menyerang kebijakan pemerintah secara terbuka. Lebih dari itu, ia mengajak semua pihak, khususnya pemerintah, untuk mulai fokus merumuskan dan melakukan pembangunan ekonomi yang rasional.

Dari sini fokus perhatian orde baru, sebagai rezim penerus orde lama, untuk membenahi kondisi ekonomi, bahkan sangat fokus pada isu pembangunan ekonomi, mendapat justifikasinya. Segera setelah pemerintah Orde Baru berkuasa, di bawah kepemimpinan Pak Harto, dirumuskan UU Penanaman Modal, baik asing dan domestik, untuk bisa secepat mungkin mengakselerasi investasi di Indonesia. 

Sembari pemerintah juga tetap melakukan serangkaian tindakan pemulihan dan stabilisasi kondisi ekonomi. Utamanya yang terkait dengan upaya menurunkan tingkat inflasi yang melonjak sangat tinggi ketika itu. Upaya pemulihan dan stabilisasi ekonomi yang dilakukan melalui kebijakan moneter dan  fiskal yang ketat dinilai berhasil. Sebagaimana terbukti dari tingkat inflasi yang terus menurun, dari level hiperinflasi menuju level yang wajar (Wie, 2004). Perekonomian juga bertumbuh secara berkelanjutan.

Untuk mengamankan fokus pembangunan sektor ekonomi, maka pemerintah Orde Baru mengupayakan terwujudnya politik yang stabil. Oleh karena stabilisasi politik memang syarat penting agar ekonomi dapat bertumbuh dengan optimal. Pilihan ini semacam trade-off yang mesti diambil. Paling tidak, kesimpulan ini diperoleh dari pengalaman pemerintahan sebelumnya yang sangat gaduh secara politik. Sistem multipartai ekstrim dengan elit yang sibuk berebut kekuasaan membuat situasi politik terus bergejolak kala itu. Yang membuat roda ekonomi berjalan di tempat, jika tidak mundur.

Karenanya, pembangunan ekonomi dengan segala program dan keberhasilannya inilah yang kemudian menjadi trademark Orde Baru. Sampai-sampai Pak Harto sendiri dijuluki sebagai Bapak Pembangunan. Yang mana kian menekankan adanya asosiasi yang kuat antara Orde Baru dengan pembangunan ekonomi. 

Yang dengan sendirinya, keberhasilan pembangunan ekonomi menjadi justifikasi eksistensi rezim Orde Baru. Sehingga, isu-isu yang berkaitan dengan ekonomi menjadi isu yang sensitif. Dengan demikian, mengkritik kebijakan ekonomi Orde Baru sama saja dengan mengkritik, bahkan dalam batas tertentu mempertanyakan, eksistensi Orde Baru itu sendiri.

Maka menjadi sangat wajar, apabila ditinjau dari perspektif ini, apabila Orde Baru sangat melindungi isu-isu yang terkait dengan pembangunan ekonomi. Upaya melindungi, dalam arti yang negatif, bisa dilakukan dengan cara membatasi, bahkan kalau perlu menutup, ruang kritik. Memberangus siapa saja yang berani mempertanyakan kebijakan ekonomi Orde Baru. Oleh karena itu, untuk melihat seberapa otoriternya Pak Harto, dapat dimulai dari cara beliau menanggapi kritik terhadap isu-isu ekonomi. Mengingat isu-isu ekonomi menjadi aspek yang sangat sentral dalam menjustifikasi kekuasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun