Kemudian, bagaimana traffic berhubungan dengan jurnalisme daring? Pertama, traffic didapatkan dari daya pikat suatu situs kepada pembacanya, daya pikat itu bisa jadi adalah kredibilitas berita yang diinformasikan, karena kredibilitas informasi yang disampaikan membuat banyak pembaca datang untuk mengunjungi portal berita media daring tersebut.
Karena media daring memungkinkan adanya komunikasi dua arah, maka traffic bisa didapatkan dari diskusi yang berlangsung pada halaman-halaman komentar. Tidak sedikit pembaca yang membuka satu berita berkali-kali hanya untuk mengikuti diskusi di halaman komentar.
Traffic juga bisa dihasilkan dari layanan-layanan interaktivitas lain di luar berita, seperti games, atau blog yang disediakan oleh portal berita daring.
Persaingan untuk mendapatkan keuntungan dan traffic tinggi membuat media-media daring melakukan berbagai cara agar dapat memikat pembaca, mulai dari adu cepat berita antar media daring, menggunakan judul yang yang menarik, atau menulis berita dengan sepotong-sepotong untuk menaikan jumlah pageview suatu situs media daring.
Produksi berita-berita semacam itu memunculkan persoalan etik jurnalistik antara kecepatan atau akurasi berita, adu cepat tersebut seringkali membuat para pembuat berita lupa dengan akurasi berita.
Padahal Kovach dan Rosenstiel (dalam Margianto dan Syaefullah) menyatakan bahwa kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran, sedangkan prinsip pertama jurnalisme adalah pengejaran akan kebenaran yang tidak berat sebelah dan disertai dengan verifikasi, verifikasi adalah syarat mutlak untuk akurasi.
Contoh Kasus
Proses pemberitaan yang menjadikan kecepatan sebagai faktor utama dalam jurnalisme daring pada praktiknya ditemukan beberapa dugaan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dalam berita yang dimuat oleh media lokal NuansaPos, khususnya akurasi berita.
Pertama pada judul berita "Memalukan...!!! Fakta Baru Dugaan Perselingkuhan Bupati Poso" Menurut Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik (KEJ) disebutkan "Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk"
Penggunaan diksi "memalukan" pada judul tersebut merupakan bentuk pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 1 karena penggunaan diksi "Memalukan" Â merupakan kata yang bersifat menghakimi, dapat merugikan nama baik Bupati dan pihak yang diberitakan dalam berita tersebut belum melakukan konfirmasi langsung kepada media yang memberitakan.
Kedua, Pemberitaan mengenai tindakan asusila tersebut diberitakan sebanyak lima kali berturut-turut. Berita yang pertama berjudul " Bupati Poso Didera Isu Perselingkuhan, Polda Sulteng Usut Akun Gilian Mahardika" (dimuat pada edisi 15 Mei 2019).