Mohon tunggu...
Kevin Aditya Putra
Kevin Aditya Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

What's the Story Morning Glory?

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sepak Bola Satukan Anak-Anak Maluku!

14 Oktober 2020   22:42 Diperbarui: 15 Oktober 2020   09:12 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cahaya dari Timur: Betak Maluku (2014) adalah film yang disutradari oleh Angga Dwimas Sasongko,yang dibintangi oleh Chicco Jerikho, Shafira Umm, dan Jajang C. Noer.


Film Cahaya dari Timur: Beta Maluku mengangkat kisah nyata Sani Tawainella (Chicco Jerikho) yang berprofesi sebagai tukang ojek dan merupakan mantan pemain sepak bola U-15 di Piala Pelajar Asia tahun 1995 yang gagal menjadi pemain profesioanl dan hidup diantara konflik antar agama di Ambon pada tahun 2000.

Film ini berlatar di kota Ambon dan Desa Tulehu di tengah konflik antar agama pada tahun 2000, Sani Tawainella yang melihat anak-anak menjadi korban dari konflik tersebut bertekad untuk menjauhkan mereka dari pusaran konflik dengan mengajak berlatih mereka bermain bola setiap sore.

Berlatih dengan anak-anak setiap sore membuat waktu Sani untuk bekerja menjadi berkurang yang berefek pada berkurangnya pendapatan Sani tiap harinya, hal tersebut sering membuat istrinya (Shafira Umm) kerap marah.

Beberapa tahun setelah konflik mereda, anak-anak yang dibina Sani dan kawannya Rafi mulai mencari kompetisi daerah, ditengah persiapan untuk mengikuti kompetisi, anak bimbingan Sani diambil alih oleh Rafi yang mendirikan SSB Tulehu Putra, hal tersebut membuat Sani sedih, dan memutuskan untuk mundur.

Tidak butuh waktu lama, Sani yang sedang santai di pos ojek didatangi oleh guru SMK Passo yang bernama Josef dan ditawari untuk mejadi pelatih SMK Passo, Sani pun menerima pinangan tersebut dan mulai melatih SMK Passo untuk persiapan kompetisi daerah.

Pada pertandingan final, tim yang dilatih Sani berhadap dengan tim Rafi, tim Rafi pun menjadi juara pada pertandingan tersebut.

Bapa Raja kemudian memanggil Sani dan Rafi untuk menentukan siapa yang pantas menjadi pelatih sepak bola tim Maluku untuk bertanding pada pertandingan yang diselanggarakan PSSI di Jakarta.

Sani kemudian terpilih sebagai pelatih kepala dan dibantu oleh Rafi sebagai asistennya, tetapi Rafi menolak. Perjuangan Sani untuk mempersiapkan tim banyak mendapat cobaan, mulai dari konflik antar pemain, kurangnya dana tim, sampai masalah rumah tangga Sani.

Dalam film Cahaya dari Timur: Betak Maluku, dapat ditemukan berbagai Hambatan Budaya yang ditunjukan dalam beberapa adegan dalam film ini

Prasangka

Prasangka diartikan sebagai perasaan yang negatif dan kuat, serta terkait dengan kelompok tertentu. Marcionis (dalam Samovar, 2010) mendefiniskan prasangka merupakan generalisasi yang kaku dan irasional tentang suatu kategori seseorang.

Prasangka yang ditunjukan dalam film ini ketika Salim atau Salembe mengetahui dari teman-temannya kalau Finky adalah anak dari polisi, mulai saat itu Salembe tidak menyukai Finky karena ayah Salembe meninggal akibat terkena peluru nyasar dari polisi.

Sikap prasangka tersebut tentu saja sangat mempengaruhi kekompakan tim Maluku ketika latihan, mulai dari tackling keras yang dilakukan Salembe kepada Finky ketika sedang latihan dan berujung pada perkelahian.

Tackling / dokpri
Tackling / dokpri

Sikap tersebut berlanjut hingga turnamen di Jakarta, pada saat tim Maluku bertanding melawan tim Jakarta, tim Maluku kebobolan dan Finky menyalahkan Salembe yang membiarkan pemain Jakarta mencetak gol, suasana di lapangan menjadi panas dan berlanjut dengan perkelahian di ruang ganti.

RuangGanti / dokpri
RuangGanti / dokpri

Etnosentrisme

Menurut David Matsumoto, Etnosentrisme adalah cara pandang dan penafsiran perilaku seseorang dari kacamata kultural, etnosentrisme memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai sesuati yang absolut dan digunakan sebagai standar.

Etnosentrisme dalam film ini ditampilkan ketika Salembe bersitegang dengan Sani (Pelatih) di ruang ganti, pada saat itu Salembe mempertanyakan mengapa harus merekrut Fanky dan Finky yang berasal dari Passo, Salembe merasa kalau orang dari Tulehu sudah cukup untuk bermain di turnamen PSSI.

Sani dan Salambe / dokpri
Sani dan Salambe / dokpri
Dimensi Budaya

Kolektivisme

Dalam film ini, sikap kolektivisme ditunjukan dengan pengumpulan dana yang dilakukan oleh masyarakat Tulehu dan Passo untuk membantu tim Maluku yang sedang kekurangan dana untuk persiapan turnamen PSSI di Jakarta.

Pengumpulan Dana / dokpri
Pengumpulan Dana / dokpri

Diperlihatkan juga, masyarakat Tulehu dan Passo mengumpulkan dana tanpa memandang agama dari pelatih dan pemain tim Maluku, meskipun pada saat itu di Ambon sedang terjadi konflik antar agama.

Nobar masyarakat Passo / dokpri
Nobar masyarakat Passo / dokpri

Ketika tim Maluku lolos ke babak final turnamen PSSI, semua masyarakat yang ada di Tulehu dan Passo mengadakan nonton bersama tanpa memandang agama masyarakat yang ikut menonton bersama.

Nobar masyarkat Tulehu / dokpri
Nobar masyarkat Tulehu / dokpri

Power Distance

Jarak kekuasaan memiliki fokus mendasar dari segi bagaimana masyarakat menangani ketidaksetaraan di antara suatu kumpulan masyarakat

Jarak kekuasaan dalam film ini adalah high power distance yang dibuktikan ketika para pemain memanggil Sani (Pelatih) yang lebih tua dari mereka dengan sebutan “Kakak”, serta orang tua dengan sebutan “Mama dan Papa”

Latihan Tim / dokpri
Latihan Tim / dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun