Lalu bagaimana dengan sikap MKRI sendiri? Walaupun pada mulanya Majelis Hakim memiliki putusan yang berbeda-beda, namun hal tersebut bermuara pada putusan Nomor 85/PUU-XX/2022 yang menjadi "jalan buntu" bagi gagasan pembentukan lembaga khusus di atas. Kewenangan tersebut akhirnya tetap pada Mahkamah Konstitusi dan pembentukan lembaga khusus tersebut dinilai inkonstitusional.
Penulis yang bahkan belum lulus Sarjana Hukum tidak dapat berkomentar banyak. Akan tetapi sejauh pemahaman penulis, MKRI sudah berada pada jalan yang tepat. Lembaga khusus di atas itu, bagaimanapun juga, akan menemui jalan buntu karena memang MK berwenang memutus di tingkat pertama dan terakhir. Jika pembaca pernah melayangkan rayuan "kaulah yang pertama dan yang terakhir", apakah akan ada pasangan selain dirinya semata?Â
Namun jalan buntu tersebut sebenarnya masih bisa dibenahi dengan cara yang lain. Penulis setuju dengan pendapat Bagir Manan bahwa apabila memang ingin terdapat lembaga khusus, adakan saja amandemen kelima UUD 1945. Toh hal tersebut juga tidak bertentangan dengan konstitusi kita. Daripada semakin banyak UU yang harus dilayangkan ke MK untuk diuji, ada baiknya parlemen mengusulkan untuk mengamandemen konstitusi kita.
Selain itu, putusan yang penulis anggap sebagai salah satu bukti bahwa Mahkamah Konstitusi tetap, dan akan terus tetap menjadi penegak muruah konstitusi adalah pada saat UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Penulis tidak mempermasalahkan substansi dari UU tersebut. Justru apresiasi besar untuk MK karena mendorong pemerintah agar memasukkan teknik penyusunan undang-undang secara omnibus. Terbukti bahwa pasca putusan itu, maka teknik omnibus disisipkan ke dalam peraturan perundang-undangan (melalui UU 13/2022). Andaikata MK bersikap acuh tak acuh, justru akan memperparah kerancuan dalam sistematika perancangan perundang-undangan.Â
Dalam 20 tahun itu pula, Mahkamah Konstitusi telah melewati berbagai tantangan yang harus dihadapi dengan berani. Maka mungkin ada beberapa harapan yang akan penulis sampaikan. Harapan ini nantinya tidak hanya terkait dengan kaidah hukum, namun juga bagaimana tindak tanduknya dalam menyongsong pribadi Indonesia yang cerdas dalam hukum.Â
Harapan Ke Depannya
Tidak banyak yang dapat penulis sampaikan dalam bagian terakhir ini. Beberapa harapan yang penulis ingin sampaikan adalah terangkum dalam kalimat "Jadilah Mahkamah Konstitusi yang Dinamis." Mengapa dinamis? Mahkamah Konstitusi dituntut untuk terus berinovasi dalam menemukan kaidah hukum baru. Penulis mempelajari betul bagaimana dari putusan yang hanya konstitusional atau tidak, sampai ditambahkan kata 'bersyarat' di belakangnya. Itu adalah salah satu contoh kedinamisan MKRI dalam menyongsong kepastian hukum di Indonesia. Bahkan mungkin ke depannya, MKRI juga akan diberi wewenang untuk melakukan tak hanya constitutional review tapi juga preview. Daripada banyak Undang-Undang yang harus diuji, mengapa tidak sedari awal dicocokkan dengan konstitusi?
Kedinamisan itu juga tidak terbatas pada penemuan kaidah hukum baru. Bisa jadi Mahkamah Konstitusi akan menerpakan konsep e-court membangun gedung di tiap Ibu Kota Provinsi agar proses persidangan yang dilakukan secara daring itu akan lebih mudah dan dapat memangkas banyak biaya yang harus dikeluarkan. Mengingat bahwa Mahkamah Konstitusi juga harus berperan dalam menyongsong era digitalisasi ini.Â
Harapan lain adalah Mahkamah Konstitusi akan terus mencerdaskan bangsa dengan berbagai kegiatan yang diusungnya. Sosialisasi maupun kegiatan aktif lainnya akan sangat membantu anak-anak bangsa agar lebih melek terhadap konstitusi dan hak-hak yang mereka miliki sejak dini. Masih banyak dari masyarakat kita yang belum mengenal UUD 1945 secara benar. Inilah tugas MKRI untuk benar-benar menanamkan nilai-nilai konstitusi ke dalam sanubari generasi penerus bangsa.
Akhir kata, apakah tidak boleh untuk melihat ke belakang sejenak? Apalah yang menghentikan seseorang untuk memberi catatan? Dan siapa yang akan melarang seseorang untuk berharap? Kuatkanlah kaki-kaki untuk melangkah lebih pasti, dan jangan terjebak dalam romansa masa lalu demi tujuan bangsa yang dinanti. Ada harapan besar bagi penulis supaya MKRI tetap tegak berdiri, menjadi Sang Penegak Muruah Konstitusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H