Katang Katang ini daerah asalnya Tunggul Ametung, waktu itu masih berpangkat senopati. Di sinilah tangan kanan Kertajaya ini menyusun strategi dan kekuatan untuk menyerang balik faksi Jenggala.
Tunggul Ametung ini seorang jago perang. Senopati berpengalaman. Dialah otak yang mengatur serangan balik. Dari basisnya di Katang Katang, dia secara cerdik membagi pasukan menjadi dua.
Satu pasukan dipimpin Tunggul Ametung sendiri. Mereka bergerak ke timur untuk meratakan Kutaraja dan menghabisi raja Jenggala beserta selurus kerabat dalem. Sementara Prabu Kertajaya dan pasukannya bergerak ke utara untuk menyerang Daha, lalu merebut tahta.
Kertajaya memenangkan perang dan menjadi raja Panjalu berikutya. Sedangkan Tunggul Ametung yang berjasa besar diangkat sebagai akuwu dan diberi Tumapel, sebuah daerah di Jenggala, sebagai apanase (tanah lungguh).
Nah, pendapat ini menduga jika Ken Angrok sebenarnya adalah putera Raja Jenggala tadi dari salah satu selir. Saat istana di Kutaraja dihancurkan oleh Tunggul Ametung dan pasukannya, ia sempat dilarikan oleh abdi dan dititipkan ke sebuah padepokan.
Dendam Leluhur
Setelah besar, Ken Angrok yang mendapat dukungan dari kalangan brahmana menggelorakan pemberontakan terhadap Panjalu. Gerakannya diawali dengan mendongkel Tunggul Ametung dari singgasana Tumapel.
Karena yang dihadapi adalah seorang Tunggul Ametung, mantan senopati cerdik sekaligus tangan kanan Prabu Kertajaya, maka Ken Angrok butuh amunisi yang memadai selain strategi bernas tentu saja.
Ken Angrok paham betul dirinya harus benar-benar menyusun siasat cerdas lagi efektif dalam menghadapi Tunggul Ametung. Dan itu musti disokong dengan persenjataan yang cukup.
Menurut pendapat yang saya baca ini, yang dipesan Ken Angrok ketika itu adalah persenjataan dalam skala besar. Kalau bentuknya keris, maka pastilah kerisnya berjumlah ratusan.
Untuk apa? Tentunya untuk mempersenjatai pasukan yang sudah dipersiapkan Ken Angrok dalam rencananya mendongkel Tunggul Ametung. Jadi, bukan cuma satu batang keris seperti di sandiwara radio atau pun film.
Pada perkembangannya, Ken Angrok merasa ada momen bagus sehingga memutuskan untuk mempercepat rencana. Ia ingin bergerak secepatnya demi memanfaatkan momentum yang tengah berkembang di Tumapel kala itu.