Kisah Ken Angrok pesan senjata ke Pu Gandring mungkin benar adanya, tetapi yang dipesan bukan cuma sebatang keris. Ken Angrok ketika itu tengah mempersiapkan sebuah upaya kudeta militer. Kudeta merangkak untuk merebut Tumapel, daerah leluhurnya yang dirampas Panjalu.
Tunggu dulu! Memangnya siapa Ken Angrok ini sebenarnya?
Di sinilah yang menarik tadi dimulai, sebab sangat berbeda sekali dengan narasi yang selama ini disampaikan pada kita melalui buku-buku pelajaran dan juga sandiwara radio juga film.
Paman vs Kemenakan
Kalau menafsirkan Prasasti Kamulan, diduga saat itu putera Prabu Kameswara sudah (hampir?) naik tahta Kerajaan Panjalu menggantikan sang ayah. Kita sebut saja namanya Kameswara II, sebab tak ada referensi mengenai nama raja di antara Kameswara dan Kertajaya.
Mungkin saking singkatnya putera Kameswara ini bertahta, sampai-sampai ia tidak sempat mengeluarkan prasasti. Jadi, kita tidak dapat menemukan namanya dalam peninggalan-peninggalan sejarah.
Sedangkan antara prasasti termuda peninggalan Kameswara (Prasasti Ceker 1185 M) dengan prasasti tertua peninggalan Kertajaya (Prasasti Kamulan & Galunggung sama-sama bertarikh 1194 M), ada rentang yang terhitung lama.
Dari sinilah lantas muncul dugaan, jika sukses dari Kameswara ke Kertajaya diwarnai konflik. Kameswara punya putera dan mungkin sudah sempat naik tahta menggantikan sang ayah. Namun Kertajaya merasa lebih berhak menjadi raja Panjalu.
Karena istri Prabu Kameswar yang bernama Sasi Kirana adalah puteri raja Jenggala, konon bernama Prabu Girindra, sejumlah kalangan di istana Daha menolak tahta Panjalu diduduki oleh Kameswara II. Termasuklah Kertajaya yang notabene adik Prabu Kameswara sendiri, alias paman kandung Kameswara II.
Sebagai adik raja serta orang Panjalu tulen, Kertajaya merasa lebih berhak menduduki tahta. Karena itu ia berusaha merebut kekuasaan dari tangan si keponakan.
Kertajaya menang, sehingga kubu Kameswara II harus menyingkir ke Kutaraja di Jenggala untuk meminta perlindungan pada penguasa di sana.
Raja Jenggala yang adalah mertua Prabu Kameswara, alias ayah Sasi Kirana, alias kakek Kameswara II, meradang dan ganti menyerang Daha. Gantian Kertajaya dan pasukannya yang dibuat kocar-kacir sehingga menyingkir ke Katang Katang (Kalangbret di Tulungagung sekarang).