Mohon tunggu...
Saiful Bahri. M.AP
Saiful Bahri. M.AP Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Masalah Sosial, Politik dan Kebijakan Publik

CPIS - Center for Public Interest Studies

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peran Penting Anggaran Daerah dalam Kebijakan Pengelolaan Sampah

5 Desember 2024   08:40 Diperbarui: 5 Desember 2024   09:42 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengelolaan sampah kini bukan hanya soal kebersihan, tetapi juga menjadi tantangan besar yang mempengaruhi kualitas hidup dan keberlanjutan lingkungan di Indonesia. Pemerintah melalui Gerakan Indonesia Bersih (GIB) berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih bertanggung jawab dalam mengelola sampah. Namun, meskipun semangat untuk menciptakan lingkungan bersih dan sehat begitu kuat, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa salah satu hambatan terbesar adalah terbatasnya anggaran yang tersedia di banyak daerah.

Keterbatasan Anggaran dan Infrastruktur Pengelolaan Sampah

Pada dasarnya, pengelolaan sampah yang baik membutuhkan lebih dari sekadar komitmen. Diperlukan alokasi dana yang cukup agar bisa mengembangkan sistem pengelolaan yang terstruktur dan berbasis teknologi. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa Indonesia menghasilkan sekitar 64 juta ton sampah setiap tahun. 

Sayangnya, hanya sebagian kecil yang berhasil dikelola dengan sistem yang efisien. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah sampah yang dihasilkan dan kapasitas daerah dalam mengelolanya, terutama di wilayah yang anggarannya terbatas.

Selain itu, Bank Dunia (2019) mencatat bahwa hanya sekitar 20% sampah yang dapat didaur ulang di Indonesia. Pengelolaan sampah yang baik, seperti pemanfaatan waste-to-energy (WTE) yang dapat mengubah sampah menjadi energi terbarukan, membutuhkan investasi yang besar. 

Sayangnya lagi, teknologi ini memerlukan biaya awal yang cukup tinggi, untuk membangun fasilitas WTE saja membutuhkan biaya sekitar Rp1,5 triliun hingga Rp2 triliun. Akibatnya, banyak daerah lebih memilih untuk mengalokasikan anggaran mereka untuk kebutuhan yang lebih mendesak, seperti pendidikan atau kesehatan, sementara pengelolaan sampah justru terabaikan.

Dampak Terbatasnya Anggaran pada Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Pengelolaan sampah yang baik bukan hanya soal mengurangi sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tetapi juga bagaimana kita bisa memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatifnya.

 Salah satu teknologi yang menjanjikan adalah waste-to-energy (WTE), yang bisa mengubah sampah menjadi energi terbarukan. Namun, meskipun teknologi ini memiliki potensi besar, biaya implementasinya tetap menjadi tantangan besar.

Penelitian dari Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Indonesia (2020) menunjukkan bahwa meskipun teknologi seperti WTE mampu mengurangi volume sampah sekaligus menghasilkan energi, pengadopsiannya sangat terbatas, terutama di daerah dengan anggaran terbatas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun